25

2.8K 245 8
                                    

Selama Jeffrey berada di rumah sakit, Anna selalu mengurusnya dengan baik. Hitung-hitung kursus sebelum jadi istri sesungguhnya.

Tak lain dari itu, Anna juga harus menjaga calon anaknya. Terkesan sangat lucu ya. Yang dulunya sahabatan, sekarang malah Anna harus jadi mama sambung Jeno. Sebenarnya canggung. Tapi Jeno masih memejamkan matanya. Jadi Anna masih bisa bersikap santai. Tidak tahu jika nanti anak itu bangun.

Pagi ini, setelah selesai membantu Jeffrey menyantap sarapannya, Anna tersenyum tipis karena Jeffrey tidak terlalu ribet seperti orang sakit pada umumnya yang dikit-dikit ingin muntah, atau beralasan makanannya tidak berasa sehingga jadi tidak berselera.

"Aku nanti mau ke ruangan Jeno, ya. Mau basuh tubuh dia pakai handuk kecil yang aku bawa dari rumah. Kan udah dua hari Jeno nggak mandi, hehehe.." Anna menunjukkan deretan giginya membuat Jeffrey gemas.

"Makasih, ya."

"Untuk apa?"

"Kamu udah mau urus aku sama Jeno saat lagi sakit. Aku jadi semakin yakin bahwa kamu adalah pilihan yang tepat untuk menjadi seseorang yang aku cintai hingga nanti.." Jeffrey tersenyum tipis. Sementara Anna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah. "Terkesan lebay, ya. Udah tua masih aja ngebahas soal cinta, hehehe.. Tapi aku jujur aku beruntung bisa menemukan kamu."

"Semoga aku nggak mengecewakan kamu nantinya, ya. Yang namanya manusia pasti ada kurang lebihnya. Jadi aku harap kamu juga bisa terima sisi buruk aku."

"Pasti dong, Mam!"

"Mam?" tanya Anna sambil mengerutkan keningnya.

Lalu Jeffrey mengangguk antusias, "Mamanya Jeno."

Anna tersenyum tipis, "Aku nggak tau bisa jadi ibu yang baik apa nggak buat Jeno. Sedangkan aku udah ngecwain hatinya. Aku takut.."

"Jangan takut, kan ada aku. Aku bakal bantu bicara sama Jeno nanti."

Anna mengangguk. Kemudian ia berpamitan karena harus ke tempat Jeno. Namun sesampainya di sana, Anna menemukan dokter yang sedang bicara dengan suster.

"Permisi," ucap Anna sambil membungkukkan tubuhnya.

Dokter dan suster menoleh secara serempak. "Maaf, apa anda keluarga dari pasien?" tanya dokter.

"Iya, saya—" Anna bingung harus memperkenalkan diri sebagai siapanya Jeno. Kalau jawab teman, pasti dokter tidak akan memberitahu kondisi Jeno semalaman ini. Karena sepertinya ada hal serius yang akan di bicarakan. Alhasil, Anna memperkenalkan dirinya sebagai, “Saya ibu dari Jeno. Ada apa, ya, Dok?"

"Semalam kondisi pasien mendadak kritis, bahkan tubuhnya mengalami kejang singkat. Saya hanya memberi saran, alangkah baiknya pasien di temani. Agar kalau ada apa-apa, bisa langsung pencet bel yang ada di sana," ucap dokter sambil menunjuk bel di dekat atas ranjang Jeno. "Mohon kerjasamanya, supaya jika ada apa-apa pasien bisa segera di tangani. Karana saya ataupun suster tidak bisa 24jam ada di sampingnya."

"Iya, Dok. Saya akan menemaninya mulai malam ini," ucap Anna sambil membungkukkan tubuhnya lagi. "Kalau boleh tau, apa sekarang Jeno sudah baik-baik saja? Maksud saya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kan?"

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja pasien harus sering di ajak komunikasi untuk mempercepat kesadarannya. Karena awamnya, koma sama seperti orang tidur dan bermimpi. Jika terus di ajak komunikasi, pasti ia akan mendengarnya."

"Baik, Dok. Terima kasih."

"Saya permisi dulu."

"Iya, Dok."

Setelah dokter dan suster keluar dari ruangan, Anna bergegas membasahi handuk kecil yang ia bawa tadi, lalu membasuhnya ke tubuh Jeno seperti lengan, kaki, dan permukaan wajahnya.

"Jen.. Gue kesini sekalian mau minta izin sama lo. Gue bakal nikah sama bokap lo nanti setelah lo sadar. Gue berharap lo bisa terima ini dan memberi restu pada kami berdua. Nantinya, lo bakal gue yang urus. Kita bakal tinggal di rumah yang sama. Gue jadi ibu lo, dan lo jadi anak gue. Hahaha.. Lucu banget, ya."

Anna tersenyum sambil terus membasuh tubuh Jeno. "Lo masih suka sama gue, Jen? Kalau iya, gue minta maaf ya udah nyakitin hati lo lagi dengan memilih bokap lo buat jadi pasangan hidup gue. Mungkin kita nggak di takdirkan untuk jadi sepasang kekasih. Tapi kita ditakdirkan untuk menjadi anak dan orang tua."

"Lo kapan mau bangun? Papa lo lagi sakit sekarang.." Anna meletakkan handuk kecilnya di atas lemari yang ada di sebelah ranjang Jeno. "Kita semua kangen sama lo, Jen. Termasuk gue."

Anna tersenyum kecut saat tidak melihat respon apapun dari Jeno. Tubuh Jeno terlihat sangat kurus dan pucat. Sehingga Anna takut dan tak kuasa menahan tangisnya.

"Gue janji, kalau waktu gue senggang, gue bakal temenin lo terus di sini. Gue mau jadi orang pertama yang ngeliat lo membuka mata setelah siuman dari koma ini." Anna mengusap rambut Jeno dengan perlahan. "Cepet sadar, ya, Jen. Biar kita bisa kumpul lagi kayak dulu, bisa ketawa-ketawa lagi. Kita harus mengulang waktu itu di masa depan. Lo harus janji sama gue untuk bertahan. Lo harus sembuh.."

Anna terus meneteskan air matanya dan mengatakan, "Gue nggak mau kehilangan lo.."




















- bersambung -

Penasaran nggak gimana reaksi Jeno nanti saat tau papanya bakal nikah sama orang yang Jeno sayang?

Sebenernya pengen banget cepat sampai ke point itu. Cuma nulisnya nggak bisa ngebut, apalagi aku udah masuk sekolah dan mau PKL.
Jadi.. you know lah. harap maklum kalau lama, ya.

JANGAN LUPA KOMEN!

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now