21

3.3K 283 3
                                    

Anna menundukkan kepalanya sambil menatap daun kering yang ada. Berada di taman seorang diri seperti ini membuat Anna sedikit tenang, ketimbang ada di kerumunan orang-orang yang mengucilkannya.

Di satu sisi Anna ingin sekali menumpahkan kekesalannya melalui tangisan. Tapi kalau menangis sendirian, takut di sangka orang gila.

Akhirnya Anna cuma bisa melampiaskan dengan menendang daun kering di sekelilingnya. Tapi saat Anna sedang menendang salah satu rumput, tiba-tiba kakinya terhenti karena ada yang menahannya.

"Pak Jeffrey?" Anna tersentak. Kemudian dengan reflek ia mengambil tangan Jeffrey dan membersihkannya menggunakan tisu basah yang Anna punya.

"Kamu ngapain?"

"Tangan bapak kotor gara-gara pegang sepatu saya," ucap Anna sambil mengelap tangan Jeffrey berulang kali menggunakan tisunya. "Lagian bapak kurang kerjaan banget sih.."

"Kamu juga kurang kerjaan nendang-nendang daun kering yang nggak punya salah," ucap Jeffrey kemudian duduk tepat di samping Anna dan menyodorkan sebotol air mineral. "Minum dulu coba. Kamu pasti lagi emosi gara-gara masalah tadi, kan?"

Anna mengerutkan keningnya.

"Minum dulu," ujar Jeffrey lagi sekaligus memaksa Anna untuk mengambil botol tersebut.

Lalu setelah Anna meneguk air mineral yang Jeffrey bawakan, Anna kembali bertanya tentang ucapan Jeffrey sebelumnya.

"Masalah yang bapak maksud apa, ya?"

"Yang tadi, di tengah kampus. Waktu kamu di hadang sama komplotan lambe turah, terus tiba-tiba ada pahlawan datang," ucap Jeffrey sambil menatap Anna dengan senyuman. "Maaf ya kalau perlakuan Jeno masih buruk sama kamu. Maaf juga kamu jadi ikut ke dalam permasalahan saya."

"Saya yang harusnya minta maaf, Pak. Gara-gara saya bapak jadi di cap jelek sama satu kampus. Bapak juga jadi bahan omongan orang-orang. Maaf juga ya, Pak. Dua bulan lalu saya sempet cuekin bapak karena saya juga belum bisa berdamai dengan keadaan. " ucap Anna sambil tersenyum tipis.

"Nggak apa-apa, saya ngerti kok," ucap Jeffrey. "Sebenernya ini terjadi karena kesalahpahaman juga keegoisan. Saya sebelumnya sudah coba bicara dengan Jeno untuk memaafkan keadaan, tapi sepertinya Jeno belum bisa. Jeno masih mendiamkan saya kalau di rumah. Padahal sebisa mungkin saya sudah meluangkan waktu untuknya.."

Anna mengangguk singkat. Lalu kembali bertanya, "Keadaan Jeno bagaimana, Pak?"

"Harusnya Jeno sudah rawat inap. Tapi Jeno keras kepala dan mengatakan bahwa dia ingin berobat jalan saja. Akhir-akhir ini saya khawatir dengan keadaannya. Apa lagi setiap pagi Jeno selalu mual dan merintih sakit di bagian perut bawahnya."

Rasa khawatir menyeruak. Tapi Anna juga tak bisa berbuat apa-apa. Keadaan sudah tak sama seperti dulu.

"Saya sepertinya butuh bantuan kamu untuk membujuknya, Na.."

Anna menoleh dan menggeleng. "Jeno nggak mungkin dengerin ucapan saya. Dia sudah membenci saya. Jeno bukan Jeno yang dulu, yang selalu nurut dengan perkataan saya."

"Saya takut Jeno kenapa-napa," ucap Jeffrey sambil meluruskan pandangannya. Jeffrey juga terlihat khawatir memikirkan keadaan Jeno. Tapi ... Ada satu hal yang membuat Anna salah fokus.

Jeffrey terlihat lebih kurus dari beberapa bulan sebelumnya. Apa Jeffrey terlalu sibuk memikirkan pengobatan Jeno, sehingga lupa bahwa ia juga harus menjaga pola makannya?

"Kamu kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Jeffery sadar saat Anna masih memperhatikannya.

"Bapak sakit nggak?"

Jeffrey menggeleng.

"Maksud saya, selama beberapa bulan kita nggak ketemu, bapak pernah jatuh sakit atau apa gitu."

"Saya sehat kok. Nggak pernah jatuh sakit. Memangnya kenapa?"

Anna tersenyum tipis, "Bapak kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Jangan bilang bapak sibuk sama pengobatannya Jeno, sampai lupa urus diri, ya?"

"Keliatan banget ya?"

"Jadi bener bapak nggak jaga pola makannya bapak selama dua bulan belakangan ini?" tanya Anna dengan nada suara sedikit meninggi. Kemudian Jeffrey menganggukkan kepalanya singkat membuat Anna semakin tercengang. "Jangan kayak gitu lagi. Nanti kalau bapak sakit, terus yang urus Jeno siapa? Yang jadi dosen pembimbing saya siapa?"

"Saya udah nggak bisa jadi dospem kamu lagi, Na.."

"Kenapa?"

"Saya memutuskan untuk mengundurkan diri. Saya mau fokus sama perusahaan saya, juga kesembuhannya Jeno. Maaf ya saya nggak bisa tuntun kamu sampai benar-benar lulus. Tapi tenang aja. Dospem pengganti saya sudah ada kok untuk kamu.."

Entah kenapa Anna sedikit kecewa dengan keputusan Jeffrey. Tapi kalau dengan ini Jeffrey dan Jeno bisa lebih banyak waktu bersamanya, Anna pasti mengerti dan setuju dengan keputusan Jeffrey ini.

"Kamu lagi nggak ada kelas, Na?"

"Udah selesai satu jam lalu."

Jeffrey menganggukkan kepalanya. "Kamu mau lihat saya gemuk lagi nggak?"

Anna mengangguk antusias.

"Temenin saya makan siang, ya."

Sebenarnya Anna ingin. Tapi Anna tidak mau Jeffrey terus-terusan jadi bahan omongan orang-orang karena jalan berdua dengannya. Apa lagi Anna tidak enak dengan Jeno. Jadi Anna menolak ajakan Jeffrey dengan cara baik-baik. Untungnya Jeffrey mau mengerti.

Tidak lama setelah penolakan makan bersama itu terjadi, tiba-tiba ada mahasiswa yang berlari ke arah mereka dengan napas terengah-engah.

"Pak Jeffrey papanya Jeno, kan? tanya mahasiswa tersebut.

"Iya, saya papanya. Ada apa dengan Jeno?" tanya Jeffrey penuh khawatir.

"Tadi Jeno jatuh dari kamar mandi. Terus nggak sadarkan diri. Sekarang dia lagi dilarikan ke rumah sakit terdekat dari sini," balas mahasiswa tadi membuat Jeffrey dan Anna membulatkan matanya. Kemudian mereka berlari menuju mobil Jeffrey berada, dan melaju kencang ke arah rumah sakit yang di maksud.

"Jeno.. Papa minta maaf.
Lagi-lagi papa nggak ada di saat kamu susah. Papa nggak bisa melindungi kamu dengan baik.."












- bersambung -

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

- bersambung -

keknya beberapa part lagi kelar ni.. wkwk


[✓] DOSPEMUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum