Chapter 29

67 22 115
                                    

Waktu memang tidak pernah memedulikan apa pun yang terjadi. Seburuk dan separah apa pun hal yang telah dialami, waktu tetaplah akan terus bergerak maju tak terikat. Memerintahkan sang surya kembali mengambil alih dunia, memancarkan sinarnya pada mereka, tak lain warga desa yang mulai pun kian meramaikan suasana. Namun, kenapa keramaian yang ada bukanlah untuk menyambut hari ataupun memulai aktivitas? Melainkan keramaian yang mampu membangkitkan suatu suasana nan panas, sembari mulut terus saja berucap hingga terdengar layaknya suatu kerumunan nan samar-samar untuk didengarkan.

Lantas, apakah ini suatu pertunjukan yang baru ditetapkan dalam mengawali hari di Desa Weiji?

"Ayo kita menjauh! Jika tidak kesialan akan menimpa kita pula!"

"Bagaimana bisa? Apa yang terjadi di sini?"

"Ini jelas tanda kesialan, aku tidak ingin dekat-dekat dan berakhir tragis nantinya. Ayo pergi, tinggalkan pemiliknya sendiri."

Tak sedikit pula yang berucap, menunjuk-nunjuk betapa banyak hewan-hewan bersayap hitam berkoak-koak ini berdatangan. Apakah mungkin sebesar itu kesialan yang dibawa oleh sang pemilik rumah? Kala koakan nyaring dari gerombolan yang bertengger terus saja menajamkan sepasang netra, siap memangsa siapa saja yang dengan beraninya mendekat.

"Kenapa kalian berempat bengong begitu?" sergah Azhuang, padahal ia baru saja tiba bersama Jing Shin. "Ayo pergi, jangan libatkan diri kita dalam hal tak baik seperti ini," lanjutnya, tapi tak kunjung pula mendapati keempat temannya merespons apalagi menuruti. Tidak mungkin mereka tak mendengar, bukan? Yang mana area rumah didekat gerbang masuk dan keluar desa ini sendiri telah cukuplah sepi kini.

"Ini sungguh keterlaluan, sudah gila," rutuk Xia Chia, bergegas setelahnya pergi menjauh. Pun Jing Shin yang terkejut serta merta memandangi Azhuang, sungguh tak paham alasan kenapa wanita itu mampu sekesal dan semarah itu. Bahkan Yue Ming sendiri taklah ada niatan untuk menyusul, malah memilih tetap terpaku bersama Ji Yu dan juga Hui Yan memandangi rumah bersarangkan gagak ini. Mendapati pula kehadiran seorang wanita berusia sekitar awalan 30 tahun kini keluar, duduk pada teras menyibukkan diri dalam menyulam. Bertindak seakan tidaklah terjadi apa-apa.

Jikalau itu Hui Yan, pasti sudah ketakutan setengah mati. Lantas bagaimana bisa wanita yang terlihat lemah lembut itu bisa begitulah tenang? Apakah ia sama seperti Kwan Mei? Terlalu menderita hidup dalam desa terkutuk ini hingga hal buruk yang menimpa pun ia tak lagi peduli, justru barangkali inilah hal yang sangat dinantikan dalam hidupnya. Dan Hui Yan, mampu merasakan hal itu.

Tapi kenapa aku bisa kian peka seperti ini? Apa mungkin rasa empatiku kian menguat sejak tinggal di desa ini? Mengusap pergi air mata yang meluruh, saat itu pula wanita yang tidaklah diketahui siapa namanya ini menolehkan pandangan lurus pada Hui Yan. Pun dengan cepat pula, Ji Yu menghadang, membawa pergi Hui Yan bersama dengan teman lainnya yang telah beberapa langkah jauh di depan sana.

Begitu sang surya kian meninggi, desa akhirnya kembali beraktivitas normal. Jujur saja, warga setempat sungguhlah luar biasa, bukan? Jikalau terus tinggal di desa, rasa empati mereka barangkali lama-lama akan sama seperti penjaga desa atau bahkan makhluk penghuni hutan area terlarang tersebut.

Memuakkan, sungguhlah sangat menjengkelkan barang sejenak saja untuk tinggal dalam desa ini.

Percayalah, Xia Chia yang sibuk membersihkan sayuran di teras rumah Hui Yan ini pun akan sangat setuju akan hal tersebut. Terlihat, kekasih Yue Ming ini menjadikan sayuran sebagai bahan pelampiasan kekesalannya. Tak mengherankan jikalau Jing Shin yang masihlah belum tahu apa-apa ini berakhir angkat bicara. "Kenapa kau bersikap begitu tak biasa? Kau sedang bertengkar dengan Yue Ming? Bahkan tadi pun kau terlihat sangatlah marah."

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now