24. Berduka Kembali

3.2K 197 6
                                    


Aku lega, sangat lega saat masalah kemaren terselesaikan dengan baik, walau aku dan Mas Arbi masih bersifat acuh karena masih merasa kesal, tapi tak apa karena perlahan aku bisa kembali mencairkan Mas Arbi dan buat dia tak marah lagi padaku.

Pagi ini keluarga Mas Arbi dikagetkan dengan Mbak Amel yang jatuh sakit, dia tak bisa bangun dari tempat tidur karena mengeluh sakit semua badan, tentu orang rumah khwatir dengan kesehatan Mbak Amel yang memang akhir-akhir ini sedikit menurun.

"Mbak makan dulu ya." Permandangan pertama saat membuka kamar Mbak Amel adalah dia yang terbaring lemah di temani Mas Zidan, Mas Zidan izin keluar saat aku sudah masuk meninggalkan istrinya bersamaku.

Ku pegang tangannya yang terasa amat dingin, tapi Mbak Amel mengakatan gerah dan tak ingin memakai selimut yang tebal, aku mencoba memaksakan Mbak Amel memakan bubur yang sudah Umi siapkan untuknya.

"Dek ...." Aku tertegun mendengar Mbak Amel yang baru pertama kali ini memanggilku Dek, suaranya yang lemah juga kecil membuat aku tambah khawatir padanya.

"Iya Mbak," kataku sambil menaruh semangkok bubur pada nakas, karena Mbak Amel tidak mau makan sama sekali, sangat sulit untuk membujuknya.

"Mbak minta maaf sama kelakuan Mbak selama ini, Mbak terlalu keterlaluan sama kamu, Mbak selalu mencari letak kesalahan kamu padahal kamu sudah berusaha berbuat baik, tapi dasar Mbaknya aja yang benci kamu."

Memoriku dipaksa mengulang rentetan kejadia awal-awal aku menikah dengan Mas Arbi, Mbak Amel adalah salah satu keluarga Mas Arbi yang tak menerima kehadiran ku, dia tak segan berucap sinis dan jutek padaku juga menunjukan ketidaksukaannya padaku.

"Mbak iri sama kamu karena terlalu cantik, kalau boleh jujur Mbak pengen jadi kamu saja yang bisa sukses tanpa makan bangku sekolah, sebelumnya Mbak minta maaf sebanyak-banyaknya sama kamu dan Eva Mbakmu, karena dulu Mbak sempat mendekati Abi karena suka dengannya, memaksanya untuk menikah denganku padahal saat itu dia sudah menjalin hubungan sama Mbakmu, Mbak iri sama kamu dan Mbakmu kalian terlalu sempurna dan bernasip baik juga beruntung."

Nafasku tercekat rasanya mendengar satu fakta yang baru terungkap ini, Mbak Amel benci padaku lagi-lagi hanya iri? Dan bilang kalau dia menyukai Kak Abi juga ingin merebutnya? Sungguh diluar ekspetasiku.

"Kamu boleh benci sama Mbak yang sudah berani ingin merebut kakak iparmu, kalau kamu tau banyak diluar sana yang ingin suami seperti dia, Abi sangat sempurna sampai-sampai satu desa heboh karena kedatangannya untuk melamar Mbakmu, Evi Mbak benar-benar minta maaf karena itu semua."

Aku masih terdiam dengan air mata yang berada di pelupuk mata, tangan lemah Mbak Amel mengenggam tanganku dengan erat, menyalurkan rasa maaf yang sangat banyak.

Benar apa yang di katakannya dulu, kedatangan Kak Abi di desaku membuat semua heboh, sampai di desa tetangga sebelah pun ikut heboh, karena pada saat itu Mbak Eva banyak diicar untuk menjadi menantu mereka, kedatangan Kak Abi juga lansung merubah status Mbak Eva dan buat semua orang tercengang karena Mbak Eva bisa mendepatkan miliarder muda katanya, pada saat itu juga banyak orang terang-terangan memuji tampannya Kak Abi dan berucap ingin merebutnya, tapi usaha mereka sia-sia karena Kak Abi tetap memilih Mbak Eva sebagai calon istrinya.

Aku dan Mbak Eva membuat gebrakan baru di desa kami karena kami yang sukses tanpa adanya bangku sekolah, semua orang turut memuji atas usaha kami yang berbuah hasil, banyak juga yang mengatakan 'Wah mereka beruntung sekali ya, masih muda udah sukses aja' Yah kata itu sering aku jumpai di mana-mana, tanpa mereka tau betapa kerasnya perjalananku dan Mbak Eva yang sama-sama menuju sukses.

"Udah Mbak, semuanya udah aku maafin kok, aku tau Mbak bersikap kayak gitu karena pasti punya alesan, jadi Mbak gak usah khwatir ya aku udah maafin Mbak, sebelum Mbak minta maaf."

Untukmu ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang