29

2.4K 207 8
                                    

Setelah memutuskan batal berpisah, Jeffrey menyuruh Anna untuk pulang agar bisa istirahat. Karena akhir-akhir ini Anna sibuk mengurus Jeno, juga jadwal kuliah yang semakin padat akibat Anna adalah mahasiswi tingkat akhir. Anna juga harus bertemu dosen pembimbingnya yang baru untuk menyelesaikan skripsi.

Namun selama Anna menjalani bimbingan bersama dospem barunya, Jeffrey tetap menjadi dospem pertama bagi Anna. Jeffrey selalu menyempatkan waktunya untuk bertanya sudah sejauh mana skirpsi Anna saat ini. Jeffrey selalu memberikan masukan membuat Anna lebih paham, sebelum ia harus ketemu dosen pembimbingnya yang baru.

Setelah Anna kembali ke rumah, Jeffrey masih menetap di rumah sakit untuk menemani Jeno. Terlihat anak itu sedang memakan buah yang tersedia. Kemudian mengalihkan atensinya saat Jeffrey menghampiri.

"Mana si Anna? Katanya tadi papa mau ngejar dia?" tanya Jeno.

"Anna papa suruh pulang soalnya dia udah terlalu sering di sini sampe lupa bahwa dia juga harus istirahat," ujar Jeffrey menyindir Jeno. Dan setelahnya Jeno mengerutkan kening bingung.

"Maksud papa apa?"

"Kamu inget omongan Anna tentang papa yang selalu ada di samping kamu, basuh tangan dan kaki kamu, bahkan sampai nginep di sini."

Jeno mengangguk antusias. "Kenapa papa mau luangin waktu buat aku? Apa papa merasa bersalah karena selama ini nggak pernah ada waktu buat aku?"

"Iya, papa merasa bersalah. Maaf, ya, Jen.."

Jeno menghela napasnya sambil menatap Jeffrey dengan hangat. "Jeno juga minta maaf ya, Pa. Jeno udah banyak salah sama papa. Jeno selalu salah paham dan nggak mau dengerin penjelasan papa dulu.."

Jeffrey tersenyum saat Jeno berani untuk meminta maaf. Setidaknya ia punya titik terang untuk meluluhkan Jeno lebih jauh lagi.

"Pa, coba jelasin lagi kenapa papa mau nemenin Jeno selama ada di sini.."

"Papa nggak nemenin kamu. Kan papa juga sakit," ucap Jeffrey sambil menunjukkan kakinya. Bahkan sampai saat ini Jeffrey masih duduk di kursi roda.

"Terus maksud Anna tuh apa? Aku nggak ngerti."

"Selama kamu ada di sini papa cuma nengokin sesekali. Setelah itu papa harus balik ke ruang inap papa. Dan buat yang nemenin kamu, bahkan sampai nginap di sini, itu bukan papa. Melainkan Anna. Setiap pagi dan sore Anna nggak pernah lupa buat basuh tangan dan kaki kamu menggunakan handuk kecil yang sengaja dia bawa dari rumah. Dia juga selalu ajak ngomong walau kamu nggak kasih dia respon. Dia pernah bilang sama papa kalau dia mau jadi orang pertama yang melihat kamu sadar. Tapi di saat kamu sadar, sayangnya dia lagi keluar beliin papa makan."

Mendengar cerita Jeffrey barusan, Jeno mengalihkan atensinya dan menundukkan kepala. Jeno merasa bersalah karena sudah menghakimi Anna lebih dulu dengan mengatakan yang tidak-tidak. Tapi, Jeno juga malu jika harus minta maaf duluan.

"Jen, papa sama Anna udah tunangan."

Sontak Jeno mengangkat kepalanya dan menatap Jeffrey tidak percaya. "M-maksud papa?"

"Anna bakal jadi mama kamu nanti."

Baru saja Jeno respect pada Anna karena berbaik hati mau meluangkan waktunya di saat kepadatan jadwal melanda. Tapi lagi-lagi Jeno dibuat kesal.

"Maafin papa, Jen. Kamu kalau mau marah sama papa aja, jangan sama Anna. Anna nggak salah apa-apa."

"Bisa-bisanya papa milih perempuan yang jelas-jelas aku sukai selama ini. Padahal aku udah ngungkapin perasaan lebih dulu. Tapi sampai sekarang nggak ada kepastian. Ternyata aku kurang sempurna dari papa yang punya segalanya," ucap Jeno sambil tersenyum smirk.

"Maaf, Jen.."

"Semakin kesini aku benci kata maaf."

Jeffrey menatap Jeno sendu. Sedangkan yang ditatap mengalihkan atensinya ke sembarang arah.

"Selama ini Anna bisa bersikap baik sama kamu saat kamu marah. Dia selalu menunggu kamu untuk menerimanya kembali. Dia selalu tersenyum seolah tidak ada masalah di hidupnya. Jen, papa tau kamu orang baik juga. Kita sudahi permasalahan ini dan memaafkan keadaan. Di sini papa yang salah karena kurang peka sama apa yang kamu mau, juga sudah merebut kebahagiaan kamu. Tapi coba kamu maafkan semuanya. Kita mulai dari awal. Papa yakin semua akan kembali baik-baik saja. Papa bakal luangin waktu untuk kamu, sekalipun nanti papa sudah menikah dengan Anna. Papa janji bakal jadi lebih baik lagi, Jen.."

"Semua akan kembali baik-baik saja papa bilang?" tanya Jeno yang dibalas anggukkan singkat oleh Jeffrey. "Terus kalau aku nanti restui pernikahan papa sama Anna, apa harus setiap hari aku melihat kedekatan mereka? Melihat kemesraan papa bersama perempuan yang aku cintai? Lalu, di mana letak kebahagiaan aku? Mana yang papa anggap baik-baik saja?"

Jeffrey menghela napasnya dan menunduk sambil meremas ujung pakaiannya. "Jadi kamu nggak restui papa sama Anna?"

Jeno hanya diam.

"Papa mau menikah atas restu kamu sebagai anak papa. Tapi kalau kamu nggak restui papa untuk menikah dengan Anna, papa lepas Anna buat kamu."

"Aku bukan papa yang bisa mengambil kebahagiaan orang lain."

"Maksud kamu?"

"Biar aku yang ngalah."

"Jen.."

"Aku restui papa sama Anna," ucap Jeno walaupun di dalam hatinya mengatakan tidak. Karena melepas orang yang benar-benar ia sayang adalah suatu penyakit yang susah disembuhkan. "Aku titip Anna sama papa."

Jeffrey mengangguk sambil meneteskan air mata bahagianya. Kemudian ia menggerakkan kursi rodanya mendekat ke arah Jeno. "Berarti kamu juga mau maafin Anna, kan?"

Jeno hanya mengangkat bahu. Tapi Jeffrey tak peduli. Soal maaf-memaafkan bisa ia bujuk Jeno lagi lain waktu. Untuk hari ini, setidaknya Jeffrey sudah menemukan satu jalan keluar.























- Bersambung -

Happy ending apa sad ending ni?
Inget ya, Jeno belum sembuh dari sakit ginjalnya hoho.. Jadi masih ada kemungkinan moment sad 😃

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now