24: Hubungan Mereka yang Aneh, Tetapi Nyata Berjalan

119 15 1
                                    

Lagi, Hyunjin menghela napas panjang tanpa sadar. Seharusnya Hyunjin tahu bahwa nasibnya memang tragis, seperti tato yang terukir di punggungnya. Namun, bodohnya Hyunjin sampai akhir tetap mencoba mempercayai Jisung dan dikecewakan.

Meski memang hari itu ada bagian dari Hyunjin yang berkontribusi untuk Jisung tidak mengatakannya, tetapi bukankah bisa lelaki itu mencoba untuk berusaha menghubunginya? Namun, Hyunjin hanya bisa menertawakan dirinya, kemudian menghela napas panjang lagi karena merasa bodoh.

Bahkan iPad-nya yang mengembalikan adalah Jeongin.

Meski lelaki yang lebih muda itu mencoba memberikan alasan kepada Hyunjin, tetapi sejujurnya dia lelah untuk mencoba terlihat baik-baik saja. Mungkin pada akhirnya Hyunjin mencoba melakukan apa yang Bangchan katakan kepadanya selama ini, untuk memilih diri sendiri dan tidak selalu memperhatikan orang lain.

"Apa kejadian waktu itu masih tetap membuatmu kecewa?" tanya Bangchan yang membuat Hyunjin mengerjap, kemudian mengingat kalau mereka tengah menggambar. Hyunjin mengernyit melihat sekitarnya, kemudian teringat kalau dia yang mengiyakan ajakan Bangchan untuk ke kamar apartemennya yang berukuran studio. "Sepertinya iya, karena kamu melamun, Hyunjin."

"Maaf."

"Tidak perlu meminta maaf untuk apa yang kamu rasakan," ucap Bangchan sembari tersenyum dan menyodorkan es kopi yang membuat Hyunjin mengernyit, "aku memang tidak punya mesin espresso, tapi di bawah ada kafe dan tadi aku membelikan untukmu."

"Aku bahkan belum pernah mentraktirmu, Hyung!"

Bangchan hanya tertawa, tetapi Hyunjin merasa sebal. Karena Hyunjin tidak suka selalu menerima dan tidak pernah memberikan apa pun kepada seseorang. Mengingat hal ini membuat suasana hati Hyunjin semakin memburuk dan lagi-lagi membuatnya menghela napas tanpa sadar.

"Kamu masih marah, Hyunjin?" tanya Bangchan yang tidak direspon oleh Hyunjin. "Padahal hari ini rencananya aku mau memintamu untuk membelikanku sesuatu."

"Tidak perlu mengatakan hal itu kalau hanya berusaha untuk menghiburku."

"Aku tidak berniat seperti itu?" perkataan Bangchan yang terdengar seperti bertanya. "Tapi ini serius, aku mau meminta tolong kepadamu karena hanya kamu orang yang kukenal memiliki banyak waktu luang."

"Felix juga memiliki waktu luang, Hyung!"

"Lalu membuatku mendapatkan pertanyaan 'kenapa Chan Hyung tidak meminta tolong kepada Hyunjin?' padahal dia tahunya kita berpacaran."

Hyunjin tidak mengatakan apa pun, tetapi menarik gelas ice americano—yang tentu sudah diberikan hazelnut syrup dua pump—dan melihat Bangchan yang tersenyum. Membuatnya berdecih dan melihat Bangchan justru tertawa.

"Dasar aneh," gumam Hyunjin tanpa sadar dan kemudian matanya membesar karena mendengar tawa Bangchan yang mengeras.

"Hahaha ... sepertinya aku memiliki efek baik bagimu," tawa Bangchan membuat Hyunjin menyipitkan matanya, "hei, tidak apa-apa. Setidaknya kamu sekarang lebih baik karena bisa mengatakan apa yang dipikiranmu."

"Apa yang baik jika orang lain tersinggung mendengarnya?"

"Kenapa harus memikirkan perasaan orang lain jika itu berarti membuatmu menderita?" tanya Bangchan yang membuat Hyunjin tidak mengatakan apa pun. "Juga perasaan orang lain bukanlah tanggung jawabmu. Sama seperti orang lain yang juga tidak perlu diharapkan bertanggung jawab pada perasaanmu, Hyunjin."

Hyunjin kembali mengambil iPad dan menggambar. Satu jam kemudian, Hyunjin merasa bosan karena hanya terus menyelesaikan gambarnya dan teringat kalau Bangchan belum mengatakan apa yang hendak dimintanya. Melihat lelaki itu yang tengah mengenakan kacamata dan matanya tidak lepas dari layar laptop dan mouse di tangan kanannya.

"Hyung...," panggilan Hyunjin membuat Bangchan bergumam sebagai jawaban, "tadi mau minta tolong membelikan apa padaku?"

"Aku sudah mengirimkannya di ponselmu."

"Oh, oke." Kemudian Hyunjin mengambil ponselnya untuk melihat yang dikirimkan oleh Bangchan. Hanya untuk berakhir mengernyit karena ada 9 nomor dan saat membacanya, ternyata itu adalah judul buku. "Apakah aku terlihat seperti orang yang menyukai buku?"

"Aku tahu kamu tidak begitu menyukai buku," ucap Bangchan yang menjawab perkataan Hyunjin, kemudian lelaki itu hanya tertawa, "apa yang tadi aku dengar darimu seharusnya tidak dikatakan olehku?"

Hyunjin mendelik, tetapi Bangchan tetap menatap layar laptopnya—meski senyuman lelaki itu yang terlihat jahil justru semakin membuatnya merasa sebal—dan pada akhirnya hanya membuatnya menghela napas panjang.

"Kenapa harus meminta tolong kepadaku saat ada banyak toko buku online untuk membelinya?"

"Siapa yang bilang buku-buku itu ada dijual di toko buku?" tanya Bangchan yang membuat Hyunjin mengernyit. "Itu buku lama, Hyunjin. Aku tahu kamu tidak suka membaca, meski terdengar ironi saat kamu memiliki akun menulis dengan karya yang populer, tapi aku tidak punya waktu mencarinya sendiri."

"Apa ini caramu meminta tolong kepadaku?"

Bangchan berhenti mengetik dan menatap Hyunjin. Entah kenapa, itu justru membuat Hyunjin panik karena merasa hal yang asing. Bukan dalam konteks takut atau romansa—meski Hyunjin sendiri tidak tahu hal-hal seperti ini seharusnya seperti apa—dan Bangchan hanya tersenyum. "Aku mengandalkanmu, Hyunjin. Kalau setelah menemukannya kamu bisa memberikanku spoiler ceritanya, aku akan lebih berterima kasih."

Hyunjin berdecih,tetapi entah kenapa sekarang dia merasa dipercaya untuk melakukan sesuatu. MeskiBangchan tidak mengatakan rentang waktu untuk Hyunjin menyelesaikan mencarisemua buku yang ada pada daftar tersebut. Karena Bangchan kembali sibuk denganlaptopnya dan ice americano Hyunjin sudah habis, pada akhirnya diakembali menggambar di iPad-nya.


Cosmic Railway | Hyunsungحيث تعيش القصص. اكتشف الآن