17: Sebenarnya Mereka Masih Canggung

176 29 1
                                    

Hyunjin tidak pernah tahu kalau rasa senangnya akan berbanding lurus dengan produktifitasnya dalam menulis. Karena selama ini yang Hyunjin tahu, kebanyakan penulis menjadi produktif saat merasa emosi yang negatif pada dirinya. Sebenarnya Hyunjin tahu dirinya harusnya menahan diri untuk tidak langsung mempublikasikan banyak ceritanya dalam 1 waktu, tetapi digantungkan rasanya tidak menyenangkan.

Kalau bisa Hyunjin berikan saat itu juga, kenapa dia harus menunggu?

"Sepertinya mood-mu sedang bagus," teguran itu membuat Hyunjin menoleh dan melihat Hwiyoung yang tersenyum kepadanya. Hyunjin tanpa sadar ikut tersenyum dan membuat Hwiyoung menatapnya selama beberapa saat sebelum akhirnya tertawa. "Wow ... sepertinya memang suasana hatimu sedang baik sampai mau tersenyum kepadaku. Biasanya kamu sering menganggapku tidak ada."

Hyunjin mendengar perkataan tetangganya itu hanya meringis dan Hwiyoung tertawa. Menepuk-nepuk pundak Hyunjin sebagai gestur keramahan sekaligus menenangkan tetangga apartemennya bahwa dia tidak sedang menyindir.

"Bercanda, Hyunjin. Bercanda." Hwiyoung tidak bisa menahan tawanya. "Setidaknya ada satu manusia Hwang yang ramah kepadaku. Tidak seperti kembaranmu yang seperti ingin mengulitiku tiap bertatapan denganku."

Meski Hyunjin ingin sekali mengiyakan perkataan Hwiyoung, tetapi dia tidak melakukannya dan justru berkata, "Yeji ramah. Hanya matanya yang terlihat jahat."

Hyunjin setidaknya mencoba menjaga citra Yeji yang tidak pernah ramah kepada laki-laki. Meski Hyunjin sedikit paham alasan Yeji seperti itu, meski kembarannya tidak pernah mengatakan apa pun kepadanya. Percuma mencoba menjelaskan kepada Yeji bahwa tidak semua lelaki seperti Ayah mereka, karena trauma tidak semudah itu untuk disembuhkan.

Sebenarnya Hyunjin tidak heran kalau sampai sekarang Yeji tidak pernah berkencan dengan seseorang. Mungkin alasan Yeji yang sibuk belajar bisa dimengerti, tetapi banyak orang yang giat belajar dan masih memiliki pacar.

Pada akhirnya, ini hanya tentang pilihan Yeji.

"Oh, ternyata tetanggaku menunggu pacarnya untuk menjemput." Celetukan Hwiyoung memnbuat lamunan Hyunjin buyar. Melihat Jisung yang berjalan ke arahnya, meski mencium aroma lada yang kuat dan bumbu dapur—meski Hyunjin sudah tahu nama-namanya secara spesifik—yang cukup kuat. Apalagi melihat Hwiyoung yang melirik Hyunjin, lalu berkata, "Sepertinya pacarmu salah paham padaku."

"Dia bukan pacarku."

"Oooh benarkah?" Hwiyoung justru menggoda Hyunjin. "Dia tidak akan mengeluarkan feromon seperti terancam kalau tidak melihatku bersamamu, Hyunjin. Kalau bukan karena dirimu pacarnya, lantas apa hubunganmu dengannya, Hyunjin?"

Hyunjin sebenarnya ingin menjawab, tetapi tidak ada yang bisa dikatakannya. Karena sebenarnya dia sendiri tidak tahu definisi hubungannya dengan Jisung.

Apakah teman?

Namun, rasanya sejak awal keduanya tidak pernah mengatakan hal ini.

Apakah mengakui takdir satu sama lain?

Namun, Hyunjin tidak yakin kalau Jisung mengetahui tentang hal itu. Juga Hyunjin tidak pernah berinisiatif untuk mengatakannya kepada Jisung, karena tahu orang yang disukai lelaki itu.

"Hei, Hyunjin." Sapaan Jisung itu membuat Hyunjin tersentak dan menyadari jika dia sudah berada di depannya. Lalu saat melirik ke kiri, ternyata Hwiyoung sudah tidak ada. Entah memang pergi karena tidak menyukai aroma Jisung yang tengah marah atau karena ada urusan penting. Kemudian, atensi Hyunjin kembali kepada Jisung karena aroma tajamnya yang dihirupnya dan mendengar, "Kamu mencari siapa? Apa mencari orang yang tadi berada di sampingmu itu?"

"Tidak, aku tidak peduli dengan Hwiyoung." Kemudian, Hyunjin tersadar kalau Jisung tampaknya tidak menyukai dirinya menyebutkan nama orang lain meski ekspresi lelaki di depannya ini seolah tidak peduli. "Dia tetanggaku, Jisung. Orangnya memang seperti itu, tebar pesona."

"Aku tidak mengatakan apa-apa?"

Hyunjin hanya tersenyum, tetapi sebenarnya ada setitik harapan jika dia berani untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada Jisung. Bahwa dia bukanlah Beta murni lagi dan Hyunjin bisa mencium aroma Jisung yang jelas memberitahukannya bahwa lelaki itu tengah kesal.

"Oke, jangan bahas hal itu lagi." Jisung akhirnya memecahkan keheningan di antara mereka. "Jadi mau pergi ke pameran bersamaku atau mungkin mau pergi ke tempat lainnya?"

"Kita pergi ke pameran seperti kesepakatan di chat."

Jisung mengangguk dan keduanya mulai berjalan bersisian. Sebenarnya, Hyunjin masih sukar percaya kalau dirinya dan Jisung tiba-tiba menjadi sedikit lebih akrab. Karena waktu itu tiba-tiba Jisung mengampiri Hyunjin dan meminta untuk berkenalan kembali untuk memulai semuanya dari awal.

Meski waktu itu refleks Hyunjin menanyakan setelah perkataan Jisung, akan terjadi hal apa.

Namun, Hyunjin tidak menyangka kalau Jisung justru mengulurkan ponselnya kepadanya dan meminta nomornya. Memang setelah hari itu, mereka terlihat ada kemajuan karena mulai sering mengirimkan pesan kepada satu sama lain. Hanya saja, begitu mereka bertemu kembali hari ini, kecanggungan itu masih ada.

"Aku...."

Hyunjin dan Jisung mengatakannya bersamaan, lalu keduanya terdiam. Saling menatap satu sama lain, kemudian tersenyum canggung. Mencoba untuk akrab kepada satu sama lainnya saat bertemu ternyata lebih sulit daripada melalui pesan. Mungkin karena saat menulis pesan, keduanya bisa merevisi tulisan sebelum dikirimkan dan juga bisa menaruh emoji untuk penegasan bahwa ekspresi tertentu yang ingin ditekankan saat bercerita.

"Kamu duluan," perkataan Jisung membuat lamunan Hyunjin buyar.

"Lebih baik kamu duluan, Jisung."

"Kalau kita saling melempar untuk mengatakan terlebih dahulu, kapan kita akan mendengar yang satu sama lain ingin sampaikan?" tanya Jisung yang membuat Hyunjin terdiam. Kemudian melihat Jisung menghela napas panjang. "Oke, maaf aku mengatakan hal seperti yang barusan kukatakan."

"Tidak apa-apa."

Kemudian tidak ada yang mengatakan apa pun lagi dan sejujurnya ini membuat Hyunjin tertekan. Dia memang suka di tempat yang sepi dan tenang, tetapi bukan berarti saat bersama seseorang akan menyukai keheningan seperti ini. Apalagi aroma Jisung yang menjadi lebih samar dari biasanya dan Hyunjin tidak ingin membuat asumsi yang tidak perlu.

Namun, apa salah kalau Hyunjin sedikit merasa lega kalau Jisung sama merasa canggung seperti dirinya?

Cosmic Railway | HyunsungWhere stories live. Discover now