12

4.1K 409 4
                                    

Anna membungkukkan tubuhnya pertanda terima kasih karena Jeffrey sudah mengantarnya pulang sebelum hari menggelap. Bahkan Jeffrey mengantar sampai ke depan  rumah, guna memastikan bahwa Anna pulang dengan keadaan baik-baik saja.

Setelah mobil Jeffrey berlalu, Anna memasuki pekarangan rumah. Membuka pintu utama dan melihat keadaan bahwa rumah ini sangat sepi.

"Ma.. Pa.."

Tidak ada jawaban. Padahal biasanya kalau Anna pulang, mama pasti akan menyambutnya dengan senang hati. Begitupun dengan papa yang akan bertanya bagaimana hari ini Anna menjalani aktifitasnya.

Anna menelusuri rumah sambil berteriak mencari kedua orang tuanya. Tapi hasilnya sama. Mereka tidak ada.

"Nona.." Anna memutarbalikkan tubuhnya saat bibi memanggil. "Tadi den Jeno telepon ke tuan Joo minta pertolongan. Bibi nggak denger jelas apa inti dari telepon tersebut. Tapi tuan Joo bilang kalau nona pulang, nona harus menyusul ke rumah sakit Sanjaya, tempat den Jeno di tangani."

Anna membulatkan matanya detik itu juga. Dunianya seakan runtuh mengetahui Jeno sakit separah itu. Dalam perjalanan menuju rumah sakit Sanjaya, di dalam mobil Anna menangis menyesali perbuatannya yang tidak mengecek ponsel saat Jeno meneleponnya berulang kali.

Anna baru sadar saat riwayat panggilan dari Jeno sudah sebanyak 30 kali. Dan satu diantaranya tidak ada yang terjawab.

Anna menyesal karena hari ini terlalu sibuk menghabiskan waktu dengan Jeffrey. Sampai-sampai ia tidak tahu bahwa Jeno sedang membutuhkannya.

Setelah Anna sampai di rumah sakit dan menanyakan di mana keberadaan pasien atas nama Jeno kepada resepsionis, Anna kembali menolehkan kepala saat namanya terpanggil.

Anna melihat itu adalah Jeno yang sedang duduk di kursi roda, dengan orang tua Anna yang berdiri di belakangnya.

"Jen.. Lo kenapa bisa berakhir di sini? Dokter bilang apa sama lo?" tanya Anna sambil menyejajarkan tubuhnya dengan kursi roda Jeno.

"Na..."

Anna mendongakkan kepala saat Joona, papanya, memanggil, "Kata Jeno dokter sakit—"

"Nanti aja, Pa. Biar Jeno yang cerita sendiri sama Anna," ucap Jeno memotong pembicaraan Joona. "Malam ini Jeno boleh nginep di rumah papa Joo nggak? Soalnya malam ini papanya Jeno nggak pulang."

Jeno berbohong. Padahal saat ini sang papa sudah menunggu kehadirannya di rumah. Tapi karena Jeno sedang tidak mood berada di rumah, akhirnya ia memutuskan untuk menginap. Untung saja setelah Joona mengizinkannya.

Setelah perbincangan singkat itu, mereka kembali ke rumah Joona untuk istirahat. Karena ini sudah malam sekali. Namun sebelum benar-benar tidur, Anna pergi ke kamar sebelah, tepatnya kamar tamu yang sedang di tempati Jeno.

"Lo hutang cerita sama gue, Jen," ucap Anna setelah masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang. Membuat Jeno yang tadinya sudah merebah lelah, kini ikut mengubah posisinya.

"Gue nggak siap, Na. Tadi waktu dokter bilang sama mama papa aja mereka kaget. Gimana gue cerita sama lo.."

"Sakitnya parah?"

Jeno mengangguk.

"Cerita sama gue kalo lo masih anggap gue sahabat," ancam Anna membuat Jeno pasrah. Kemudian ia mengeluarkan amplop putih di laci dan memberikannya pada Anna. Tapi sebelum Anna benar-benar mengambilnya, Jeno sempat menahan amplop tersebut. "Kenapa, sih, Jen?"

"Sebelum lo baca surat dokter ini, izinkan gue mengungkapkan perasaan gue, bahwa selama ini gue menganggap lo lebih dari seorang sahabat. Yang namanya sahabatan antara laki-laki dan perempuan, nggak mungkin kan nggak ada timbul perasaan? Mustahil banget. Jadi gue rasa gue wajar menyukai lo."

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now