07

6.2K 613 22
                                    

Dari kemarin belum ada balasan lagi dari Jeno. Saat Anna benar-benar menunggu pria itu untuk membalas pesannya, Anna yakin betul bahwa nomornya telah diblokir.

Hari ini Anna berniat untuk menemui Jeno di kampus. Tapi sudah ia cari ke tempat biasa Jeno berada, Jeno tidak ada di sana. Anna juga sudah tanya teman-temannya yang mengenal Jeno pula. Tapi mereka juga tidak tahu di mana keberadaan Jeno.

Sempat ingin putus asa, Anna berjalan keluar kampus untuk mencari Jeno di tempat lain. Tapi belum lama ia berdiri di tempatnya saat ini, Anna melihat Jeno sedang jalan lemah sambil menenteng kantung plastik di tangannya.

"Jeno!"

Jeno menolehkan kepalanya. Tapi Jeno tidak berniat untuk menghampiri Anna lebih dulu seperti biasanya. Jadi sekarang Anna yang pergi menghampiri Jeno lebih dulu.

Sesampainya dihadapan Jeno, Anna melihat bahwa kantung plastik yang dibawa Jeno berisi banyak obat.

"Lo sakit apa? Dokter bilang apa?"

"Nggak bilang apa-apa."

"Bohong. Lo pasti nyembunyiin sesuatu dari gue," ucap Anna sambil menatap Jeno. Sedangkan yang di tatap memalingkan pandangannya ke sembarang arah. "Apa yang harus nggak gue ketahui dari lo, Jen? Selama ini lo selalu terbuka sama gue. Hal sepele pun akan lu katakan sama gue. Tapi kenapa sekarang lo nggak mau bilang tentang apa penyakit lo dan separah apa yang lo rasakan. Jangan menghindar, Jen. Gue tau lo lagi dalam masalah. Tapi lo nggak bisa sendirian. Lo nggak bisa membopong beban di pundak lo tanpa adanya bantuan."

"Untuk saat ini gue nggak bisa bilang apa-apa sama lo. Maaf kalau sikap gue tiba-tiba berubah. Gue juga blokir nomor lo," ucap Jeno sambil menundukkan kepalanya.

Anna hanya diam tidak tahu harus membalas apa. Hatinya bergetar, matanya berkaca-kaca. Ingin sekali menangis melihat keadaan Jeno saat ini, tapi Anna tidak ingin Jeno khawatir. Jadi sebisa mungkin Anna menahannya.

"Gue duluan, ya, Na. Maaf gue nggak bisa temenin lo pemotretan. Gue mau pulang, mau istirahat."

"Tapi, Jen—"

Belum sempat Anna melayangkan ucapannya, Jeno sudah lebih dulu pergi. Dalam langkahnya, Anna melihat bahwa Jeno lebih banyak menundukkan kepala sambil meremas kantung plastik yang ada di tangannya.

Anna menghela napas sejenak. Rasa khawatirnya kembali mendominasi hatinya. Anna ingin berlari mengejar Jeno yang mulai menjauh. Ingin menjadi sandaran pria itu di kala susah. Tapi sepertinya Jeno benar-benar tidak ingin diganggu.

Alhasil Anna hanya bisa diam dan duduk di kursi yang ada di sekitar sana.

Ting !

Anna mengecek ponselnya saat satu notifikasi masuk. Ternyata itu dari dospemnya, Jeffrey. Anna menghela napas dan mengusap wajahnya berkali-kali karena kesal kenapa di saat seperti ini Jeffrey masih saja menghubunginya.

Pak DOSPEM
online

| Kamu kapan bisa menemui saya?
| Hari ini bisa?

Kemarin kita baru selesai bimbingan, pak. Apa harus hari ini bimbingan lagi? Saya juga punya kegiatan selain bimbingan dan kuliah, pak. |

| Saya tau.
| Tapi saya mengajak kamu ketemu bukan mau mengadakan bimbingan.

Terus? |

| Kita ketemu aja dulu, ya.
| Saya bingung jelasinnya.

Jangan bilang bapak mau ngajak saya ngedate ya? |
Daripada ngedate, lebih baik bapak urus anak bapak di rumah. Jangan lupa usia bapak sama saya kan beda jauh. |

| Siapa bilang?
| Kamu 20 tahun, kan?
| Cuma beda 4 tahun sama saya.
| Saya nggak tua-tua amat.
| Usia 30 aja belum

HAH?! |

| Mau ketemu sama saya nggak?
| Kalau kamu mau, coba tengok belakang. Mumpung saya lagi nggak ada jadwal ni.

Setelah Anna membaca pesan singkat dari Jeffrey, Anna menolehkan kepalanya ke belakang. Ia pikir Jeffrey hanya bercanda. Tapi ternyata pria itu benar ada di sana sambil melambaikan tangannya.

Jantung Anna berdetak lebih kencang karena ia pikir Jeffrey benar-benar ingin mengajaknya jalan.

Bagaimana kalau ajakan Jeffrey ini ada maksud lain? Anna benar-benar tidak siap jika memang iya.

"Ayo."

Anna mendongakkan kepalanya saat Jeffrey sudah berdiri di hadapannya.

"Bener yang kamu bilang tadi. Kalau saya ajak kamu jalan nggak apa-apa, kan?"

Anna menundukkan kepala bingung harus bersikap seperti apa. Anna akui Jeffrey memang tampan dan terlihat masih muda. Tapi Jeffrey ini dosen pembimbingnya. Mana mungkin ia jalan oleh dospemnya sendiri?

"Anna.."

"I-iya, Pak?"

"Ayo."

"T-tapi saya tadi cuma bercanda, Pak. Nggak ada maksud serius."

Jeffrey tersenyum tipis, kemudian duduk tepat di samping Anna. "Mungkin terlalu tiba-tiba. Tapi saya seneng waktu kamu salah sambung sama saya. Karena sebelum itu saya sudah memperhatikan kamu lebih dulu. Saya tertarik dan ingin dekat dengan kamu. Boleh, kan?"

Anna hanya diam.

"Maaf ya kalau saya buat kamu canggung."

"Nggak apa-apa, Pak. Saya juga minta maaf karena waktu itu saya salah sambung sama bapak. Bahkan kata-kata saya kasar. Saya benar-benar minta maaf."

Jeffrey menganggukkan kepalanya tiga kali. Sebelum akhirnya ia menatap Anna dengan seksama. "Kamu masih canggung sama saya?"

Anna mengangguk.

"Kalau nggak bisa hari ini, next time, ya. Saya pikir juga ini terlalu buru-buru untuk pendekatan kita."

Anna tidak mau terbuai dengan ucapan Jeffrey. Anna hanya mengangguk sebagi jawaban supaya Jeffrey cepat-cepat pergi dari hadapannya.

Tapi terlepas dari itu, Anna tidak ingin munafik bahwa Anna terpesona dengan wajah tampan Jeffrey yang benar-benar bisa mengikat hati wanita dalam sedetikpun.

"Saya duluan, ya, Na."

"Iya, Pak."

Lalu setelah Jeffrey pergi, rasanya Anna ingin berteriak sekencang mungkin bahwa hatinya tidak baik-baik saja.




















- bersambung -

EII GIMANA ANNA SAMA JEFFREY SELANJUTNYA?

Btw, aku pengen ganti judul cerita ini jadi DOSPEM. Karena dari pada salah sambung jadi suka, lebih cocok DOSPEM menurutku.

Menurut kalian gimana kalau aku ganti judul?
Plis bantu jawab.

Karena disini kan Jaehyun jadi DOSPEM yang berharap bisa deketin Anna. Ya kan ya kan?
wkwkwkwk.

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now