8 || Nada

248 59 65
                                    

㋛︎

Lebih baik bercerita sambil mengeluh pada benda mati. Setidaknya mereka tidak pernah menghakimi.

-R E C A K A-

.
.
.

㋛︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


㋛︎

PARTITUR tiap partitur menari bebas di udara dingin nan gelap menjadi sebuah nada indah yang mengalir lembut. River flows in you memenuhi ruangan hampa.

Gelap dan dingin. Adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana di dalam ruangan.

AC sengaja diatur pada suhu terendah ditambah jendela kamar yang dibiarkan terbuka.

Suhu di ruangan sudah mencapai 12° derajat celcius. Jendelanya bergerak terombang-ambing akibat angin di luar, sesekali percikan air masuk menciptakan sensasi dingin yang berbeda. Hujan deras di luar sama sekali tak mengganggu laki-laki yang masih sibuk duduk dan bermain di depan pianonya. Tirai berkilauan itu sedikit bergoyang, menyapa malam yang kian larut. Terlihat samar buku-buku tersusun rapi pada tempatnya, ranjang dengan ukuran lumayan besar terasa nyaman tapi terlalu dingin dan beku karena sang empu masih setia pada musiknya.

Topeng sekartaji tergeletak di lantai berlapis vinyl. Cahaya kilat dari luar memberi sedikit gambaran kasar bahwa topeng itu sudah retak hampir terbelah menjadi dua.

Jari-jari indah itu lincah menekan tuts demi tuts piano memberikan nada-nada pilu yang bahkan terdengar sangat bersahabat kala hujan malam itu. Membuat siapa pun yang mendengar akan terbawa ketenangan duniawi.

DDAAANNGGG!!

Tiba-tiba nada itu berubah menjadi tak beraturan. Ketenangan sebelumnya lenyap tergantikan kesan amarah yang sangat kentara. Jari pemuda itu menegang hingga terlihat urat-urat yang timbul di tangannya. Ia mengepalkan tangan dan menghentakkannya pada tuts putih menimbulkan bunyi berisik yang nyaring.

"AAAARRRGGHHHH!" teriak pemuda itu terdengar frustrasi. Tangan dan bibirnya bergetar. Hanya bayangan hitam samar yang dapat mendeskripsikan pemuda misterius yang kini tak lagi bermain bersama nada indahnya. Ia kembali berteriak, teriakan yang mampu diartikan sebagai kekecewaan dan penyesalan secara bersamaan dibandingkan amarah. Suhu udara yang begitu dingin bahkan tak bisa mengusik laki-laki itu.

Pemuda itu bangkit dari duduknya. Sengaja menginjak topeng hingga hancur lantas menendangnya kuat membuat beberapa serpihan dari topeng itu menyebar ke mana-mana.

RECAKAWhere stories live. Discover now