02: Tato yang Bertuliskan 'Fall in Love is the Best Way to Die'

394 64 13
                                    

Dua malam satu hari Hyunjin habiskan di rumah sakit gara-gara dirinya pingsan secara mendadak. Hyunjin sebenarnya ingin meminta tes second gender untuk memastikan dirinya pingsan bukan karena dugaannya dan lebih karena terlalu memaksakan diri berlatih untuk turnamen berenang. Namun, niatan itu Hyunjin tidak suarakan.

Juga karena Yeji berkata, "Hyunjin, jangan mencari tahu sekarang. Itu hanya akan menyakitimu."

Hyunjin sering lupa, meski dia sering berkelahi dengan Yeji dan berharap tidak punya saudari kembar, mereka seringkali tahu yang dipikirkan satu sama lain meski tidak mengatakan apa pun. Meski kalau boleh jujur, Hyunjin kecewa karena Jisung tidak ada datang menjenguknya dan justru teman-temannya di sekolah yang tidak berhenti berkunjung ke ruangannya.

Memangnya apa yang Hyunjin harapkan? Alpha murni seperti pasti tidak mau menerima kalau takdirnya harus bersama Beta. Pada akhirnya, Alpha akan selalu bersama Omega.

"Hyunjin, pulang sekolah gak usah latihan dulu." Suara Yeji membuat lamunan Hyunjin buyar dan menoleh ke arah saudarinya yang tengah mengikat tali sepatu. "Kamu mulai latihannya minggu depan."

"Tapi kompetisi sudah dekat."

Yeji mendongak dan mendelik ke arah Hyunjin. "Kamu pikir kalua terjadi apa-apa denganmu siapa yang akan disalahkan?" Hyunjin sebenarnya ingin menjawab, tetapi akhirnya memilih diam dan Yeji hanya menghela napas. "Kolam berenang dan pelatihmu tidak akan kabur. Lagipula kamu baru keluar dari rumah sakit, jadi harusnya si tua bangka itu memberikan keringanan."

Hyunjin melihat Yeji yang akhirnya berdiri dan menggunakan tali ransel satunya lagi. Berjalan duluan dan Hyunjin mengikutinya. Memandangi punggung Yeji yang tenggelam dengan ranselnya dan kadang merasa seharusnya Hyunjin yang diangkat dokter terlebih dahulu. Meski Hyunjin seringkali bilang tidak ingin punya kembaran seperti Yeji jika bertengkar, tetapi pada akhirnya dia mengalah.

Karena Yeji menjadi anak pertama dan semua beban ada padanya. Menjadi orang yang mendapatkan banyak ekspetasi karena dia adalah pertama, tetapi tidak pernah mengapresiasi apa pun yang Yeji lakukan jika sampai kepada ekspetasi itu. Yeji dituntut untuk kuat, tidak boleh memiliki cela, tidak bisa melakukan hal-hal yang diinginkannya dan paling terpenting, harus memastikan Hyunjin tidak mengalami hal buruk.

Jika Hyunjin mengalami hal buruk, maka yang selalu disalahkan adalah Yeji, padahal yang mengambil resiko adalah dirinya.

"Jalannya gak usah kayak keong juga, Hwang Hyunjin!" Teguran itu memnbuat Hyunjin sadar dari lamunannya dan melihat Yeji sudah berada di dalam lift dan tangannya menahan pintu lift untuk tertutup. "Cepat kemari. Kalau kita sampai telat, uang jajanmu minggu ini tidak akan aku berikan."

"Hei, aku mau beli kertas gambar!"

"Makanya cepat kemari."

Hyunjin berlari menghampiri Yeji. Saat akhirnya mereka tiba di halte bus, Hyunjin melirik Yeji yang tidak mau duduk dan justru membuat dirinya duduk di kursi halte. Kebiasaannya yang selalu menjadi manusia sok kuat dan melihat Hyunjin adalah adik lemah yang harus mendapatkan perlakuan terbaik.

Kadang Hyunjin ingin bertanya kepada Yeji, kenapa dia tidak gila dengan semua ekspetasi dan perlakuan yang didapatkannya selama ini? Atau, kenapa Yeji tidak pernah sekali pun berkata ingin Hyunjin menghilang dari dunianya agar hidupnya lebih mudah saat mereka berkelahi?

Meski mereka berdua sudah berlari saat turun dari bis menuju sekolah, tetap mereka terlambat dan pagar telah tertutup. Hyunjin mengatur napas dan melirik Yeji, berpikir kalau kembarannya itu akan mengamuk karena dirinya yang menyebabkan mereka terlambat. Namun, yang dilihatnya Yeji malah mau memanjat pagar sekolah yang membuatnya panik.

"Hei! Mau ngapain?!"

"Kelamaan nunggu guru kedisiplinan datang, mengomeli dan mencatat nama kita. Cepat manjat dan buat tinggimu berguna saat ini."

Hyunjin tentu khawatir karena pagar sekolah mereka tinggi dan fakta Yeji menggunakan rok malah memanjat pagar. Namun, pada akhirnya dia tidak mau ditinggal sendirian, akhirnya mengikuti sikap kembarannya meski setelahnya, malah terduduk di depan pagar karena masih tidak percaya baru melakukan pelanggaran di sekolah.

"Gak usah jadi drama king." Omel Yeji dan menarik paksa Hyunjin untuk berdiri. "Sekarang cepat lari ke kelas masing-masing dan sampai ketemu pulang sekolah."

Kadang Hyunjin meragukan identitas Yeji yang benar-benar Beta murni dan bukan Alpha karena sikapnya.

Jam berlalu seperti biasanya dan saat pulang sekolah, Hyunjin menuju ruang ganti untuk ke kolam renang yang ada disekolahnya. Sebenarnya Hyunjin tahu ini akan membuat Yeji mengamuk, tetapi dirinya tidak mungkin membuang waktu untuk beristirahat saat kompetisi semakin dekat.

Namun, Hyunjin lupa kalau Yeji itu nekad.

Baru melepas seragamnya, dia bisa mendengar, "HWANG HYUNJIN, AKU SUDAH BILANG...."

Hyunjin berbalik dan baru akan mengatakan bahwa ini ruang ganti laki-laki dan tidak seharusnya Yeji di sini, tetapi justru melihat wajah yang pucat. "Yeji? Kamu sakit? Jangan bilang kamu tadi pagi lupa minum vitamin penambah darahmu."

"Hyunjin." Yeji menatapnya dengan wajah yang menurut Hyunjin perpaduan antara takut dan putus asa. "Pergi ke cermin ujung loker sana dan lihat punggungmu."

"Apa?"

"Pergi ke cermin ujung loker sana dan lihat punggungmu." Perkataan Yeji yang menunjuk cermin di ujung loker di ruang ganti ini, membuat Hyunjin sadar bahwa saudarinya baru melihat sesuatu yang serius. Karena Yeji bukan tipe orang yang mau mengulang perkataannya dan sejujurnya itu biasanya yang membuatnya mendapatkan masalah.

Hyunjin berjalan ke arah cermin dan saat melihat punggungnya, ada tiga baris tato yang berada di punggung kirinya.

Fall in Love
is The Best Way
to Die

"Aku sudah menduga saat kamu bilang bau bumbu dapur waktu itu adalah bau takdirmu." Perkataan Yeji membuat Hyunjin menoleh. "Astaga, aku harus melakukan apa untuk memastikanmu bisa tetap ikut turnamen?"

"Yeji...."

"Berapa biaya untuk menghapus tato? Sebentar, apa tato seperti ini bisa dihapus?" Yeji terlihat sibuk dengan ponselnya, sepertinya tengah mencari jawaban dari pertanyaan yang digumamkannya. "Brengsek, harus ada persetujuan dari orang tua untuk melakukannya. Sebentar, apa merk foundation yang Lia katakan waktu itu dia jelaskan? Tapi apa itu cukup kuat untuk tetap berada di tubuh kalau terkena air?"

"Hwang Yeji, aku...."

"Apa-apaan ini maksudnya kalau tulisan tato itu menggambarkan dinamika hubungan pemilik tato dengan pasangannya?!" Yeji tampak marah dan matanya masih menatap ponselnya. "Kalau ini benar-benar nyata, hal pertama yang aku lakukan saat bertemu dengan takdirnya Hyunjin adalah membantingnya sampai patah tulang."

Hyunjin berjalan mendekati Yeji dan saat sampai di depan perempuan itu, dia memaksanya untuk menatapnya dengan memegang bahunya. Ada banyak hal yang tadinya ingin dikatakan dengan inti Hyunjin bisa memikirkannya sendiri, tetapi yang tidak diduganya adalah melihat Yeji dengan mata berkaca-kaca saat tatapan mereka bertemu.

Mendadak, semua hal yang Hyunjin ingin ucapkan, menguap.

"Hyunjin," suara bergetar Yeji membuat Hyunjin merasa bersalah sekaligus merasa menemukan jawaban dari pertanyaannya tadi pagi, "jangan memilih mati meski pasanganmu tidak mencintaimu. Masih ada aku yang bisa menghajarnya sampai mati."

Alasan Yeji tidak pernah mengatakan ingin Hyunjin menghilang dari kehidupannya. Meski dirinya adalah beban kehidupan Yeji, adalah karena perempuan itu menyayanginya melebihi semua orang yang Hyunjin tahu memberikan perasaan itu kepadanya.

Cosmic Railway | HyunsungWhere stories live. Discover now