Chapter 25

76 21 126
                                    

Langkah terus saja dilajukan, tapi pandangan tiada hentinya diedarkan seraya kewaspadaan terus menemani, apalagi kala angin berembus menciptakan suatu bentuk keramaian gemeresak dedaunan menari-nari. Pun pencahayaan dari sang surya tepat di atas kepala sesekali akan menghujani dan sesekali pula akan bersembunyi di antara dedaunan menari tersebut.

Asing. Itulah hal yang tertangkap dan dirasakan. Bahkan serangga-serangga kecil yang bersembunyi di antara semak-semak terus saja berkoar seakan sedang mengajak mengobrol. Entahlah, kala burung-burung yang bertengger di pepohonan malah silih berganti bepergian semacam terusik akan kedatangan dua tamu asing dalam cakupan wilayah kekuasaan mereka.

"Ke mana dia akan pergi sebenarnya? Apa yang ingin dilakukannya di tengah hutan begini?" Pun yakinlah, bukan hanya Xue Jing, melainkan Hui Yan selaku pengekor juga akan mempertanyakan hal-hal ini. Pasalnya, area hutan tidak lagi bisa dikatakan dekat dengan desa, melainkan sudah cukup jauh tertinggal di belakang sana. Oleh karena itu, mau tidak mau Hui Yan sendiri haruslah mengingat-ingat dengan jelas jikalau tidak ingin berakhir tertinggal apalagi tersesat nantinya.

Hanya saja, kenapa Hui Yan kini malah menghentikan langkahnya? Edaran dari sepasang netra bagaikan tak lagi merasa asing akan area hutan ini, dan kian teryakini ketika sepasang pendengarannya mulai menangkap suatu jenis suara ... tepatnya suatu aliran air. Belum lagi, apa ini? Jalanan setapak yang ditelusuri pun layaknya pernah dilaluinya belum lama ini.

Namun, ke mana Kwan Mei pergi telah menciptakan sejumlah jarak cukuplah jauh? Pun Hui Yan kembali melanjutkan aksi mengekorinya, mengikis kembali jarak seaman mungkin dengan penuh harapan jikalau aksinya ini tidak akan berakhir sia-sia. Akan tetapi, siapa sangka kalau wanita yang dianggap aneh oleh warga desa ini malah akan kemari.

Sungai ini .... Buru-buru menyembunyikan diri di balik pohon besar, mendapati Kwan Mei berdiri pada pinggiran sungai. Benar, ini tempat aku dan Ji Yu terbangun pertama kali setelah melompat. Entah apa pula yang sedang diperhatikan wanita itu, terus saja mengedarkan pandangan. Yang mana terlihat seperti sedang .... Tidak mungkin, bukan? Dan untuk tahu benar atau tidaknya kemungkinan itu, Hui Yan hanya bisa menanti dan menanti. Membiarkan sejumlah kawanan nyamuk berdatangan, mengganggu. Setidaknya menemani.

Namun, seberapa lama lagi Kwan Mei akan tetap mematung begitu? Lantas, benarkah tebakan Hui Yan ... jikalau Kwan Mei tidaklah melakukan hal mencurigakan, melainkan hanya sedang ingin menikmati pemandangan atau bahkan sekadar mencari udara untuk menenangkan pikiran atas sikap para warga yang suka mengasingkan dirinya dan sang suami, Tang Yuan.

Kurasa aku memang telah berpikir terlalu jauh. Mendesah, dengingan nyamuk kelaparan pun tak lagi kuat ditahan. Alih-alih terus seperti ini, bukankah lebih baik pergi dan kembali pulang saja sebelum Ji Yu tahu? Akan seperti apa khawatirnya pria itu jikalau melihat rumah kosong, Hui Yan sendiri bahkan tidaklah ingin membayangkannya. Oleh karena itu, Hui Yan pun tak tanggung-tanggung memeriksa kembali suhu tubuhnya sembari membawa sepasang tungkai bergerak pergi, menyudahi aksi memata-matai Kwan Mei.

Akan tetapi, apa yang sedang wanita aneh itu lakukan kini sukses membuat Hui Yan mengurungkan kembali niatnya. Kembali pula ke posisi awal hanya untuk kemudian menyaksikan Kwan Mei melajukan beberapa langkah lebih mendekati sungai, mengulurkan pula sebelah tangan kosongnya semacam hendak menyentuh sesuatu.

Namun, apa sesuatu tersebut? Jelas-jelas tak ada apa pun selain semilir angin. Apa aku berpikir terlalu jauh lagi? Kekecewaan pun kembali dirasakan Hui Yan, tapi seruan seseorang yang memanggil Kwan Mei sukses menghilangkan kekecewaan tersebut menjadi keterkejutan. Mencari-cari asal seruan tersebut datang dari mana dan dari siapa pula. Xiao Tang Yuan.

"A'MEI!" serunya lagi, terburu-buru pula mendekati Kwan Mei seraya menghentikan, menurunkan sebelah tangan terulur dari istrinya ini. "Hentikan," tekannya, menggeleng. Yang mana mau tak mau, Kwan Mei menuruti tanpa bertanya apa-apa, tapi sepasang netra wanita ini justru berkata lain. Mengikuti arah pandang edaran sang suami, Tang Yuan yang berakhir menjatuhkan ke satu arah seakan tahu jikalau sedang dibuntuti atau dimata-matai. "Keluarlah! Aku tahu kalian mengikuti kami!"

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now