06: Rasa Sesak Ini Tetap Menyakitkan Meski Sudah Mengalami Berkali-kali

261 49 10
                                    

Seharusnya sekarang Hyunjin berada di akademi menggambar dan bukannya berkeliaran di jalan seperti ini. Yeji memang mengantarkan Hyunjin ke depan akademi, tetapi begitu memastikan kembarannya itu tidak terlihat dari pandangannya, dia pergi. Setelah seminggu berada di sana, Hyunjin merasa akademi menggambar bukan tempat yang tepat untuknya.

Tadinya, Hyunjin pikir akademi menggambar akan membantunya untuk mengarahkan imajinasinya menjadi lebih baik. Nyatanya, dia merasa kalau imajinasinya dikekang lantaran harus mengikuti semua teori yang ada dan membuatnya memutuskan untuk tidak pernah muncul di kelas. Meski Hyunjin masih mencari cara untuk memberitahu Yeji bahwa dia tidak ingin melanjutkan kelasnya di akademi dan harus memikirkan alternatif hal yang dilakukannya sebagai solusi permasalahannya.

Karena Hyunjin tahu Yeji akan overthinking yang berujung tidak tidur untuk mencarikannya solusi dari permasalahan yang bukan miliknya.

Setelah berjalan kesana kemari tanpa tujuan, akhirnya Hyunjin memutuskan untuk masuk ke dalam kafe kecil yang tampaknya baru di buka. Aroma cat yang mungkin masih baru seminggu pengaplikasiannya—sebenarnya yang tidak Hyunjin mengerti kenapa bisa menebak hal tidak penting ini—dan setelah melihat-lihat sekitarnya, akhirnya dia membuat pesanan.

"Ck, aku lupa kalau sendirian."

Lagi, Hyunjin memesan untuk dua orang. Benar-benar kebiasaannya selalu membeli dua karena mengingat dirinya sepaket dengan Yeji—yang semakin ke sini kembarannya semakin sibuk belajar di akademi—dan membuat Hyunjin menghela napas panjang.

Kenapa Hyunjin tidak terlahir memiliki otak yang cemerlang seperti Yeji meski sudah berusaha belajar seperti orang lain?

Kenapa kepintaran Hyunjin tidak berhubungan dengan hal yang bisa menolong Yeji untuk tidak menanggung beban ekspetasi orang tuanya sendirian?

Kenapa...?

"Mempertanyakan hal yang tidak bisa diubah itu menyebalkan," gumam Hyunjin dan menarik tasnya yang diletakkan di sebelahnya. Dia duduk di sofa panjang yang menghadap ke jendela yang memperlihatkan pemandangan jalan yang cukup lengang lalu lalang orang-orang. Mengeluarkan iPad dan membuka pelindung depannya. Mengambil apple pencil dan menyalakan iPad untuk membuka aplikasi menggambar.

Namun, Hyunjin baru selesai membuat sketsa kasar saat menyadari ada aroma Jisung di dekatnya. Saat menoleh ke belakang, lelaki itu tampak terkejut karena Hyunjin menyadari kehadirannya dan dari posisinya, sepertinya Jisung berniat mengagetkannya.

Pada akhirnya, melihat Jisung yang tersenyum lebar meski terlihat salah tingkah dengan menggaruk kepala—yang diyakininya tidak gatal—dan mendengar, "Hyunjin, refleksmu bagus ya."

"Apa?" Hyunjin mengerjapkan matanya, lalu akhirnya sadar dengan yang terjadi. "Oh iya, kebiasaan ... hehehe."

Mana mungkin Hyunjin bilang kalau dia sebenarnya menoleh karena aroma Jisung—yang mana Felix masih terus menerornya karena mempertanyakan dirinya yang bisa mendeteksi aroma yang tidak bisa dideteksi oleh manusia sensitif seperti sepupunya itu—dan pada akhirnya hanya bisa tersenyum.

"Sedang menunggu seseorang ya?" Suara Jisung membuat lamunan Hyunjin buyar dan mengikuti arah pandang lelaki itu yang mengarah ke nampan yang berisi 2 kue serta 2 gelas minuman yang berbeda rasa. "Sepertinya aku ganggu kamu ya, kalau begitu aku pergi ya Hyunjin."

Harusnya Hyunjin mengatakan kalimat standar seperti hati-hati di jalan dan sampai berjumpa di lain waktu. Bukan sebelah tangan Hyunjin refleks mencoba menangkap tangan Jisung yang berakhir hanya bisa menarik ujung kemeja tangan kiri lelaki itu. Membuat keduanya saling bertatapan dan harusnya sekarang Hyunjin refleks menarik tangannya, memberikan permintaan maaf sekaligus penjelasan kalau ini gerakan spontan yang tidak bisa dikendalikan.

Cosmic Railway | HyunsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang