Chapter 41

64 18 142
                                    

Gemerisik dedaunan seirama akan datangnya embusan angin, keriang keriut dari hutan yang dipenuhi bambu ini terus saja menari. Bahkan derauan angin tak segan pula membangunkan sejumlah debuan dari jalanan berbatuan tertutupi pula dedaunan kering. Kabut tipis seakan siap hilang sepenuhnya, tapi bukan berarti dinginnya yang menusuk ini mampu dihilangkan.

Meskipun begitu, cuaca dari area hutan bambu yang belumlah diketahui seluas apa ini sangatlah berbeda jauh dengan cuaca yang ada di desa. Lihatlah bagaimana indahnya langit berbintang sana, tidak sama sekali terlihat akan keberadaan awan apalagi awan mendung dengan gelegar gemuruh dari petir yang bersahut-sahutan. Belum lagi rembulan menggantung indah, hampir membuat mereka semua lupa jikalau rembulan tersebut barangkali masihlah sama dengan rembulan di desa terkutuk itu.

Namun, kenapa terasa seakan sedang berjalan di tempat saja? Tak peduli berapa lama sudah waktu berlalu. Bahkan dengarlah sendiri, bagaimana burung-burung hantu bersuara, tapi tak tampak di mana keberadaannya. Belum lagi, apa pula ini? Lolongan kawanan serigala terdengar jauh, seakan sedang menyambut saja. Dan lihatlah kelelawar yang berkelebatan ini, sesekali memang cukup mengganggu, tapi setidaknya lebih baik ketimbang dipertemukan dengan kawanan gagak, bukan? Gagak terkutuk mata-mata bagi penjaga desa tersebut.

"Tidak terdengar memang koakan gagak, apa mungkin karena area hutan ini bukan lagi area desa? Maka dari itu gagak-gagak pun tak lagi berani kemari ...? Ji Yu, bagaimana menurutmu?"

Kekasih Hui Yan ini malah terdiam, terus saja mengedarkan pandangan penuh kewaspadaan. Lagian He Ting tak lagi merasa aneh akan jenis pengabaian seperti ini, tapi bukan berarti isi pikiran ataupun hati dari Ji Yu ia taklah tahu.

Pasalnya, Ji Yu pun mulai mempertanyakan hal-hal tersebut. Akan tetapi, merasa enggan untuk menanyakan langsung kala di mana Jing Shin baru saja tertangkap dan menjadi sandera penjaga desa. Bahkan lihatlah bagaimana kacaunya Azhuang, yang berjalan saja bagaikan mayat hidup. Belum lagi para wanita, terutama Kwan Mei, tampak begitulah hancur yang sesekali akan melirik Azhuang. Entahlah apa yang dipikirkan istri Tang Yuan ini, sampai titik di mana waktu barangkali telah memakan sekitar setengah batang hio lamanya.

Tidak mungkin seluruh area kawasan hutan bambu ini hanya mengarahkan jalanan lurus seperti ini saja, bukan? Ataukah mungkin, ada semacam mantra tak kasatmata pula yang terpasang di sini? Oleh karenanya, tak satu pun di antara mereka bertujuh yang mampu melihat akan adanya suatu perubahan tempat.

Namun, jika benar demikian, lihatlah bagaimana jauhnya jalanan yang tertinggal di belakang sana. Seakan tidak mungkin jikalau sedari tadi mereka berjalan di tempat, dan lihatlah jalanan temaram rembulan yang terbentang di depan sana, apa mungkin ujungnya sudah dekat? Kala memang tak lagi terlihat jalanan lurus, melainkan ... suatu area berupa lapangan,'kah? Dan dengan kecurigaan serta pikiran menerka-nerka tersebut, ke sanalah mereka mempercepat langkah.

Alhasil, memang benar tebakan yang ada, suatu lapangan melingkar yang taklah begitu luas. Mungkinkah akan berlebihan jika mengatakan area tempat ini seakan seperti penjara? Yang mana hutan bambulah yang menjadi jeruji pengurung, dan dedaunan kering menjadi alasnya, tepatnya menjadi tempat peristirahatan mereka semua yang mulai membuat dan menyalakan api unggun.

Lihatlah bagaimana percikan api ini melayang-layang ke atas, berterbangan dari pusatnya yang terlihat bagaikan kunang-kunang sedang mencoba menghibur. Meskipun pada akhirnya termakan udara, menghilang seiring dengan datangnya suara kayu yang terlalap. Setidaknya sukses memberikan kehangatan di sela-sela duduk mereka yang mengitari api unggun, memerhatikan bagaimana api tersebut bergerak-gerak oleh tiupan angin yang seakan siap memadamkan kapan saja, tapi pikiran siapa yang tahu sedang berkelana ke mana, bukan? Barangkali masih tertinggal di gudang penyimpanan sana, kala tubuh fisik saja yang kini duduk termenung kosong menciptakan suatu keheningan.

The Village : Secrets Of Past Life (END)Where stories live. Discover now