13

3.7K 382 5
                                    

HOEK HOEK

Sudah beberapa kali Anna mendengar dari kamar Jeno bahwa pria itu sedang memuntahkan rasa mualnya. Tapi sepertinya tidak bisa. Karena saking frustasinya, Jeno mengacak rambutnya dan jongkok di dekat pintu kamar mandi.

Sesekali Jeno menjambak rambutnya untuk mengurangi sakit kepala yang kian menyeruak. Tak ayal, ada beberapa rambut yang rontok karena jambakannya.

"Jen.."

Jeno memukul kepalanya sambil menangis kencang. Tak sekalipun ia menggubris peringatan Anna untuk tidak melakukan itu lagi.

"Cukup, Jen. Jangan sakiti diri lo sendiri," ucap Anna sambil mengambil alih tangan Jeno supaya Jeno tak lagi menjambak rambutnya. "Gue tau lo sakit. Gue tau lo nggak terima dengan keadaan ini. Tapi gue mohon jangan lakuin apapun yang bisa bikin diri lo tambah sakit."

Jeno meredakan tangisnya dan mengatur napasnya untuk kembali normal. "Maaf, gue udah ganggu waktu lo tidur. Padahal ini masih pagi banget. Gue mau pulang aja, Na. Gue nggak mau terus-terusan ngerepotin lo."

"Jangan sepagi ini juga, Jen. Nanti ya rada siang baru deh lo boleh pulang. Sekalian biar supir gue yang anter. Gimana?"

Sebenarnya Jeno tidak ingin Anna mengetahui di mana rumahnya. Tapi karena Jeno tidak bisa pulang sendiri dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Jeno membiarkan Anna tahu.

"Lo udah mandi belum, Jen?"

Jeno menggelengkan kepalanya.

"Mandi dulu, ya. Gue ambilin baju papa buat ganti pakaian lo yang ini," ucap Anna sambil membantu Jeno untuk berdiri. Lalu setelah itu Jeno mandi, sedangkan Anna meminta baju Joona yang sudah jarang digunakan.

Sambil menunggu Jeno selesai mandi, Anna pergi ke dapur untuk membantu sang mama menyiapkan sarapan. Namun disela-sela kegiatan, mama membuka suara.

"Na.."

"Ya, Ma.."

"Dokter bilang sakitnya Jeno udah parah. Kalau terlambat ditangani, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Jeno harus secepatnya dapat pendonor."

Anna yang tadinya sibuk menata alat makan di meja, kini menghentikan kegiatannya. "Jeno pasti sembuh kok, Ma.. Aku mengenal dia sebagai pria yang kuat."

"Mama cuma takut aja. Soalnya mama udah anggap Jeno sebagai anak mama sendiri.."

"Aku tau perasaan mama. Aku juga takut. Tapi aku berusaha keras untuk meyakinkan keadaan bahwa suatu saat Jeno bisa sembuh. Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, Ma. Selagi mau ada kemauan untuk sembuh, pasti bisa."

Mama menganggukkan kepalanya singkat. Kemudian ia memindahkan sayur yang baru saja matang, ke wadah yang sudah di siapkan oleh Anna.

Setelah sarapan siap, kini giliran mereka memanggil yang lain untuk sarapan bersama. Saat mama menemui Joona, Anna pergi ke kamar yang masih di tempati oleh Jeno.

"Jen.. Sarapan dulu yuk."

"Gue mual, Na. Gue nggak ikut sarapan, ya. Takutnya nanti di tengah-tengah kegiatan, gue malah buat kalian jijik."

Anna mengangkat alisnya bingung, "Lo kayak baru kenal sama mama papa aja. Santai kenapa, sih.. Mereka juga pasti akan ngerti keadaan lo kok."

Bukannya menjawab, Jeno malah menundukkan kepalanya.

"Lo kenapa, Jen?"

"Nanti kalau gue pulang, kira-kira siapa yang bakal ngurus gue, ya? Siapa yang bakal bangun dan menghampiri gue saat gue mual, sama seperti yang tadi lo lakuin."

"Gue bakal sering jenguk lo kok, Jen. Jadi jangan khawatir, apa lagi sampai mikir yang nggak-nggak."

"Na.."

"Ya?"

"Makasih ya udah mau jadi rumah gue. Maaf kalau selama ini gue belum bisa jadi sahabat yang baik buat lo. Gue sayang banget sama lo, Na.."

Anna tersenyum sambil mengusap kepala Jeno dengan lembut. "Gue juga sayang sama lo, kok."

"Sebagai sahabat?"

"Hehehe.."

Jeno hanya bisa tersenyum kecil, sebelum akhirnya mengikuti Anna untuk turun ke lantai bawah. Tepatnya ke ruang makan.

Omong-omong, Jeno sudah tak lagi menggunakan kursi rodanya. Karena Jeno tidak ingin papanya tau perihal penyakitnya ini. Katanya, Jeno tidak ingin membuat papa sedih.

Saat Jeno dan Anna sampai di ruang makan, tiba-tiba ponsel Jeno berbunyi, pertanda ada notifikasi.

| Kamu kemana, Jen?
| Kenapa semalaman nggak pulang?
| kamu marah sama papa?

Dan Jeno hanya membacanya, tidak dengan membalasnya.














- bersambung -

Hallo!
Perlu diingatkan, ini bukan cerita sedih ya. Cuma konfliknya aja yang begini adanya.
So, enjoy yaa..

Jangan lupa komen banyakin..
Sedih ih komennya henteu ada 🥺

[✓] DOSPEMNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ