63. Ayah, Albi Rindu

3.3K 298 109
                                    


[Untukmu_Imamku]

Arbian Pov's

Setiap harinya aku selalu begini, saat sore seperti ini aku memilih duduk diteras Umi sambil menikmati langit senja yang makin mengabur untuk berubah menjadi malam.

Malam yang menjadi kesukaannya.

Mataku memejam saat bayang-bayangnya hadir tanpa diminta, bayang-bayangnya yang membuat pikiranku kosong karena harus tertuju padanya.

Setiap waktu aku selalu teringat dengannya, bagaimana senyum dan tawanya yang menawan, bagaimana wajah tersipunya saat setelah berhasil aku goda.

Setiap detiknya itu yang selalu ku ingat.

Sekarang aku seperti pria bodoh yang sedang meretapi kisah percintaannya yang sedikit lagi akan hancur, hanya gara-gara masalah sepele yang seharusnya bisa dibicarakan berdua dengan tangan yang saling bertaut.

Ah seharusnya begitu saja, dari pada marah-marah seperti kemarin dan berakhir bertengkar hebat hingga ingin berpisah, jangankan melakukan membayangkannya saja sudah membuatku gemetar ketakutan.

Tidak, aku tidak ingin bercerai dengannya, dia terlalu beharga untuk aku tukar dengan kebodohan, aku ingin meminta maaf atas sikapku yang tidak bisa aku kontrol dengan baik.

Tapi rasanya, maaf itu tak ada lagi artinya.

Aku memang bisa menerima Arvi dalam hidupku, tapi aku takut, takut kalau suatu saat nanti kasih sayangku tak cukup untuk Albi, aku terlalu takut itu terjadi.

Aku ingin membuat Albi bahagia dengan sejuta kasih sayang yang aku berikan untuknya, aku ingin dia menyadari bahwa dia spesial untukku, bahwa dia mempunyai kedudukan besar diantara hidupku.

Tapi kehadiran anak laki-laki lagi membuatku takut, takut duniaku tak cukup untuk mereka tempati berdua, karena awalnya aku hanya membangun satu tempat utuk anak laki-laki, dan yang lainnya adalah untuk perempuan.
Rasa kecewaku yang membuatku masih butuh waktu untuk sendiri, juga butuh waktu menyiapkan tempat untuknya dalam hidupku, ingin menyamakannya dengan Albi tapi itu terlalu sulit dilakukan, ini semua takdir yang terlalu tiba-tiba sangat sulit untuk aku cerna begitu saja.

Waktuku yang lama hingga membuat mereka terluka satu persatu, bukan itu maksudku.

Aku tau, sangat tau Arvi adalah anakku juga, darah dagingku yang dulu selalu aku dambakan kehadirannya, atas permintaanku yang selalu aku ucapkan padanya agar mau punya anak lagi.

Tapi sekarang? Tidak, aku tidak mungkin tidak menerimanya dalam hidup, tapi lagi hatiku dan pikirannku berperang hingga memunculkan rasa takut yang aku sendiri tak bisa menenangkannya.

Mungkin benar, kita butuh waktu untuk sendiri-diri dulu, memikirkan dengan matang hal yang apa yang harus dilakukan kita untuk kedepannya, yang semoga tidak menyakiti satu sama lain atau arti lain tidak ada perpisahan.

Aku tidak menyesal telah melamarnya secepat itu, tanpa perkenalan yang lebih intim terlebih dahulu, dan dengan yakin ingin membangun rumah tangga bersama hingga mempunyai anak bersama.

Tidak, aku tidak menyesal akan hal itu, malah aku bersyukur bisa melakukannya padanya, menunjukan keseriusan yang tak dia dapat selama ini.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now