11: Setiap Orang Memiliki Titik Batasnya untuk Diam

151 35 4
                                    

"Apa gunanya kamu menjadi pertama kalau tidak becus mengurus adikmu?!"

Suara nyaring itu membuat Hyunjin terbangun. Meraba ponselnya untuk melihat jam dan ternyata jam 1 pagi. Suara lainnya Hyunjin dengar, memarahi Yeji dan membuatnya mendengkus. Turun dari tempat tidurnya, berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya. Hanya perlu beberapa langkah membuatnya berhadapan dengan kedua orang tuanya dan Yeji yang duduk di sofa panjang.

Orang tuanya tampak terkejut dengan kehadiran Hyunjin, seolah tidak menduga keberadaannya ada di sana. Meski Hyunjin kalau tertidur seringnya memang tidak mendengar apa yang terjadi di luar, tetapi dia selalu terbangun jika merasa Yeji mengalami sesuatu yang buruk. Hanya selama ini Hyunjin tidak pernah keluar dari kamarnya dan memilih untuk mendengarkan semuanya karena takut.

Takut membuat Yeji semakin kesulitan jika Hyunjin muncul.

Takut tidak membuat perbedaan apa pun jika Hyunjin muncul.

Namun, berapa lama Hyunjin harus membiarkan rasa takutnya menang dan membuat Yeji menderita untuk menerima segala amarah yang seharusnya dikatakan kepadanya sejak awal?

"Kita sudah lama tidak bertemu dan apa harus dengan cara seperti ini untuk melihat satu sama lain?" Hyunjin mengatakannya bukan tanpa rasa takut, tetapi setidaknya dia berhasil untuk menahan suaranya untuk terdengar tidak bergetar.

Lampu yang tidak dinyalakan semuanya setidaknya membantu menyembunyikan ekspresi Hyunjin yang sebenarnya tidak merasa tenang, tetapi dia harus membela kembarannya. Hyunjin membela dirinya sendiri untuk tidak selalu di bawah pengawasan seperti seseorang yang tidak akan melakukan hal yang baik jika tidak di bawah pengawasan.

"Hyunjin, sebaiknya kamu...."

"Sebaiknya aku apa?" Hyunjin memotong perkataan Ibunya dan kemudian melengos. "Kalau kalian tidak suka dengan semua pilihanku, kenapa harus Yeji yang kalian marahi? Kenapa tidak mengatakannya langsung kepadaku?"

"Hwang Hyunjin!"

"Berhenti memanggil nama lengkapku kalau aku mengajukan protes!" Meski Hyunjin tidak yakin tatapannya benar-benar dilihat oleh Ayahnya, tetapi dia sudah merasa muak. "Kalian berdua pulang hanya untuk memberikan tekanan kepada Yeji dengan membawaku sebagai alasannya. Memangnya kalian tidak cukup bersikap egois selama ini dan menelantarkan kami selama ini?!"

Hyunjin pikir, dia akan mendengarkan teriakan amarah dari orang tuanya, tetapi tidak menduga kalau melihat Ayahnya berjalan cepat menghampirinya dan mengangkat tangannya. Membuatnya refleks memejamkan mata karena berpikir akan ditampar, tetapi tidak ada yang menyentuh pipinya dan justru mendengar suara vas yang pecah serta teriakan kesakitan yang membuat Hyunjin perlahan membuka matanya.

Tangan Ayahnya berdarah dan di bawah kakinya berserakan pecahan vas bening, air tergenang yang sedikit tercampur darah dan tangkai-tangkai bunga tulip kuning yang baru dibelinya hari ini. Hyunjin mematung di tempatnya karena tidak yakin dengan orang yang melemparkan vas ke tangan Ayahnya itu. Rasanya tidak mungkin Ibunya, karena Hyunjin tahu perempuan itu lebih memilih menghindar daripada berkelahi dengan Ayahnya.

Tidak mungkin Yeji, karena dia....

"Bukannya kita sudah memiliki kesepakatan untuk 'tidak' memukul Hyunjin sejak hari itu?" Suara Yeji membuat lamunan Hyunjin buyar dan kembarannya itu sudah menyalakan semua lampu di ruang tamu. Langkahnya mendekati mereka dan sejujurnya Hyunjin tidak pernah mengira akan tiba hari di mana Ayahnya memiliki rasa takut hingga tanpa sadar berjalan mundur dua langkah. "Atau aku menelepon weharaboji untuk menghancurkan appa?"

"Hwang Yeji!"

"Ke mana ekspresi tidak takut pada apa pun, appa?" Yeji tersenyum sinis dan Hyunjin melihat kembarannya itu menginjak pecahan vas yang membuatnya refleks menarik untuk menjauh. Meski kakinya menggunakan alas kaki yang digunakan di rumah, tetap Hyunjin khawatir kalau kaki Yeji tertusuk pecahan kaca. Meski sebenarnya Hyunjin ingin bertanya maksud... "Appa, apa tidak cukup membuat Hyunjin kehilangan semua ingatannya hari itu dan aku memilih untuk diam karena masih menganggapmu sebagai orang tuaku."

Cosmic Railway | HyunsungWhere stories live. Discover now