18. Kalakuan Safira

2.4K 167 6
                                    



Mobil yang kami tumpangi pun sudah sampai dirumah paman Mas Arbi, banyak orang yang sudah ada di sini untuk membantu rumah duka, seperti dulu tradisi yang pernah aku ceritakan.

Aku keluar mobil bebarengan dengan Mas Arbi yang menyambut kami, tatapan Mas Arbi lansung datar saat tau kalau aku satu mobil dengan Andre, Mas Arbi tak mungkin tak tau kalau dulu aku sempat berpacaran dengan Andre.

"Loh, kamu kok bareng sama Andre sih? Kalian ngak balikan 'kan?" Aku mendatarkan wajahku saat ucapan Mbak Safira keluar begitu saja, ditambah jaraknya dengan Mas Arbi sangat dekat.

"Gak usah fitnah! Itu dosa, lo seharusnya tau 'kan?" Beruntung keadaan sedang sepi sekarang, karena semua orang ada di dalam melihat jenazah, disini hanya ada aku, Mas Arbi, Mbak Safira dan juga Andre.

"Gak usah kasar sama perempuan!" Aku terkesiap mendengar nada marah dari Mas Arbi, dia marah hanya mendengar jawaban Andre yang ditunjuk ke Mbak Safira.

"Gue gak bakal kasar, kalo perempuannya gak minta dikasarin, tapi kalo perempuannya ngomong seenak jidat gue gak jamin untuk ngak kasar, lagian omongan lo itu gak sesuai dengan penampilan dan perilaku lo yang tersebar di masyarakat, lain kali Hati-hati sama ucapan lo Safira, kalau semua orang gak pengen tau sifat lo yang sebenarnya." Salut dengan keberanian Andre yang mengucapkan kata itu dengan tenang, Andre orangnya tak suka diusik sama seperti kak Abi, berani mengusik berani juga terima akibatnya.

"Hey! Saya su—"

"Mas cukup, gak enak sama orang lain," kataku sambil menahan lengan Mas Arbi, karena Mas Arbi ingin menyusul Andre yang lebih dulu berjalan menuju rumah duka.

"Kamu bela Andre Vi?" Sumpah mendengar suara Mbak Safira yang dibuat sepolos mungkin, membuatku ingin menyumpalnya dengan kaos kaki dia pikir aku tak berani apa untuk melakukan itu.

"Mas mau ngomong!" Mas Arbi mengenggam tanganku dan menariknya menuju mobil, namun sebelum itu aku menarik tangannya untuk berhenti dan menoleh ke belakang di mana Mbak Safira seakan mengikuti kami.

"Mbak bisa gak ngikuti kami, kami butuh privasi karena ini masalah suami istri, jadi Mbak Safira gak berhak ikut." Sengaja aku menekan kata Suami istri agar orang ini berhenti mengikuti kami, dan sadar kalau Mas Arbi sudah ada pemiliknya.

"Tapi saya ... Arbi?" Aku memutar bola mata malas melihat wajah Mbak Safira yang dibuat semelas mungkin, dia seperti tak mau ditinggal Mas Arbi.

"Evi benar Fira, kamu duluan aja ke sana saya masih ada urusan," ucap Mas Arbi yang mampu membuat Mbak Safira meregut kesal, setelahnya Mas Arbi menarikku menuju mobil untuk bicara di dalamnya.

"Kenapa bisa bareng sama Andre?" Pertanyaan itu keluar saat kami sudah sampai di dalam mobil, aku menatap Mas Arbi yang juga sedang menatapku.

"Tadi ibunya Andre yang minta ikut sama Umi, ya Umi bolehin lah orang niatnya juga mau ngelayat," jawabku setenang mungkin, lagian aku benar ibunya Andre ikut karena ingin pergi ngelayat dirumah paman alm Hadi.

Mas Arbi menghelan nafas sambil menunduk, lekas aku menggenggam tangannya dia mendongak dan aku tersenyum manis padanya.

"Kenapa sih Mas? Kamu percaya sana ucapan Mbak Safira kalau aku balik sama Andre?" Mas Arbi terdiam mungkin tak tau harus menjawab apa, jadi aku simpulkan kalau Mas Arbi memang termakan ucapan Mbak Safira.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now