Chapter 55

51 16 89
                                    

Menyaksikan akan bagaimana runtuhnya sebagian besar bangunan kuil saja sudah cukup membuat kedua wanita ini hendak menerobos masuk. Namun, kemunculan naga hitam yang meliuk-liuk liar dengan bebasnya ini sukses menghentikan mereka, mendapati pula bagaimana kerasnya benturan demi benturan yang didapatkan sang makhluk kegelapan tersebut di setiap kali usaha penerobosannya terhadap perisai yang melindung lokasi ini.

Jikalau dibiarkan terus, benarkah lapisan perisai pelindung tidak akan rusak? Ke mana pula Pak Tua dan lainnya berada? Kenapa tak kunjung keluar dari reruntuhan bangunan sana? Kala sang naga hitam kembali menggeram, menghentikan aksi terhalangnya ini dengan mengedarkan sepasang netra merah nyalangnya itu ke sekitaran. Semacam tahu jikalau segel yang melindung area ini memiliki pusat yang harus disingkirkan terlebih dahulu.

Anehnya, makhluk ini tampak tak mampu melihatnya. Apa mungkin dikarenakan sumur tersebut tertutupi semak-semak? Ataukah memang karena ia adalah makhluk yang dikurung, jadinya tak memiliki kemampuan untuk melihat apalagi merasakan mana yang menjadi pusat dari segel pengurung yang ada? Akan tetapi, apa pula ini yang sedang terjadi? Seringaian, benarkah makhluk tersebut barusan sedang menyeringai? Kala Hui Yan yang berdiri tepat di belakang Kwan Mei, seketika menurunkan pandangannya. "Barusan, kurasa aku barus saja bertemu pandang dengannya, Kwan Mei."

Oleh karenanya, Kwan Mei pun kembali memerhatikan sang naga. Dan benar saja seperti yang Hui Yan katakan, bukan sumur yang berada di belakang mereka yang makhluk ini perhatikan, melainkan mereka berdualah yang justru menjadi pusat perhatian. Lantas, apakah mungkin karena Kwan Mei ada hubungannya dengan Mo Shan? Tatkala setelahnya, dengan tubuh yang kembali meliuk-liuk itu, sang naga hitam terdengar berucap sudah.

Awalnya dikarenakan rasa takut, Hui Yan tak mampu mendengar jelas. Tak tahu bagaimana dengan Kwan Mei, kala memang wanita ini terlihat jauh lebih berani ketimbangnya. Namun, jika melihat dari pelototan sepasang netra Kwan Mei ... kemungkinan besar wanita ini memanglah telah mendengar.

"Apa yang dikatakan barusan?"

Menggeleng sudah Kwan Mei, tapi Hui Yan merasa sangat yakin kalau gelengan yang diberikan wanita ini bukanlah terkait tidak tahu. Melainkan tahu, tapi ragu dikarenakan belum adanya kepastian. "Kurasa lebih baik Pak Tua yang menjelaskan," ucapnya kemudian, pandangan yang diarahkan pada Hui Yan pun sangatlah sulit dijelaskan dengan kata-kata. Ada semacam tebakan, penolakan, tidak menyangka dan terlebih tanda tanya demi tanda tanya hadir di dalamnya.

"Kiriman langit ... sangat murni. Aku menginginkannya! Kembali ke asalku!"

Badai kian mengamuk, petir yang menyambar-nyambar kian pula menjadi-jadi. Tidak mungkin ingin membantu sang naga terbebas, bukan? Ataukah justru sang naga ini sendiri yang mengendalikan? Bermaksud mempertunjukkan kekuatan sesungguhnya yang ia miliki, dan mereka yang merupakan manusia tidak akan pernah mampu melawan apalagi sampai mampu memusnahkannya.

Tatkala bersamaan dengan amukan badai ini pula, sosok Pak Tua akhirnya melesat dalam kecepatan tak kasatmata keluar sudah dari runtuhan bangunan kuil. Mendekati sang naga hitam yang meliuk-liuk kian dan kian mendekati dua wanita mematung, terpaku tanpa pula mampu berkedip akan apa yang disaksikan ini. Tahu-tahu saja, Pak Tua berhasil sudah menghadang sang naga dengan belati es mata iblis, menciptakan suatu kilauan cahaya kemerahan nan menyakitkan bagi makhluk kegelapan itu sendiri.

"Permataku! Berani kau menggunakannya untuk menahanku!"

"Permata ini bukan lagi milikmu, melainkan hanya berupa senjata untuk memusnahkanmu!" Kilauan cahaya kemerahan dari batu permata yang melekat pada gagang belati pun kian meredup, mendapati pula bagaimana makhluk kegelapan tersebut telah menciptakan jarak aman bagi mereka semua.

"Beraninya manusia rendahan seperti kalian melawanku!" Berkali-kali lipat kemarahan mampu dirasakan. Geraman yang dikeluarkan pun begitulah menggetarkan seluruh area, mendatangkan pula angin ribut yang teramat mengganggu pandangan. Saat itulah, sang naga kembali meliuk-liukkan tubuhnya, menerjang sekaligus menghantam Pak Tua dengan kibasan ekornya. Yang mana kembali sudah makhluk kegelapan ini memandang kedua wanita, mengitari mereka yang menjaga sumur tanpa mengetahui bagaimana kabar dari Pak Tua yang terkena serangan nan kuat dan keras barusan.

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now