22

3.2K 273 6
                                    

Perjalanan menuju rumah sakit tidak begitu lama. Yang lama hanya saat menunggu dokter keluar dari ruang pemeriksaan Jeno. Sudah setengah jam Jeffrey dan Anna menunggu di luar. Belum ada kepastian dari dalam apa Jeno dalam kondisi baik setelah jatuh di kamar mandi kampus.

Dalam diam Jeffrey terus merapalkan doa, semoga ia masih mempunyai kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Jeno. Jeffrey tidak ingin hal buruk menimpa pada putranya.

"Jeno anak yang kuat. Dia pasti bisa pulih," ucap Anna sambil menepuk bahu Jeffrey guna memenangkan pria itu.

"Aku takut.."

"Aku juga. Tapi kita harus yakin kalau Jeno pasti baik-baik saja."

Jeffrey mengangguk. Lalu tak lama dari itu, pintu ruangan terbuka. Dengan segera Jeffrey menghampiri dokter dan menanyakan bagaimana kondisi putranya.

"Pasien terjatuh dengan benturan keras sampai tak sadarkan diri. Sekarang kondisinya kritis dan koma. Hanya mukjizat Tuhan yang saat ini kita butuhkan. Semoga pasien tidak koma dalam jangka panjang."

Jeffrey menutup mulutnya karena terlampau kaget. Jeno belum sembuh dari penyakit ginjalnya, tapi sudah mendapatkan penyakit lainnya. Jeffrey merasa gagal jadi orang tua karena tidak bisa memastikan anaknya tumbuh dengan baik selama ini.

"Apa ada yang harus di khawatirkan lagi? Saya benar-benar takut akan keadaannya.."

"Tidak ada. Beruntung kepalanya tidak terkena benturan keras. Mungkin kalau kepalanya terluka, pasien bisa sampai hilang ingatan atau bahkan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Kita sama-sama berdoa semoga pasien bisa cepat sembuh," ucap dokter yang di balas anggukkan oleh Jeffrey dan Anna. "Kalau sudah tidak ada yang di tanyakan, saya permisi dulu ya. Masih ada yang harus saya urus. Kalian boleh menjenguk pasien di dalam."

"Terima kasih, Dok."

Dokter tersenyum singkat, lalu pergi menyisakan Jeffrey dan Anna.

Kini mereka memasuki ruang rawat Jeno dan menemukan Jeno sedang memejamkan matanya penuh damai. Sampai Jeffrey tak kuasa menahan tangisnya saat mengingat kondisi Jeno tak pernah baik-baik saja.

Jeffrey menggenggam tangan Jeno dan meletakkan di pipi kanannya. Jeffrey sadar bahwa tubuh Jeno lebih kurus dari sebelumnya.

"Waktu itu Jeno ingin sekali ditanya tentang keadaannya, apa Jeno makan dengan baik atau tidak, makan apa hari ini, dan bagaimana Jeno menjalankan kesehariannya tanpa papa. Tapi sekarang tanpa papa harus tanya sepertinya papa sudah tau jawabannya. Maaf, Jen.. Papa belum bisa menjaga kamu dengan baik. Papa nggak seperti dulu yang selalu ada di saat kamu membutuhkannya," monolog Jeffrey sambil menatap Jeno. Sedangkan Anna hanya bisa menenangkan dari belakang punggung Jeffrey.

Kemudian Jeffrey menyeka air matanya yang menetes. Lalu menatap Anna dengan mata yang masih berkaca-kaca. "Saya masih bisa disebut seorang papa nggak, ya? Apa Jeno menyesal telah dipertemukan oleh saya?"

Tidak sekalipun Jeffrey menangis. Selama ini Jeffrey selalu menunjukkan sisi terbaiknya. Anna gemas dan mengusap kepala Jeffrey dengan perlahan. "Walaupun Jeno lagi marah sama kamu, dia tetap bangga sama kamu karena sudah membesarkan dia seorang diri. Jeno nggak benar-benar membenci kamu kok.."

"Tapi saya takut.."

"Nggak perlu takut. Jeno anak yang kuat kok.."

Jeffrey mengangguk dan tersenyum tipis ke arah Anna. Kemudian dengan lancang Anna menggenggam tangan Jeffrey dan menyuruh pria itu untuk bangkit dari posisinya.

"Kira-kira kalau kita keluar sebentar bapak keberatan nggak?"

"Mau kemana memangnya?"

Anna berpikir. Ia juga tidak tahu sebenarnya harus kemana. Tapi kalau terus membiarkan Jeffrey berada di samping Jeno, pasti Jeffrey akan terus memikirkan kesalahannya.

Anna hanya tidak ingin Jeffrey larut dalam kesedihan.

"Gimana kalau kita ke taman yang biasa saya kunjungi dengan Jeno? Kalau di sana Jeno suka berbincang dengan anak kecil yang ada lho.. Itu juga sudah jadi tempat favoritnya."

Jeffrey diam sambil menatap Jeno. Tatapannya terlihat sendu, membuat Anna merasa tidak enak. Jeffrey pasti tidak ingin meninggalkan Jeno sendiri.

"Jen.. Papa izin pergi ke tempat favorit kamu sama Anna, ya. Papa juga mau tau apa yang bisa membuat kamu nyaman berada di sana," ujar Jeffrey masih dengan fokusnya pada Jeno.

"Jeno izinin kok," jawab Anna sambil menepuk bahu Jeffrey dan memberikan senyum terbaiknya. Begitupun Jeffrey yang membalas dengan senyuman pula.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke taman yang lokasinya tidak terlalu jauh. Beberapa menit dalam perjalanan, mereka pun sampai dan menemukan banyak anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya.

Jeffrey berjalan lebih dulu dan duduk di salah satu kursi taman. Lalu setelah itu Jeffrey memanggil Anna untuk duduk di sebelahnya dan melihat anak kecil yang ada.

Jeffrey tersenyum puas. Kesedihannya sudah tak terlihat, membuat Anna ikut senang. Hal sederhana ini berarti besar untuknya.

Saat mereka sedang duduk, tiba-tiba ada anak perempuan yang datang menghampiri sambil memeluk boneka miliknya.

"Hai, ada apa?" tanya Jeffrey sambil mendekatkan dirinya pada anak perempuan tadi.

"Om sama tante kesini berdua?"

Sebelum menjawab, Jeffrey menatap Anna dulu. Baru setelah itu ia mengangguk, kembali melihat ke anak perempuan di depannya. "Ada apa memangnya?"

"Om dan tante punya anak?"

"Nggak."

"Punya."

Jeffrey dan Anna menjawab dengan serempak. Namun jawabannya berbeda. Membuat anak kecil tadi mengerutkan keningnya.

"Jadi yang benar yang mana? Soalnya kalian terlihat sangat cocok dan serasi. Jadi aku pikir kalian sudah punya anak."

"Punya kok," jawab Jeffrey. Kini giliran Anna yang mengerutkan keningnya. "Anak kami laki-laki."

"Pasti anak itu sangat beruntung."

Jeffrey hanya membalas dengan senyuman tipis. Sebelum akhirnya anak perempuan tadi pergi karena di panggil oleh orang tuanya.

"Padahal Jeno kan anak bapak, bukan saya," monolog Anna sambil menatap kepergian anak tadi.

"Tapi sebentar lagi kan jadi anak kamu."

Anna menolehkan kepalanya, "Apa?"

"Jeno juga anak kamu."

"Nggak. Jeno teman saya."

"Kenapa? Kamu nggak mau jadi mamanya Jeno?"

Anna tertegun. Ia hanya bisa diam saat tahu pembicaraan ini akan dibawa kemana.















- bersambung -

hahai.. bau-bau happy ending😃

[✓] DOSPEMWhere stories live. Discover now