25 || Dia

162 40 43
                                    

㋛︎

Jika dunia tidak baik padamu. Setidaknya kamu harus baik untukmu sendiri.

Karena dirimu, hanya memiliki kamu.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

㋛︎

Pemuda itu mengisap sebuah putung panjang dengan kandungan nikotin di dalamnya, lalu mengembuskannya ke udara. Membuat asap putih itu berpendar di sekitar. Ia menatap benda yang terselip di jarinya sebentar, mematikan bara apinya dan dibuang sembarang arah. Ia memang membutuhkan nikotin, tapi kenyataannya untuk hari ini kandungan itu sama sekali tak membantu. Buntu, sesak, dan hancur. Pandangannya kosong ke depan, ia biarkan rambutnya berkibar berantakan ditiup angin. Kemeja hitam yang Alfa kenakan menambah kesan suram padanya.

Hari ini harusnya sekolah. Tapi pikirannya benar-benar sedang tidak berada di kepala. Bahkan ia masih memikirkan Gata. Mungkin saja Gata masih hidup, lantas menghubunginya, menanyakan mengapa Alfa tidak masuk hari ini.

Semoga saja! Dan Alfa terkekeh kecil, diikuti dengan perasaan nyeri di sekujur dadanya.

Kenyataan, apakah harus sepahit ini?

Pemuda itu lantas bangkit. Cukup untuk melamun di teras rumahnya setelah menghadiri pemakaman menyesakkan pagi tadi. Alfa menemukan Bundanya di ruang tengah sedang tertawa kecil menonton saluran televisi yang terlihat membosankan. Tungkainya mendekat, lantas pemuda itu bersimpuh di depan kursi roda Aura dan memeluknya tanpa kata.

Aura tersenyum lembut. Tangannya naik mengusap punggung sang anak pelan, penuh kasih sayang. Dengan memeluknya tiba-tiba, Aura tidak pernah marah atau merasa terganggu. Karena apa yang anaknya rasakan, Aura sebagai sang Bunda juga merasakannya.

"Gak papa. Anak Bunda hebat. Anak Bunda kuat. Anak Bunda udah ngelakuin hal hebat sejauh ini," kata Aura pelan.

Alfa semakin mengeratkan pelukannya. Tak mau Bundanya tahu bahwa ia sedang menangis, lagi.

"Alfa," ujar Bundanya lagi. "Kamu tau, nak? Hidup memang seperti ini. Terlihat kejam. Kamu bisa bertemu orang lain, menjalin hubungan, saling membutuhkan, lalu kehilangan mereka. Hidup itu seperti itu. Kita pasti akan bertemu seseorang lalu kehilangan. Kita tidak bisa memaksa hidup kita akan tetap berada di satu titik yang sama untuk waktu yang lama. Semua selalu berubah, Alfa."

Alfa masih diam, terlalu nyaman berada di pelukan sang Bunda.

"Kamu ingat kata Dokter Senja waktu itu? Psikiater Bunda?" Aura menjeda perkataannya untuk sekedar menghela napas. "Dalam hidup, kamu bisa melakukan apa pun. Karena hidup pilihan. Kamu bisa sedih, kamu juga bisa bahagia. Kamu bisa marah, kamu juga bisa menerimanya. Kamu bisa jadi jahat, kamu juga bisa jadi baik. Kamu bisa jadi dirimu sendiri, atau berpura-pura, menjadi orang lain."

RECAKAWhere stories live. Discover now