Chapter 46

59 18 115
                                    

Tiga Hari Kemudian.

Terangnya rembulan kian menerang dalam bentuknya yang semakin terlihat utuh, meskipun dunia yang luas dikelilingi perbukitan ini tak lain hanya merupakan ilusi belaka. Namun, keindahan yang menenteramkan pasang netra tak bisa dipungkiri adanya. Belum lagi, kesejukan yang diciptakan kala membiarkan tubuh ini bermandikan cahayanya, sungguhlah teramat menenangkan.

Hanya saja, hati dan pikiran kalut masihlah belum bisa dihilangkan sepenuhnya. Dunia itu kejam, terlebih takdir. Lihatlah bagaimana hidup masing-masing dari mereka berempat yang duduk pada meja berpapan besar di teras rumah bambu milik Pak Tua ini. Begitulah lekat memandangi rembulan kala silir-semilir angin cukuplah mampu mengusir keterdiaman nan kesunyian akan suasana.

Tak tahu pula dua orang di dalam rumah sana kapan akan keluar, terutama Yue Ming yang paling dikhawatirkan. Selain menangis, termenung dan kemudian jatuh tertidur. Tidak ada hal lain yang ia akan lakukan lagi. Lantas harus bagaimana menghiburnya? Diajak bicara sekalipun taklah ditanggapi, semacam sepasang indra pendengarannya telah ditutup serapat mungkin.

Sedangkan Pak Tua ... separah apa sebenarnya luka yang dimiliki? Terus saja bermeditasi, hujan atau badai sekalipun tampak tidak akan mampu membangunkannya lagi. Lalu bagaimana jikalau A'Gui kembali datang? Tidak menutup kemungkinan hal itu tidaklah akan terjadi, bukan? Meskipun selama beberapa hari ini, memanglah tidak terjadi gangguan apa-apa. Namun, bukan berarti mampu merasa aman.

Berdasarkan sikap penjaga desa, terlebih A'Gui yang begitulah marah dan kesal. Bukankah sangat tidak mungkin pria itu akan tinggal diam? Ingatlah kembali di hari Xia Chia meninggal, bagaimana pandangan mengintimidasi seorang A'Gui menyiratkan suatu pesan. Pertarungan sesungguhnya pastilah akan terjadi.

Tanpa Pak Tua, dan dengan mengandalkan mereka berempat yang kini mendesah berat, sekiranya bisakah melawan? Pun Ji Yu menyudahi aksi memandangi rembulan, mengarahkan pandangan ke dalam rumah hanya untuk memerhatikan Yue Ming. Pria malang yang barulah kehilangan kekasih tersebut, berharap ia bisa secepat mungkin tersadarkan untuk menerima kenyataan ... agar setidaknya mampu kembali berjuang melanjutkan misi yang belumlah berakhir ini. Kala di mana purnama di bulan ini akan segera terjadi.

"Jika semua masalah telah usai, terbebas sepenuhnya dari desa terkutuk." Tang Yuan tersenyum, ucapan tiba-tibanya sukses pula mengalihkan pandangan semua orang kepadanya. "Aku ingin menanam jeruk ajaib itu, pasti diriku akan sangat kaya setelahnya," lanjutnya yang terkekeh kemudian, puas akan suatu hal sepertinya. Meskipun siapa yang tahu, jikalau ucapan candaan ini hanyalah dilakukan untuk memecahkan suasana emosional yang kian dirasakan kala malam kian larut.

Oleh karenanya, Ji Yu ikutan terkekeh dibuatnya. Melihat Tang Yuan yang memiliki sisi santai seperti ini, bukankah jarang sekali suami Kwan Mei ini perlihatkan? Tentu hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan oleh pria yang biasanya serius. "Jadi, harapanmu setelah terbebas dari desa adalah kembali menjadi kaya?" Dan Tang Yuan hanya mengangguk-angguk, sembari wajah tertuliskan sudah 'jika bisa kenapa tidak?" Yang mana kian membuat Ji Yu terkekeh, tapi menyetujui pula. "Maka jangan lupakan aku setelah kau kaya, aku bisa membantumu menjaga jeruk-jeruk itu agar terus berbuah, bagaimana? Tawaranku bagus, bukan?"

"Semakin larut kurasa pembicaraan kalian semakin melantur saja," sela Kwan Mei, menggeleng-geleng tak percaya. Akan tetapi, tersenyum sudah kemudian. "Tidak takutkah sang pemiliknya sekarang bangun dari meditasi dan menghancurkan kalian?"

"Sebagai seorang pria tentu sudah seharusnya membicarakan kekayaan, itu hal normal. Bukankah begitu, Ji Yu?"

"Tentu saja, pria selalu dilihat dari kekayaan serta kekuasaan. Itulah kenapa, Hui Yan dulu hampir menjadi istri orang. Namun, dengan sigap dan cekatan diriku membawanya kabur bersamaku." Meraih dan menggenggam erat sebelah tangan Hui Yan, seolah menunjukkan betapa cekatan dirinya, tentu dengan ekspresi bangga.

"Kurasa saat itu aku sedang buta, karena itu tidak bisa berpikir jernih. Mungkin, apa karena cincin yang kau berikan padaku? Apa kau membelinya dari seorang cenayang? Mengguna-guna diriku?" Hui Yan menunjukkan cincin giok abu-abu yang tersemat pada jari manis kanannya, sontak membuat Kwan Mei dan Tang Yuan tertawa kecil.

"Whoaahh ... bisa-bisanya kau mengatakan hal itu padaku sekarang." Bergantian memandangi pasangan suami-istri yang tampak sangat puas akan tontonan cuma-cuma menghibur ini. "Terutama di depan mereka, harusnya ini rahasia di antara kita berdua saja, Hui Yan." Kian pula tawa terdengar keras, termasuk Hui Yan yang berakhir mengulurkan tangan kanannya. Dan dengan segera disambut Ji Yu dengan tangan kirinya, memperlihatkan dua cincin giok yang tersemat di jari masing-masing mereka berkilauan dalam pantulan sinar rembulan.

"Tidakkah kalian ingin menikah? Jadikan Pak Tua sebagai tetua kalian, dan kami berdua juga Yue Ming sebagai saksi pernikahan kalian, bagaimana?" Suasana pun sontak saja kembali serius. Memanglah benar, Kwan Mei, wanita ini tak bisa diajak bercanda sama sekali. "Kenapa? Kalian keberatan?"

"Tapi ini dunia ilusi, selain itu ...." Kesedihan terpancar nyata di sepasang netra Hui Yan yang tertunduk kemudian. "Bagaimana bisa menikah di saat baru saja kehilangan teman-teman kita," lirihnya, setetes air mata meluruh.

Serta merta angin bertiup kencang, mendesaukan ilalang. Tatkala keempat dari mereka kembali dihantam keheningan. Kala pandangan di antara keempatnya saling dilemparkan, mendapati jelas bagaimana Kwan Mei cukuplah menyesal telah membawa perihal ucapan pernikahan. Akan tetapi, ketidakasingan yang menyela membuyarkan segalanya. Mendapati Yue Ming, mendekat sudah. "Memangnya kenapa jika ini dunia ilusi? Yang penting, perasaan kalian bukanlah ilusi. Juga, jangan khawatirkan mereka yang telah pergi, aku yakin mereka akan senang melihat pernikahan kalian," ucapnya, mendudukkan diri tepat di sebelah Tang Yuan.

"Kau baik-baik saja? Sudah merasa jauh lebih tenang?" tanya Ji Yu, dan anggukan yang didapatkan sebagai jawaban. "Syukurlah, Xia Chia sekarang pasti merasa sangat tenang di atas sana," tambah Tang Yuan, menepuk bahu Yue Ming seraya senyuman dihadirkan pula di dalamnya. Kala di mana Kwan Mei kembali menyinggung topik pernikahan, akankah melakukan atau tidak? Sedangkan Hui Yan dan Ji Yu sendiri, malah dibuat saling bertukar pandang.

Terkait pernikahan tentu merupakan hal membahagiakan, apalagi taklah mudah bagi pasangan kekasih ini untuk mampu bersama hingga saat ini. Namun, sungguhkah tak apa jikalau mengadakan pernikahan kala situasi dan kondisi seperti ini? Bukankah rasanya kurang tepat untuk dilakukan? Yang mana seharusnya yang dibahas mereka sebenarnya adalah terkait rencana melawan penjaga desa nanti akan seperti apa, bukannya malah membahas masalah pernikahan seperti ini.

Hanya saja, apa pula yang terjadi? Bahkan Pak Tua yang baru saja menyelesaikan meditasi ikutan menyetujui pula, bukankah ini suara bulat? Ataukah mereka sebenarnya diam-diam sudah saling bekerja sama? Lihatlah pula bagaimana Pak Tua kini terlihat jauh lebih baik, wajah tak lagi memucat melainkan jauh lebih berseri. Yang mana pandangan dijatuhkan pada Hui Yan dan Ji Yu secara bergantian. "Pernikahan adalah hal besar dan sangat penting ... sungguhkah kalian bersedia menjadikan diriku pengganti orang tua kalian? Karena aku tidaklah sebaik apa yang kalian kira."

Namun, kelima dari mereka yang mendengar sama sekali tak peduli. Bukti jikalau Pak Tua berkorban banyak dalam menyelamatkan mereka adalah benar. Bahkan sampai terluka cukuplah parah, selain itu ... jikalau menyangkut kematian Azhuang dan Xia Chia, tentu Pak Tua tak bisa disalahkan. Dan Yue Ming, tak sama sekali menyalahkan Pak Tua. Karena jikalau Xia Chia masih hidup pun saat ini, wanita itu pasti akan sangat marah dan kecewa. Mengingat Yue Ming malah menyerahkan benda yang mampu memusnahkan penjaga desa dan roh jahat tersebut pada A'Gui sebagai pertukarannya.

"Maka aku akan menceritakan suatu kisah sebagai ganti kepercayaan kalian, terkait roh jahat yang menghuni gua dari Hutan Malam Abadi, area terlarang dalam desa tersebut ... tepatnya 200 tahun lalu ...." Semacam ada kekuatan magis, tiap kata yang dikeluarkan Pak Tua sangatlah menarik pun hidup, tak ingin terlewatkan sedikit pun. Percaya tak percaya, He Ting dan Xue Jing pun ikut terlena di dalamnya.

Lantas sekiranya, kisah seperti apa yang akan mereka semua dengarkan? Kala di mana tak bisa dipungkiri jikalau kini mereka seperti tertarik sudah ke periode 200 tahun lalu. Saat di mana, Desa Weiji belumlah ada di dunia ini.

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now