15. Penyuka Malam

3.1K 176 1
                                    



Aku menatap cemas benda panjang yang berada di tanganku, gugup dan takut jelas aku rasakan, aku takut benda ini mengecewakan ku lagi untuk kedua laginya.

"Duduk Dek, gak usah tegang gitu." Aku menoleh pada Mas Arbi dengan raut wajah yang masih sama, takut.

"Gimana kalo gak sesuai ekspetasi?" tanyaku padanya sambil duduk di dekatnya, Mas Arbi menyandarkan kepalaku ke dadanya ku rasakan detak jantungnya yang berdetak dua lipat, mungkin dia sama risaunya seperti ku.

"Kita serahin semua sama Allah ya, Dek." Perlahan tangan Mas Arbi menuntunku untuk membuka genggaman tanganku yang terdapat persegi panjang itu.

Perlahan genggamanku terbuka dan nampaklah benda persegi panjang itu, Mas Arbi mengambilnya untuk dilihatnya dari dekat, dan rasanya aku ingin menangis saja bahwa tanda itu cuman satu garis.

"Tuh 'kan!" Aku menenggelamkan wajahku di dada Mas Arbi, dengan air mata yang mulau jatuh, sedih dan kecewa bercampur aduk dalam hatiku, sesak rasanya mengetahui aku belum hamil juga.

Padahal sudah dua bulan pernikahan ku dan Mas Arbi, namun aku belum juga hamil, kepalaku banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan kapan aku hamil? Dan itu menyiksaku.

Kemaren aku memberitahu Mas Arbi bahwa aku telat datang bulan, dan dengan wajah cerianya dia menyuruhku untuk mengeceknya menggunakan alat tes kehamilan, aku menurut dan menampung air kencing pertamaku tadi pagi, dan mengeceknya saat malam bersama Mas Arbi, dan hasilnya membuatku kecewa seperti dulu saat pertama kali aku mencoba untuk pertama kalinya.

"Udah gak usah nangis, mungkin ini emang belum rezeki kita." Aku tau Mas Arbi kecewa tapi dia memcoba menutupinya dengan suara tenangnya, ku tarik kepalaku agar tak bersandar kepadanya lagi dan dia bisa melihat wajah sembabku.

Tangan Mas Arbi menghapus air mataku yang sialnya tak ingin berhenti, aku menggapai kedua tangannya dan aku genggam dengan erat.

"Maaf, aku belum bisa hamil." Hanya kata itu yang keluar dari mulutku, rasanya lidahku kelu untuk bicara hal ini, aku malu pada Mas Arbi yang sampai sekarang belum bisa mengasihi anak untuknya.

"Udah gak papa dek, mungkin kita disuruh untuk lebih dekat dulu, Mas gak papa kok Mas gak memaksakan kamu hamil sekarang juga kok, jadi gak usah kecewa lagi ya." Aku tatap matanya yang selalu membuatku tenang, Mas Arbi tak marah? Iya tak ada kemarahan di matanya hanya ada tapapan tulus, ku raih tubuhnya dan masuk ke dalam pelukannya yang lansung dia balas dengan erat.

"Mau jalan-jalan?" tawarnya sambil mengelus rambutku dengan lembut, yang tadinya aku memejamkan mata kini membukanya mendengar ucapan Mas Arbi, jalan-jalan? Boleh juga.

"Ke mana?" Aku mendongak menatap Mas Arbi yang kini juga melihatku, senyum manisnya dia perlihatkan untuk membuatku semangat kembali.
"Lapangan, mau ngak? Malam minggu loh, kita pacaran dulu ayok." Jelas aku tertawa karena ucapannya, pacaran? Emh boleh juga, aku beranjak dari pelukan Mas Arbi dan mengangguk antusias.

"Ayo, pake jaket ya, Mas pake motor soalnya." Lekas aku berdiri menuju lemari kamar Mas Arbi dan mengambil Hoodie milikku dan memakainya ku padukan dengan hijap warna hitam biar pas dengan celana hitam dan juga hoodie putih yang ku pakai.

"Mas mau pake yang mana?" tanyaku pada Mas Arbi, sambil melihat-lihat hoodie yang terlampu banyak itu.

"Samain aja." Jadi Hoodie yang aku pakai ini adalah hoodie couple, sama bewarna putih dengan tulisan caople hitz, gaya anak muda 'kan?

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now