3 || Perpustakaan

353 91 107
                                    

㋛︎

Pernahkah kau merasa sendirian meski dalam keramaian?

Kau tidak terlihat sendiri, hanya saja kau merasa tak ada yang bisa memahamimu.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

㋛︎

Dafi benar-benar diam tanpa kata. Bahkan tatapannya kosong sejak 15 menit lalu. Ia menghiraukan pertanyaan demi pertanyaan yang mereka ajukan. Dinginnya hawa sekitar menusuk tiap pori kulit Dafi, membuat laki-laki itu makin resah.

Dafi ketakutan. Bahkan menghela napas pun rasanya begitu berat. Jantungnya berpacu begitu cepat tak bisa dikendalikan, membuat kepalanya menjadi pusing. Ia mengeratkan jari-jemarinya. "Saya bahkan tidak mengenal Maureen," kata Dafi dengan bibir bergetar.

"Saya butuh kehadiran kamu di kantor untuk keterangan lebih lanjut. Jadi--

"Maaf kalau saya menyela, Pak. Tapi tidak ada bukti yang memberatkan bahwa Dafi adalah pelaku. Dia anak murid yang cukup baik. Jadi saya rasa tidak perlu untuk ke kantor polisi," jelas Bu Wiwin selaku wali Kelas Dafi yang merasa kasihan melihat kondisi Dafi yang hanya duduk dengan kepala terus menunduk.

"Begini, Bu. Dari pihak orang tua belum bisa menerima bahwa anaknya telah melakukan bunuh diri. Jadi kami melakukan investigasi ulang, dan kebetulan teman dekat almarhumah menyebutkan nama Dafi. Gak papa kok, kita cuma butuh keterangan dari Dafi langsung, kita gak menuduh Dafi. Kalo emang Dafi gak bersalah, kita juga gak akan menahan Dafi," jelas polisi itu secara rinci yang diangguki kepala sekolah meski raut wajah Bu Wiwin masih belum terima salah satu anak muridnya dituduh tanpa alasan.

Pak Willis selaku kepala sekolah yang dari tadi hanya menyimak tersenyum simpul. "Baik, Khadafi. Hari ini kamu tidak perlu mengikuti pelajaran. Jawab semua pertanyaan yang kamu tahu nanti di kantor polisi ya. Jangan merasa takut kalau tidak bersalah."

Dafi mengangguk pasif. Beruntung orang-orang yang ada di ruangan ini masih menilai Dafi orang baik, tapi entah mengapa perasaan Dafi tetap merasa tidak baik. Pikiran buruk terus melayang di otaknya, ia merasa takut. Dan ketika melihat ketiga orang dewasa yang menatapnya saat itu, Dafi merasa seolah-olah mereka tengah menghakimi Dafi. Membuat sesaknya semakin menjadi, ia memutuskan untuk berdiri dan sedikit membungkukkan badan, hendak keluar karena sudah tak tahan lagi. "Kalau begitu saya permisi."

Dengan kaki gemetar Dafi keluar dari ruang kepala sekolah. Tangannya buru-buru berpegang pada dinding akibat tak kuat menyangga badannya sendiri. Peluh mulai menyeruak dari pori-pori wajah Dafi. Laki-laki itu mendadak pucat dan menghirup oksigen banyak-banyak. Tangannya bergetar hebat ketika mengusap peluh yang bermunculan di dahinya.

RECAKAWhere stories live. Discover now