27. Keberangkatan Ibu

2.7K 170 0
                                    


"Paling Ibu cuman dua bulan di sana." Peryataan itu membuatku terdiam ditempat, wajahku berubah cemberut mendengar itu, ini semua salah Kak Abi! Kenapa coba dia harus sok-sok'an mengusulkan rencana ibu untuk pergi.

Ibu pernah berkata bahwa dia rindu saudaranya yang berada di Sumatera, sudah lama tidak bertemu dari aku masih kecil sampai sekarang mereka tidak pernah bertemu lagi, ibu itu lima bersaudara satunya sudah meninggal dan satu lagi ada di Sumatera, sedangkan keduanya tak jauh dari rumah yang ditempati ibu saat ini, Kak Abi berucap bahwa dia akan membiayayai Ibu juga kedua saudara ibu yang lain untuk pergi ke Sumatera bertemu dengan tanteku yang sudah lama ada di sana.

Awalnya ibu tak setuju karena tidak enak, tapi dengan segala bujuk rayu kak Abi akhirnya ibu setuju dan akan pergi besok, hanya aku yang masih tak memperbolehkan dia pergi padahal rencana ini sudah Jauh-jauh hari direncanakan.

"Kok dua bulan! Satu minggu aja." Itu protesku, selama ini aku selalu bergantung pada Ibu, dan jujur saja aku tidak bisa jauh dengannya waktu pertama kali aku menginap di rumah Mas Arbi juga aku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan ibu.

Se-pengaruh itu Ibu di hidupku, sebelum menikah dengan Mas Arbi hidupku selalu tentang ibu, memikirkan cara bagaimana beliu bisa bahagia walau tanpa sosok suami di sampingnya, bagaimana caranya ibu sama dengan ibu lainnya yang selalu membanggakan anaknya yang sukses, aku ingin itu dan semua sudah tercapai sekarang.

"Ya ngapain kalo cuman satu minggu nduk, Mbakmu juga katanya di sana lagi hamil besar sebentar lagi lahiran, ibu mau bantu-bantu di saja." Mendengar itu membuatku tambah cemberut, air mataku pun sudah apa di pelupuk mata siap kapanpun untuk terjun bebas dan membasahi pipiku.

"Lagian ibu ngapain coba ngurusi orang sana! Padahal dulu kakek nenek meninggal mereka gak pulang juga! Mbak Eva lahiran Alfa gak ada satupun yang datang, alesanya selalu gak punya uang!" Emosiku tiba-tiba hadir saat mengingat momen di mana kakek dan nenek yang meninggal dan mereka semua tak ada yang datang.

"Ssst apa sih, gak boleh ngomong gitu ah! Ngak baik, walau bagaimana pun 'kan mereka tetap keluarga kita, gak boleh mutus tali silaturrahmi." Wajahku memaling enggan menatap Ibu juga mereka semua, rasanya aku ingin menangis keras saat ini aku sangat tidak rela kalau ibu berangkat ke Sumatera apa lagi sampai dua bulan.

Aku tau Kak Abi mulai tadi menahan tawanya melihat aku yang kini mulai sedikit menangis, namun dia pura-pura bermain dengan Alfa dan tak menghiraukan tatapan tajamku yang terarah padanya, Mbak Eva yang berada di sampingnya hanya mendengarkan tak ikut sama sekali pembicaraan ini, Mas Arbi sendiri juga hanya menjadi pendengar saja.

"Ibu pasti pulang kok Vi, ibu juga pengen liat kamu hamil dan gendong anakmu jadi gak usah mikir yang aneh-aneh, ibu di sana cuman dua bulan janji gak bakal nambah bulan lagi." Aku semakin cemberut dan mengeluarkan air mata, namun masih enggan menatap ibu.

"Tapi 'kan ... Aaah gak mau jauh sama ibu!" Saat itu tangis ku pecah, entah kenapa emosiku hanya bisa keluar lewat air mata saja, aku ingin berteriak kencang untuk tak memperbolehkan ibu pergi, tapi anehnya yang keluar malah air mata.

Aku tau Ibu dan Mas Arbi kelipungan saat mendengar suara tangisanku yang keras, mungkin kini hidungku sudah memerah karena sesegukan.

"Loh kok malah nangis sih, endak ibu gak bakal pergi lama kok." Ibu merengkuhku yang semakin menangis sesegukan, rasanya tak rela melepas ibu salama dua bulan, padahal walau menikah aku masih saja bergantung pada ibu dan kini dia harus pergi selama dua bulan.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now