23

3K 268 11
                                    

"Gimana kabar mama sama papa, Na?" tanya Jeffrey sambil menggandeng tangan Anna menyusuri taman setelah membeli makanan di seberang jalan.

"Mama sama papa baik kok. Malah waktu itu papa nanyain Pak Jeffrey sama Jeno."

"Mama sama papa tau kalau Jeno anakku?" tanya Jeffrey sambil membulatkan matanya. Lalu Anna mengangguk membuat Jeffrey menepuk keningnya. "Pasti aku dipandang papa yang buruk, ya? Duh.. susah dapet restu deh."

Anna tertawa melihat ekspresi Jeffrey. "Papa nggak marah kok. Lagian aku udah jelasin secara jelas supaya nggak ada kesalahpahaman."

Jeffrey bernapas lega. "Syukur deh.. Aku takut banget di pandang sebagai papa yang buruk. Walaupun kenyataannya memang seperti itu. Tapi jujur, aku nggak berniat buat nelantarin Jeno."

"Sebentar.." Anna menghentikan langkahnya membuat Jeffrey juga berhenti. Lalu Anna melepaskan gandengannya. "Sejak kapan bahasa kita jadi aku-kamu, Pak?"

Jeffrey baru sadar bahwa bahasanya sudah tak formal seperti biasanya. Jeffrey tertawa dan mengangkat bahu bahwa ia juga tidak tahu. Begitupun Anna yang membalas dengan tawaan. Sebelum akhirnya mereka kembali berjalan dan bergandengan tangan.

"Gimana kalau sekarang kamu nggak usah panggil aku pakai embel-embel Pak? Lagian sekarang aku kan bukan dosen pembimbing kamu lagi, Na."

"Iya sih.. Tapi aku harus panggil apa?"

"Jeffrey."

"Hah?"

"Panggil aku Jeffrey. Biar terkesan lebih dekat."

"Tapi usia kita—"

"Cuma beda 4 tahun, Na. Aku nggak apa-apa kok kalau kamu panggil langsung nama. Tapi nggak tau kalau udah nikah nanti," ucap Jeffrey sambil tersenyum senang.

"Kok ngomonginnya nikah mulu, sih? tadi bilang aku mama nya Jeno. Terus mau dapet restu dari papa Joo. Sekarang ngomongin pernikahan. Emang kamu serius sama aku?"

Jeffrey menyuruh Anna untuk duduk tepat di kursi taman. Sedangkan Jeffrey mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Tak lain itu adalah kotak cincin lamaran yang sengaja Jeffrey siapkan.

"M-maksudnya apa?"

Sambil di lihat oleh banyaknya orang yang ada di taman, Jeffrey menekuk kakinya dan menyodorkan kotak tersebut tepat di depan Anna.

"Anna, kamu tau aku suka sama kamu udah dari lama. Cuma aku belum siap untuk mengungkapkannya. Tapi untuk sekarang aku yakin bahwa kamu adalah pilihan yang tepat. Aku juga mau kamu jadi mama yang baik untuk Jeno. Karena selama aku nggak ada untuk Jeno, kamu yang urus dia dengan baik. Aku percaya sama kamu. Jadi, kamu mau hidup bahagia bersamaku?"

Anna melihat sekeliling. Banyak orang yang menyuruhnya menerima lamaran dari Jeffrey. Tepukan tangan dan sorakan menggema seketika.

Tapi Anna belum yakin untuk menerima lamaran dari Jeffrey yang terbilang mendadak. Walaupun mereka sudah dekat dari beberapa bulan belakangan ini.

"Na.." Jeffrey kembali memanggil Anna saat Anna tak memberikan jawaban apapun. "Kamu mau, kan?"

Anna menghela napasnya dan mengangguk. Sebelum akhirnya Jeffrey memasangkan cincin pemberiannya di jari manis Anna.

Anna menerima lamaran ini karena tidak ingin membuat Jeffrey malu di depan banyak orang. Padahal yang sebenarnya Anna masih ingin banyak bicara pada Jeffrey tentang ini.

"Makasih ya, Na.."

Anna hanya mengangguk.

"Kamu kenapa? Kok keliatannya nggak seneng gitu aku lamar?" Jeffrey sadar bahwa Anna tidak baik-baik saja.

"Aku seneng kok. Aku juga suka sama kamu, Jef. Cuma.. Aku kepikiran Jeno."

"Ada apa dengannya?"

"Apa Jeno akan menerima aku sebagai mama nya? Apa Jeno bisa mengikhlaskan perasannya padaku? Sedangkan Jeno pernah menaruh rasa dan aku nggak tau apa perasaan itu sudah hilang atau tidak," ucap Anna dalam kekhawatirannya. "Aku nggak mau menghancurkan perasaan Jeno untuk kesekian kalinya. Aku juga nggak bisa jadi mama yang baik untuknya. Dia membenci aku.."

"Kita bisa bicarakan ini baik-baik dengannya nanti."

Anna menggeleng. "Gimana kalau dia sadar dan tau kita akan menikah, lalu perasaannya kembali hancur? Dia pasti akan membenci aku lebih dalam lagi. Dia nggak mau punya nama seperti aku. Gimana kalau kita batalkan saja lam—"

"Nggak. Aku nggak mau," ujar Jeffrey saat tahu Anna akan mengatakan apa. "Kita bicarakan ini nanti kalau Jeno sudah sadar. Aku yakin dia terima kamu sebagai mama nya. Walaupun awalnya kalian bersahabat dan Jeno menyukai kamu. Di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin, Na.."

Anna hanya diam.

"Kamu percaya sama aku, kan?"

Awalnya Anna ragu. Tapi ia berusaha meyakinkan hatinya bahwa keadaan akan baik-baik saja.

Anna tidak ingin munafik, bahwa ia juga mencintai Jeffrey. Anna hanya memikirkan perasaan Jeno kedepannya akan seperti apa. Karena Anna ingin Jeno juga bahagia.













- bersambung -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- bersambung -


kalau mau happy ending dan ada squel cerita ini, bisa kan kalian komen? hehe.. biar adil dan sama-sama enak, friend..

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now