21. Berlaku Kasar

3.6K 208 13
                                    



"Dek, udah ada tanda-tanda belum?" Pertanyaan Mbak Risma membuat keningku mengerut, tanda apa maksudnya?

"Tanda apa toh Ris?" Umi ikut menimbrung obrolan kami, malam ini terasa begitu hangat karena makan malam bersama dengan anggota lengkap.

"Iya Mbak, tanda apa?" tanyaku sambil melihat ke arahnya, rasa penasaranku tiba-tiba meninggi melihat Mbak Risma tersenyum kecil.

"Tanda-tanda hamil."

Uhuk!

Aku dan Mas Arbi lansung terbatuk mendengarnya, pertanyaan ini lagi? Kenapa sih semua orang haru bertanya tentang kehamilan, memang aku dan Mas Arbi menikah sudah tiga bulan tapi 'kan gak harus secepat itu.

"Oiya toh nduk, udah isi opo belum kamu?" Tanganku meremas baju dibawah meja, rasa gelisah lansung menyergapku saat ini.

"Doain aja Umi biar cepet isi." Lagi Mas Arbi yang menjawab, membantuku agar keluar dari suasana tak nyaman ini.

"Kok bisa sih? Padahal udah tiga bulan kalian menikah? Mbak aja dulu dua bulan lansung hamil." Semakin tersudut bila Mbak Amel juga ikut bicara, lidahku kelu untuk menjawab rasanya ada perasaan gelisah untuk menjawab.

"Mungkin kurang usaha aja Mbak." Semua tertawa mendengar jawaban Mas Arbi, kecuali Lisa, Vino dan Arka, Mas Arbi melirik padaku dengan senyum seakan mengakatan 'semua akan baik-baik saja'.

"Tapi Bi, ini kurang wajar loh bagi perempuan, kalau perempua subur itu pasti banget lansung jadi, tapi kok ini enggak ya, apa kamu kurang subur Vi?" Kali ini aku menatap Mbak Amel yang juga menatapku dengan tatapan meremehkan, hatiku rasanya kesal mendengar ucapan Mbak Amel tapi ada rasa sedih juga, apa benar aku tidak subur?

"Itu sering terjadi lah Mbak bagi wanita yang banyak pekerjaan kayak Evi, nanti Dek Mbak ada jamu penyubur tak kasih ya biar kamu cepet isi." Timpalan Mbak Risma tak terlalu buruk, dia membela sekaligus memberi saran, aku tersenyum kecil sebagai respon atas ucapan Mbak Risma.

"Mas sih! Udah Lisa bilang dulu nikahnya sama Mbak Safira aja yang sempurna kayak gitu, pasti dia lagi hamil anaknya Mas sekarang." Lagi Lisa membuatku kesal akan ucapannya, untuk apa coba dia membandingkanku dengan Mbak Safira yang jelas-jelas kami berbeda.

"Setiap orang bebas memilih Lisa," kata Abah dengan tenang namun penuh penekanan, sepertinya Abah ingin Lisa berhenti bicara.

"Tapi Abah, aku tuh bener coba aja Mas Arbi dulu milihnya Mbak Safira pasti mereka udah bahagia karena kehamilan anak mereka, lagian 'kan dulu mereka emang disip banget sama Abah sama Umi, juga ya banyak yang doa tuh sama Mas Arbi dan Mbak Safira nikah aku juga termasuk orang itu, eh tapi Mas Arbinya malah milih dia." Mencoba bodo amat dengan ucapan Lisa, aku lebih memilih mengambil air minum dan meminumnya.

"Lisa cukup, ini pilihan Mas juga hidup Mas." Mas Arbi yang sedikit terpancing akibat ucapan Lisa pun tak kuasa untuk tidak geram, ucapannya memang sangat keterlaluan.

"Aku cuman kasian aja sama Mas, nunggu dia hamil lama banget, tunggu ... apa jangan-jangan lo mandul?" Semua terdiam mendengar kalimat Lisa yang dituju padaku, kesal bukan main aku sekarang terlebih lagi melihat senyum kemenangannya yang diperlihatkan padaku.

Untukmu ImamkuWhere stories live. Discover now