04: Aroma (Bumbu Dapur) yang Akhirnya Jelas Namanya

268 53 9
                                    

"Sumpah ya, deskripsi aroma bumbu dapur itu membuatku bingung." Yeji melirik Hyunjin, sementara Felix yang ada di depannya, tertawa mendengarnya. "Kayak ... dari semua deskripsi aroma, bisa-bisanya otak anak ini mengasosiasikan dengan bumbu dapur."

"Tapi biasanya dipake buat masak daging."

Felix mendengarnya, tertawa kencang. "Bumbu bulgogi aromanya?"

"Bukan bulgogi!" Hyunjin kesal sejak tadi diledek oleh Yeji dan Felix. "Aku memang suka bulgogi, tetapi bukan berarti aromanya buat masak bulgogi."

"Terus namanya apa?"

"Lix, kita tidak akan di sini kalau dia tahu namanya." Yeji melengos dan bersedekap. "Mendingan kamu tuntun dia untuk melihat-lihat rak bumbu tempatmu kerja sampingan ini."

"Tapi nanti beli ya! Bisa dimarahi Bos kalau aku menjelaskan banyak kepada kalian, tetapi tidak ada penjualan."

Yeji memperlihatkan card holder pink noraknya kepada Felix. "Tenang, jangan remehkan kekuatan kartu ATM untuk Hyunjin."

"Tunggu ... aku punya ATM sendiri?!" Hyunjin mendelik ke arah Yeji. "HWANG YEJI, APA MAKSUD PERKATAANMU TADI?! AKU PUNYA ATM SENDIRI SELAMA INI?!?"

Yeji memberikan gestur mengusir dengan sebelah tangannya dan Felix menarik Hyunjin dengan susah payah untuk mengikutinya. Tentu dengan amukan karena ternyata selama ini dia punya fasilitas dengan Yeji, tetapi tidak tahu karena uang jajannya dijatah setiap minggu oleh kembarannya. Membuat Hyunjin merana kalau ingin membeli sesuatu yang melebihi uang mingguannya dan kalau tidak meminta—merengek dengan wajah memelas tepatnya—mana mungkin Yeji mau memberikan uang tambahan untuknya.

Ternyata selama ini Hyunjin ditipu oleh kembarannya sendiri.

"Sudahlah, Yeji melakukannya karena kamu boros." Felix mencoba memberikan pengertian kepada Hyunjin yang cemberut. Kalau seperti ini, tinggi badan Hyunjin rasanya ingin Felix minta karena bisa-bisanya bersikap menggemaskan padahal dia Beta ... oh benar juga, sepertinya sepupunya ini sudah bukan Beta murni. "Jadi bisa memberikan gambaran umum aroma yang kamu hirup? Kalau mengecek satu per satu, aku tidak yakin sampai jam kerjaku selesai, kita menemukannya."

Hyunjin ingin protes, tetapi aroma yang familiar membuatnya menoleh. Felix mengikuti arahnya Hyunjin dan kemudian berkata, "Oh aromatik? Aromanya dia daun-daunan?"

"Aku tidak tahu, tapi aromanya sepertinya ada yang mirip dari rak ini." Hyunjin mengulurkan sebelah tangannya untuk mengambil satu botol kecil Yang merupakan sampel. Tadinya dia pikir tangannya mengambil asal, tetapi saat membuka tutupnya, aromanya mirip dengan Jisung, tetapi tidak hanya ini. Menoleh ke arah Felix, lalu menunjuk botol yang dipegangnga, "Ini apa namanya?"

"Daun bijak."

"Apa aku akan bijaksana jika makan ini tiap hari?"

"Hahaha ... silahkan coba leluconnya di lain hari." Felix tertawa datar. "Sage leaf kalau kamu tidak paham maksud terjemahanku."

Hyunjin begumam "Oh..." lalu tangannya mengambil botol lainnya. Namun, tidak seperti pertama yang bisa langsung mencocokkan dengan aroma Jisung, butuh waktu cukup lama untuk Hyunjin menemukan aroma kedua yang juga dia cium saat melihat Jisung. Lama-lama dia kesal sendiri karena susah sekali menemukannya dan hampir menyerah, kalau botol yang ditangannya tutupnya tidak dibuka. Lalu mengeluarkan aroma yang familiar.

"Sepertinya tarragon leaf aroma yang kamu cari, Hyunjin." Perkataan Felix membuatnya menoleh. "Aku tidak tahu terjemahannya, jadi aku tetap menyebutnya tarragon."

"Bisa untuk masak daging, 'kan?"

"Kalau aromanya sage leaf dan tarragon leaf, aku paham alasan dirimu mengasosiasikan dengan bumbu daging."

Hyunjin tersenyum lebar. "Aku tidak bohong saat bilang aromanya seperti itu!"

"Tapi apa kamu yakin aromanya hanya itu?" Pertanyaan Felix membuat senyuman Hyunjin perlahan memudar. "Karena setahuku Alpha memiliki tiga aroma dasar yang kuat dan aroma keempat muncul jika dia sedang merasa marah atau terancam."

Hyunjin merasa tidak ada yang sesuai untuk hal yang paling dominan dari aroma Jisung meski semua sampel yang ada di tempat ini dia hirup. Pada akhirnya, Yeji membayar semua hal yang Hyunjin bawa ke meja kasir—yang tentu membayarnya menggunakan ATM atas namanya dan tetapi tidak diberikan kepadanya seperti perkataan Felix—lalu ketiganya pergi makan malam bersama.

Saat Yeji dan Felix yang berada di depan Hyunjin berdebat untuk menentukan restoran yang mereka hampiri, dia berhenti melangkah. Hyunjin menoleh ke arah aroma yang familiar dan mengernyit saat melihat buah berwarna kuning dan berbentuk bintang. Memang tempat kerja sambilan Felix itu berada di daerah yang kalau menggunakan istilah Yeji—yang terdengar intelektual—namanya melting pot karena hampir semua hal dari berbagai negara bisa ditemukan di sana.

"Hyunjin!" Panggilan itu membuatnya menoleh dan Yeji terlihat kesal. Tidak ada Felix yang mengikuti, sepertinya mereka sudah menemukan restoran yang akan mereka kunjungi. "Kamu itu bisa gak jangan kebiasaan suka berhenti berjalan tanpa memberitahuku?"

"Ck, aku tidak akan hilang. Lagipula apa untungnya menculikku?"

Yeji melengos sembari bersedekap. Namun, melihat arah pandangan Hyunjin, dia berkata, "Kamu mau makan star fruit?"

"Apa?"

"Itu, buah yang bentuknya bintang." Yeji menunjuk dengan dagunya. "Aku yakin jatah uang jajanmu minggu ini sudah habis jadi tidak bisa membelinya sendiri."

Sebenarnya Hyunjin ingin protes kalau dia masih punya dua puluh ribu won, tetapi kapan lagi Yeji mau membelikannya sesuatu tanpa perlu merengek dengan membuat dirinya menggemaskan yang cenderung menyebalkan? Sebagai kembaran yang baik, Hyunjin tidak akan melewatkan kesempatan untuk mendapatkan barang gratisan.

"Kalian lama banget, aku pikir dikerjain oleh kalian dengan meninggalkanku," protes Felix yang membuat Hyunjin tertawa, "diam kamu, Hyunjin. Tadi aku sampai harus menjelaskan kepada bosku siapa dirimu karena sepanjang jam kerja harus menemanimu berkeliling mencari aroma ... hmm kenapa ada carambola?"

"Carambola? Ini star fruit." Yeji mengangkat kantong plastik yang dibawanya. "Tadi Hyunjin berhenti di depan kios buah dan memandanginya seolah tidak punya seseorang untuk dimintai uang."

"Kalau Kakaknya sepertimu, aku sebagai adikmu akan takut meminta uang, Yeji."

"Hei! Aku tidak sekejam itu, Felix."

Hyunjin tidak mendengarkan apa yang Yeji serta Felix katakan karena sejak tadi dia menoleh ke arah lain. Padahal seharusnya dia hanya mencium aroma bulgogi yang tengah dimasak di setiap meja, tetapi dia mencium aroma yang sejak tadi sore hingga sekarang dicari tahunya untuk lebih mudah menjelaskan milik Jisung.

Carambola atau star fruit ... terserahlah itu namanya apa, bisa Hyunjin cium menjadi aroma dominan dan melihat Jisung yang berjarak beberapa meja darinya tengah tertawa bersama lelaki yang waktu itu dirangkulnya saat di akademi. Entah apa yang mereka bicarakan sehingga Jisung terlihat—dan juga aromanya berubah dominan buah—berbahagia, tetapi rasanya sesak. Membuat Hyunjin membuang wajahnya dan bertemu pandang dengan Yeji dan Felix yang duduk di depannya.

Felix kemudian terlihat menoleh ke arah Jisung, kemudian menatap Hyunjin. "Dia?"

"Rasanya aku ingin melemparkan bara di meja ini ke kepala lelaki tupai itu." Yeji melengos dan berdecak. "Lama sekali pesanan kita keluar. Felix, kamu yakin sudah memesan untuk kita?"

Felix tidak menjawab perkataan Yeji dan menatap Hyunjin dengan tanda tanya. "Kamu bagaimana bisa mencium aromanya dan mengingat semua jenisnya?"

"Apa?"

"Aku bahkan tidak bisa mencium apa-apa karena aroma di sekitar kita," perkataan Felix membuat Hyunjin terdiam, "dan kalau kamu tidak lupa, aku Omega dengan hidung paling sensitif dengan aroma, Hyunjin."

Hyunjin tidak mengatakan apa pun. Bukan hanya karena kebingungan, juga karena dadanya terasa sakit karena tiba-tiba bernapas rasanya sangatlah sulit, dan sialnya, aroma Jisung seolah terus memancingnya untuk menoleh ke arah lelaki itu.

Kalau Hyunjin bisa mengajukan keluhan kepada semesta, dia tidak ingin memiliki tato takdir yang bertuliskan jatuh cinta adalah cara terbaik untuk mati.

Cosmic Railway | HyunsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang