23. Titik Terang

3K 194 5
                                    


(Arbi Pov)

"Kenapa kamu harus bohong, Dek?" Memangdang Dek Evi dengan raut kecewa adalah hal yang paling aku hindari, namun kali ini aku harus melakukannya, rasa kecewa mendominasi hatiku juga rasa marah yang entah sampai kapan akan hilang.

Aku kecewa? Jelas sangat, aku kecewa pada Dek Evi yang berbohong tentang Lisa, sudah tau aku benci pembohong dan seharusnya dia tau itu.

"JAWAB!" Rasa marah terus mengusai pikiran dan hatiku, ingin rasanya aku tuntaskan sekarang juga, Dek Evi memandangku dengan raut yang sudah kacau karena menangis.

"Aku harus apa Mas? Satu-satunya keluarga kamu yang gak nerima aku itu Cuman Lisa, dan apa aku salah bila ingin diterima olehnya?" Dia kembali terisak setelah mengatakan kalimat itu, aku tau sangat tau bila Dek Evi selalu berusaha agar adikku yang satu itu bisa menerima kehadirannya, tapi tidak harus dengan jalan seperti ini 'kan?

"Tapi enggak kayak gini Dek! Cara kamu salah! Kamu harusnya bisa berpikir dewasa jangan cuman mau di tipu salam Lisa! Jangan kekanak-kanakan kayak gini! Banyak cara yang bisa dilakukan ngak harus bohong!" Aku benci suasana seperti ini, berusaha untuk lembut tapi selalu saja ada masalah, kini dia berdiri memandangku dengan kecewa.

"KAMU BENER MAS! Banyak cara yang dibisa dilakukan! Tapi apa kamu pernah berpikir jadi aku kayak gimana rasanya?! Satu rumah sama orang yang ngak pernah suka sama aku! Rumah ini miliknya Mas! Bukan rumahku! Kamu pikir enak tidur atau makan sama orang yang benci sama kita! Orang yang selalu mengibarkan bendera perang sama kita! Orang yang selalu mencari letak kesalahan kita! NGAK ENAK MAS!" Dadaku naik turun akibat meredam emosi, dia benar sangat benar, satu rumah dengan orang yang amat benci pada kita itu rasanya tidak enak, tapi apakah dia juga berpikir menjadi aku itu enak?

"Apa kamu juga pernah berpikir menjadi Mas?! Apa kamu pikir Mas cuman diem aja ngeliat istrinya dihina di depan matanya? Mas sama Dek! Mas muak sama semuanya! Mas serba salah satu sisi kamu istri Mas! Tapi satu sisi lagi dia adik Mas! Mas bingung!" Semua yang selama ini pendam penyeruak ke permukaan, meninggalakan kata kecewa juga sakit, aku dan dia sama, sama-sama terjebak salam lingkaran kecewa dan sakit.

"Dari dulu Mas! Dari dulu aku ngak pernah benar di mata Lisa! Mungkin benar apa kata dia dan orang lain! Kita ngak seharusnya bersama! Kita ngak cocok dan seharusnya kita gak pernah ketemu juga nik-"

"CUKUP! DIEM DEK! Diem, kalau kamu gak pengen kejadian semalam terulang kembali! Karena Mas ngak akan segan-segan bikin kamu ngak bisa jalan!" Emosiku terus naik sampai dititik teratas, dadaku sesak mendengar kalimatnya, hatiku sakit melihat dia yang menangis terisak, kenapa? Kenapa harus seperti ini Tuhan?!

"AAAGGRR!" Rasanya kelapaku ingin lepas karena masalah ini yang tak kunjung usai, aku lelah sangat lelah memikul beban ini, aku dan Dek Evi sama-sama terluka dalam hal ini.

Aku berbalik sambil meremas kepalaku yang sangat banyak pikirannya, berharap kalau dengan cara ini pikiranku bisa hilang, namun tak mampu masalah ini seakan sengaja menancapkan panah tepat di dalam pikiranku yang terdalam.

Ku buka pintu ingin pergi dari kamar, tak kuasa lagi aku melihat wajah Dek Evi yang banjir air mata juga suara isakannya itu, aku pernah berjanji dengan keluarga Dek Evi kalau aku berusaha untuk tidak membuat dia menangis, tapi sekarang aku melanggarnnya! Wajahku lansung datar melihat Lisa yang berdiri di depan kamarku dengan air matanya, bukan hanya dirinya tapi juga anggota keluargaku yang lain.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now