15: Pada Akhirnya, Semua Tentang Perspektif

197 32 3
                                    

Sejujurnya Hyunjin paling tidak suka saat semua usahanya menulis dianggap sebagai keberuntungan pemula. Namun, begitulah komentar serta pesan pribadi beberapa akun berlindung di anonimitas dan membuat Hyunjin melengos. Bahkan Yeji yang jelas-jelas saudarinya yang terkenal di website tersebut saja tidak mempromosikannya, meski memang diikuti oleh akun yang tidak pernah mengikuti akun mana pun sebelumnya memancing rasa penasaran.

"Biasa, orang iri tanda tidak mampu," komentar Yeji saat membaca komentar-komentar yang dimaksud oleh Hyunjin dari ponselnya, "palingan itu penulis-penulis yang sudah merasa menulis sejak lama dan merasa cara menulisnya lebih oke, tetapi pembacanya tidak banyak. Lalu kamu yang baru masuk dengan satu cerita mendapatkan semua yang mereka inginkan."

"Tapi apa mereka tidak memikirkan orang yang menerima pesan jahat mereka?"

"Kenapa harus?" Pertanyaan Yeji ingin membuat Hyunjin protes, tetapi tentulah saudarinya itu selalu lebih cepat daripada dirinya untuk menyela. "Kenapa kamu berekspetasi semua orang akan berbuat baik karena dirimu melakukan kebaikan?" Yeji melihat Hyunjin yang cemberut dan membuatnya menghela napas panjang. "Hyunjin, ini kehidupan nyata, bukan cerita fiksi di mana orang baik akan mendapatkan imbalan yang baik pula. Bahkan saat kamu berusaha untuk baik sekali pun, kamu tetap orang jahat di kehidupan seseorang."

"Tapi aku tidak jahat!"

"Kamu tidak bisa mengontrol pemikiran orang lain, Hyunjin. Meski kamu tidak melakukan apa pun, bagi seseorang yang sudah menganggapmu buruk, kamu tetaplah penjahat dalam hidupnya."

Hyunjin mendengarnya hanya mendecih. Sungguh, rasanya Bangchan dan Yeji cocok sekali dipasangkan karena sama-sama berpikir jauh ke depan. Namun, membayangkan Bangchan yang harus menghadapi Yeji yang marah-marah saat datang bulannya tiba membuat Hyunjin kasihan sendiri.

Sudahlah, Hyunjin yang lebih baik mengorbankan diri menjadi budaknya Yeji demi kebaikan semua orang.

"Kamu masih menemuinya, 'kan?" pertanyaan Yeji yang tiba-tiba membuat Hyunjin yang tengah menggambar di iPad, berhenti. Padahal Hyunjin tidak mengatakan apa pun tentang Jisung karena tahu Yeji tidak menyukainya dan kemudian mendengar helaan napas panjang, "Kamu benar-benar pembohong yang payah, Hyunjin. Aku bahkan tidak perlu mendengarmu menjawab untuk tahu."

Hyunjin menghela napas panjang. Benar, dia pembohong yang payah dan sebenarnya Hyunjin sudah mempersiapkan diri untuk mendengar omelan Yeji. Namun, tidak ada suara yang ditunggu oleh Hyunjin dan saat melirik Yeji, ternyata saudarinya itu sedang membaca buku yang sepertinya berbahasa Inggris.

Area yang Hyunjin tidak berani masuki karena kemampuan berbahasanya hanya mampu untuk percakapan dasar, tetapi sangatlah jongkok untuk membaca apalagi sampai menulis cerita. Hyunjin tahu bahwa terus bertahan dengan ketakutannya dan tidak mencoba menghadapinya, tidak akan membawanya kemana-mana.

Namun, apakah semua hal harus dihadapi? Apakah tidak boleh seseorang memilih untuk tetap takut kepada sesuatu meski mempunyai seribu alasan yang baik untuk menghadapinya?

Namun, ada hal yang lebih perlu atensi dari Hyunjin, yaitu perubahan kehidupan yang selama ini dijalanina dan membuatnya bertanya-tanya.

Apakah ini yang sebenarnya Hyunjin inginkan saat menginginkan kehidupan yang normal dan tenang?

Di apartemen, sudah tidak berdua dengan Yeji, tetapi bertiga dengan Ibunya.

Sepulang sekolah pun, sekarang Hyunjin yang mengantarkan Yeji ke akademi belajarnya dan kemudian dia mencari kafe untuk melanjutkan menulis sampai jam pulang saudarinya.

Tidak ada suara Ayahnya yang memarahi Yeji seperti sebelumnya.

Semuanya terasa normal dan tenang, seperti harapannya di masa lalu.

Cosmic Railway | HyunsungWhere stories live. Discover now