31. Berbaikan

3.4K 183 3
                                    



(Evi's Pov)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Evi's Pov)

Kami benar-benar pulang kerumah ku atau lebih tepatnya ke rumah Ibu, kepalaku masih berdenyut sakit perutku juga ikut mual, beberapa kali ingin muntah dan hanya air bening yang keluar, badanku juga lemas malas untuk melakukan apapun dan hanya berakhir terduduk lemas di dalam mobil.

"Bisa turunnya? Atau mau Mas gendong?" Itu pertanyaan dari Mas Arbi dan aku lebih memilih turun sendiri, rasa kesal masih menyelimuti hatiku saat ini, kadang kalau masih ingat kejadiaan tadi inginnya menangis keras, meluapkan rasa sesak lewat tangisan.

Beruntung tak ada orang dari rumah samping yang ditempati Dek Rara, saat ini aku sangat malas hanya untuk sekedar menjelaskan perihal mata sembab yang sangat terlihat di mataku, buru-buru aku masuk dalam rumah dan menuju kamar mandi karena rasa mual yang masih ada.

Huek!
Huek!

Mas Arbi datang dan lansung membantu memjiat tengkukku juga menghalau rambut yang manganggu agar tak kena muntahan, tapi lagi-lagi yang keluar hanya cairan putih kekuningan kental saja, selepas muntah badanku tiba-tiba lemas dan lansung ingin terduduk kalau tidak saja Mas Arbi menahannya, melingkar 'kan tangannya dipingganku dengan erat.

"Ck, Mas gendong aja ya." Tanpa menunggu jawaban Mas Arbi mengendongku menuju kamar, sangat beruntung karena rumah sedang sepi dan tak ada orang jadi tak ada yang melihat.

Tubuhku lemas, sangat malahan, secara perlahan Mas Arbi menurunkanku dikasur dengan sangat hati-hati, lalu dia duduk ditepi kasur dan mengelus rambutku dengan sayang, dilanjutkan tangan besar satunya mengelus perutku terhalang baju yang ku pakai—Tunggu! Kenapa tiba-tiba aku merasa nyaman saat Mas Arbi melakukannya? Rasa mual diperutku berangsur menghilang.

"Mas buatin teh anget dulu ya." Aku menghela nafas kecewa saat tangan Mas Arbi terlepas dari perutku, dia mencium dahiku lalu keluar kamar menuju dapur, merutuki mulutku sendiri yang tak bisa berkata 'Gak usah Mas, di sini aja, agak mendingan kok kalau dielus perutnya' tapi malah tertahan diujung lidah, membuatku tiba-tiba kesal sendiri.

Kepalaku menoleh lagi saat Mas Arbi datang membawa segelas teh hangat untukku, dia membantu ku duduk dan membantu meminum 'kan-nya padaku, rasa hangat menguar ditenggorokan ku karena teh itu membuatku lebih rilex.

"Udah baikan?" Aku membuka mata mendengar pertanyaan itu, lalu mengangguk pelan pusingku sedikit menghilang namun lemas di badan masih terasa.

"Yaudah tidur aja ya, istirahat, masih jam satu siang tadi 'kan udah sholatnya, gak usah bantah dengerin ucapan Mas." Baru aku ingin membuka mulut untuk menolak karena mengingat belum masak makan siang untuk Mas Arbi, tapi Mas Arbi melarang dan menyuruhku tidur sebenarnya ingin dielus lagi tapi malu memintanya, gimana dong?

Untukmu ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang