26: Semuanya Berlalu Seperti Kedipan Mata, Tetapi Perasaannya Tetap Sama

182 21 3
                                    

Hyunjin belajar adalah dua hal tentang waktu dan Jisung.

Pertama, waktu ternyata memang berjalan secepat itu. Rasanya baru kemarin Hyunjin masih berada di kelas 2 SMA, tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba renang yang tidak pernah diikutinya karena tato takdirnya yang muncul di punggungnya, dan berakhir berpacaran dengan Bangchan yang jelas bukan takdirnya. Tiba-tiba sekarang Hyunjin membuka mata dan sudah berada di kelas 3 SMA, fase neraka sebenarnya dan rasanya dia ingin fase ini bisa secepatnya berakhir seperti kedipan mata.

Oke, Hyunjin terlalu hiperbolis mengatakan tiba-tiba sudah berada di kelas 3 SMA saat membuka matanya. Namun, karena Hyunjin sudah menerima memang dirinya sering melebihkan segala sesuatu dari seharusnya, jadi mari anggap itu memang kenyataannya.

Kedua, meski Hyunjin membenci mengakui ini, nyatanya dia tidak bisa melupakan eksistensi Jisung. Meski mereka memang sudah tidak pernah bersinggungan lagi—karena Hyunjin memutuskan menjadikan kamar studio Bangchan sebagai tempatnya menggambar serta menulis setelah pulang sekolah—dan baru pulang 10 menit sebelum jam pulang akademi belajar Yeji berakhir. Meski Hyunjin berkali-kali mengatakan kepada Bangchan untuk tidak mengantarnya, tetapi lelaki itu tetap mengantarnya sampai di depan akademi belajar Yeji. Juga baru pulang setelah melihat kembaran Hyunjin itu menghampiri mereka.

Seharusnya sikap Bangchan cukup untuk membuat Hyunjin melupakan Jisung. Kenyataannya tidak semudah itu, karena meski Hyunjin tidak pernah bersinggungan dengan lelaki itu secara langsung, tetapi tidak dengan aromanya. Terkadang aroma Jisung terasa begitu dekat dari Hyunjin, tetapi saat menoleh untuk mencari lelaki itu, tidak ada keberadaan lelaki itu.

"Haah...," Hyunjin melengos, lalu berdecak, "kenapa aku harus memikirkan orang yang bahkan tidak melakukan apa yang dikatakannya kepadaku? Memangnya sesulit itu menjelaskan kepadaku."

Kemudian Hyunjin tanpa sadar cemberut, padahal di depannya ada deretan roti dalam berbagai rasa, bentuk dan ukuran. Karena Hyunjin sekarang sedang berada di toko roti dan alasannya mengingat Jisung karena ada aroma roti yang mirip dengan aroma lelaki yang terus bercongkol di pikirannya. Hyunjin kembali berdecak karena tangannya tanpa sadar mengambil roti beraroma Jisung itu—yang selalu disebutnya sebagai aroma yang digunakan untuk memasak daging—tetapi tidak ada niatan untuk mengembalikannya dan justru berjalan ke bagian lain di toko tersebut.

"Aku tahu aku memang bodoh kalau dibandingkan Yeji, tapi aku tidak sebodoh itu untuk menangkap penjelasan seseorang!"

Hyunjin mengambil beberapa roti yang menarik di matanya—tetapi entah rasanya karena dia jarang membeli dan hanya sebagai penerima jika Yeji membelikan—serta dua kotak makaron untuk kembarannya itu. Sebenarnya Hyunjin pada jam ini seharusnya berada di studio Bangchan, tetapi lelaki itu baru pindah ke tempat lain dan memintanya untuk datang membawakan sesuatu untuk dimakan, tetapi bukan jajangmyeon atau jjampong. Tentu pada awalnya Hyunjin berdecak karena bawel sekali permintaan Bangchan, tetapi lelaki itu hanya tertawa dan semakin spesifik untuk memintanya membelikan roti.

Setelah membayar semua yang dibelinya, Hyunjin berjalan sembari mengecek peta di ponselnya. Hyunjin, ketidak mampuannya membaca peta, dan mencari tempat yang tidak pernah dikunjunginya adalah kombo paling sempurna untuk tersesat. Apalagi karena Hyunjin membeli roti yang beraroma seperti Jisung yang membuatnya semakin kesal.

"Ck, seharusnya aku tidak membeli roti itu!" omel Hyunjin, kemudian meremas rambutnya dengan sebelah tangannya, frustrasi. "Sekarang aku ada di mana?!? Aish, seharusnya aku menunggu Felix selesai kerja untuk pergi ke studionya bersama-sama."

Padahal Hyunjin tahu dirinya sekarang sedang tersesat, tetapi kekeras kepalaannya yang tidak mau bertanya—atau lebih tepatnya traumatis dari kejadian di masa lalu saat bertanya kepada seseorang tentang alamat yang ditujunya justru diusir dengan kasar—dan tetapi terus jalan entah ke mana. Meski pada akhirnya Hyunjin menyerah dan menelepon Bangchan untuk menjemputnya.

Cosmic Railway | HyunsungWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu