60. Kesaksian

5.3K 651 330
                                    


Satu sekolah gempar dengan kehadiran gadis berambut panjang yang baru saja memijakkan kakinya di koridor sekolah.

Seperti tidak ada dosa, Safira berjalan dengan santainya melewati orang-orang yang menatapnya aneh.

Tentu saja, berita kematian Abella Queena akibat penusukan sore itu sudah tersebar luas bahkan sampai stasiun Televisi.

Kasus itu termasuk kasus pembunuhan. Pak Surya, selaku ayah dari Lala pun sangat-sangat terpukul dan tidak percaya semua ini terjadi menimpa putri semata wayangnya.

Begitu juga dengan sang istri, Riana, Bunda dari Lala. Riana sangat syok dengan berita buruk yang didapatnya.

Sore itu, ia dengan perasaan bahagianya menyambut putri semata wayangnya pulang dari sekolah untuk memberikan sesuatu yang Lala inginkan sejak beberapa hari yang lalu. Niatnya ingin memberi kejutan, tapi ia sendiri yang dibuat terkejut.

Riana sempat pingsan beberapa kali di Rumah Sakit karena melihat keadaan putrinya yang sudah tidak bernyawa.

Bayangkan, seorang ibu mana yang tidak terpukul kehilangan anak satu-satunya? Ditambah lagi, rahimnya sudah diangkat. Maka dari itulah, hanya Lala putrinya yang paling ia sayangi.

Kini, hanya tinggal kenangan yang tersisa. Malam itu, Riana memberontak histeris, meminta kepada suaminya untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada sang pelaku.

Kembali kepada Safira, gadis itu dengan tatapan polosnya berjalan melewati mereka-mereka yang sudah melontarkan kalimat-kalimat buruk.

"Eh, eh! Liat deh, itu yang bunuh anak pak Surya kan?!"

"Wah gila! Nyalinya gede banget. Abis bunuh orang, berani dateng ke sekolah."

"Udah gila deh kayanya dia, soalnya kemaren abis nusuk Lala dia ketawa-ketawa gitu!"

Safira menoleh kearah mereka yang mengejeknya.

"Tampangnya polos, kelakukan kaya Dajjal! Kemaren fitnah Elsa, sekarang bunuh orang, huuu!!!"

"Dasar pembunuh!!!"

"Pergi lo dari sini! Cemarin nama baik sekolah aja!"

Safira menoleh lagi kebelakangnya, semua menatapnya tidak suka, segala hinaan terarah padanya.

"Pembunuh! Lo udah bunuh Lala!"

"Pembunuh!"

"Pembunuh!"

"Pembunuh!"

Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, semua hinaan itu terus berputar dikepala Safira.

Safira menutup telinganya erat sambil menoleh kearah mereka, lalu memejamkan matanya, "AAA! AKU BUKAN PEMBUNUH!!!"

"HUU!!!"

"PERGI LO PERGI!!"

"NYAWA DIBAYAR NYAWA!"

"PEMBUNUH!!!"

Safira terus menggelengkan kepalanya cepat, kepalanya terasa pusing, sedetik kemudian Safira pingsan.

***

"Jay, ibu khawatir sama Safira, semalam ibu denger pecahan kaca dari kamarnya. Safira nggak mau buka pintu."

"Safira kenapa Jay? Tadi pagi Safira nggak ngomong apa-apa sama ibu."

MY BOYFRIEND IS FAKBOITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang