Selenophile R18🍃

707 36 2
                                    


Jujur saja rasa ingin menyapa sangatlah besar
Namun terhalang dengan rasa takut akan nanti
Diabaikan

Mikaeal Lansaladon Arkiesna Ares
🍃❤____________❤🍃

Jihan melotot ia mencubit lengan Sean cukup keras sampai sang empuh meringis. Mengusap bekas cubitan Jihan yang kuat. Ia menatap sang gadis dengan tajam dan beraura dingin. Yang ditatap justru tertawa melihat wajah Sean yang berekspresi lucu.

"Nggak bakalan takut gue, muka lo lucu, gemes pengen nelen "

"Enak aja, nih mending makan keburu dingin nanti nggak enak."

Danu membawa gitar, duduk di depan Jihan. Memangku gitar itu lalu mulai menyanyikan sebuah lagu. Jihan yang mendengarnya tertegun, tidak Sean, Danu dua orang ini sangat mahir bernyanyi. Ketika kemarin mereka di bus perjalanan camping.

Sean bernyanyi dengan merdu, Jihan terlena dengan suara khas cowok itu. Sekarang Danu juga sama, apalagi cowok itu tersenyum memandangi Jihan yang berada di depannya.

"Bagus banget, kalian kok bisa sih nyanyi semerdu itu?" Ujar Jihan tidak percaya, makanan yang ditangan nya tidak jadi ia makan. Lebih memilih mendengarkan Danu bernyanyi.

"Ye, dari dulu kita emang pinter nyanyi. Lo aja baru tauh Han."

Danu meletakan gitarnya di kursi. Ia meminta rokok pada Satria, cowok itu melempar dan jatuh di pangkuan Danu. Danu mengambilnya dan menyalakan menggunakan pematik lalu menyesapnya.

"Danu mah jangan ditanya, dia orang kedua setelah Sean. Gue aja yang nggak bisa." Tutur Abi masih bermain game yang berada di ponselnya.

"Ka Danu kan bisa main gitar, kalau gitu gombalin jihan pake bahasa Arab dong." Ujar Gadis itu dengan antusias.

Mario, Abi dan yang lainnya mengernyit heran. Gombalan bahasa Arab? Memangnya ada? Jika ada mereka baru mendengarnya sekarang.

"Inalillahi wainalilahi rojiun." Ujar Danu dengan menahan tawanya seketika karena ulah Jihan.

"Ehh buset gombalan maut bor." Cibir Mario dengan tawanya yang lantang.

"Miris sekali epribadeh." Timpal Jihan memutar bola matanya malas. Ia menyelesaikan makananya hingga habis. Lalu membuang bungkusnya di tong sampah.

"Han, lo kesini nggak dimarahin bonyok lo?" Tanya Mario yang sedang duduk di sebelah Abi. Jihan menggeleng justru dirumah dia selalu dimarahi. Setidaknya walaupun pergi tanpa pamitan. Ia masih merasa kebahagiaan yang tiada tara. Bisa berkumpul dengan Sean dan teman-temannya.

Mereka juga menerima Jihan dengan baik, tanpa mempermasalahkan Jihan bukan islam. Sore ini dia duduk dengan teman-teman Sean. Bernyanyi, tertawa dan bermain hingga lupa waktu.

Sean muncul dari bilik pintu memberikan ponselnya pada Jihan. Saat selesai menunaikan ibadah sholat Ashar ponselnya berdering. Panggilan telfon dari Sam tidak terjawab. Sean mencoba menelfon balik Sam dan akhirnya di angkat oleh cowok itu. Sam berkata ingin berbicara dengan Jihan, maka dari itu Sean memberikan ponsel itu.

"Hallo Han? Lo dimana?"

"Gue di tempat tongkrongan ka Sean sama temen-temennya. Abang dimana? Udah pulang apa belum?"

"Udah ini baru kelar, gue jemput lo. Suruh Sean Shareloc"

"Gue pulang sekarang? Nggak nanti malem aja ka? Gue males dirumah."

"Jangan gitu, ada hal penting yang harus lo tauh malam ini, Mama yang cerita nanti."

"Males, gue nggak mau dengerin kalu gitu
Mama sama lo aja sana yang cerita."

"Buruan nurut sama Gue.  Lo harus pulang sekarang sama Gue, kalau mau tauh sesuatu yang penting."

"Tadi siang gue berantem sama Mama, nggak mungkin kan pulang-pulang ikut dengerin cerita dia? Gue nggak mood buat bahas apapun."

"Percaya sama gue buat ini aja. Lo lebih kecewa kalau nanti nggak tauh. Udahan gue tutup telfonnya. Jangan lupa kirim alamat lo!"

Panggilan dimatikan oleh Sam sepihak. Jihan menyerahkan ponselnya pada Sean. Cowok itu menerimanya dengan bingung, ia mendengar semua cerita dari Jihan. Dengan segera ia mengirim lokasi ke Sam lewat WatsAapnya.

"Nggak usah cemberut nanti cantiknya ilang. Kapan-kapan nanti main lagi kesini. Sore ini lo harus pulang."

Jihan menghela napas berat, ia memeluk lengan Sean yang sedang berdiri. Posisi Jihan sedang duduk, Danu dan yang lainnya seketika menutup mata tidak berani melihat. Godaan dari Mario pun Jihan hiraukan.

"Ala siah Boy." Cibir Mario menatap Jihan dan Arkie tanpa berkedip.

"Gass terus boss, jangan kasih kendor."

"Enaknya dipeluk, mau juga dong."

"Jangan lupa makan-makan di warung pak Nade
Atau besok di kantin."

"Semoga bisa yang lebih, biar nggak gantung."

Semua teman-teman Sean menyoraki cowok itu dengan Jihan. Jihan bangkit perempuan itu seakan tidak mendengar apa kata Mario dan yang lainnya.  Jihan berjinjit ia memeluk Sean erat, Sean yang dipeluk tiba-tiba hanya bisa diam. Dalam hati jantungnya berdetak sepuluh kali lebih cepat dari pada biasanya.

"Makasih yah ka gue pulang duluan. Makasih semuanya Jihan pulang duluan." Jihan berjalan keluar dari ruang tamu. Sean masih mematung, Danu, Mario, satria, Abi, Arkhan, dan Revan tertawa geli melihat ekspresi lucu dari Sean yang melamun.

"Woilah doi lo udah pergi, ngapain diem kek patung kaya gitu? Kaya baru dipeluk sekali aja." Cibir Mario melempar kacang kulit hingga mengenai kepala Sean.

Laki-laki itu tersadar dan berlari keluar menyusul Jihan. Jihan duduk di depan suara motor Sam sudah terdengar hingga masuk kedalam gang rumah tua itu. Jihan berjalan lesuh mendekati sang kaka yang membuka helm full facenya.

"Buruan naik udah sore, nanti Mama marahin lo lagi bego!"

"Jihan!" Panggil Sean dengan nafas yang terengah-engah. Jarak ruang tamu ke halaman depan memang lumayan jauh.

Jihan menoleh ia masih memasang wajah cemberut. Sean mendekat mencium kening Jihan lama. Sam yang melihat hal itu membelak mendorong bahu Sean cukup keras.

"Main nyosor aja lo dugong! Ini adek gue bego! Lo kira apaan main cium aja."

"Chat gue bales yah, gue nunggu jawaban lo!" Ujar Sean masuk kedalam rumah itu lagi.

Jihan memeluk erat Sam. Mereka berjalan keluar dari pekarangan rumah tua itu. Walaupun terlihat rumah tua dan sudah tidak terpakai. Tapi sudah dirawat oleh Sean dan teman-temannya. Dari mulai membersihkan rumput ilalang dan daerah belakang hingga bersih.

"Han, kalau Mama ngomong apa itu jangan diladenin. Mending kamu pergi aja, takut nanti kambuh lagi penyakitnya."

"Gue udah nggak tahan ka, muak aja sama Mama. Padahal tadi siang gue mau ambil makanan dari Ka Sean. Tapi Mama nggak ngebolehin buat keluar rumah. Yah udah pergi aja."

"Mau dibilang kaya gitupun dia tetep Mama kita. Yang udah ngebesarin dan rawat sampai kita kaya gini. Walaupun kadang tingkahnya bikin eneg, sopan santun harus berlaku."

Jihan terdiam omongan Sam benar juga. Mau dibilang Tania penyakitan, dia tetap ibu dari Jihan dan Sam.

SELENOPHILE🍃|| TAMAT||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang