12 || Tersangka dan Hipotesa

174 56 75
                                    

㋛︎

Dari ribuan manusia yang hidup di bumi kenapa harus aku? Kenapa Tuhan memilihku untuk menanggung kisah ini?

Mungkin Tuhan akan menjawab. Kenapa bukan kamu? Jika aku menitipkan kisah ini padamu artinya aku percaya, bahwa kamu mampu dan pantas.


-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

㋛︎

"Bapak tidak mau liat ada keributan lagi. Anindita sedang tidak baik-baik saja karena kehilangan tiga murid sekaligus karena kasus bunuh diri. Jangan sampai kalian buat masalah yang akan memperburuk nama baik sekolah!" Pak Agus menatap tiga pasang mata murid di hadapannya yang hanya terdiam menanggapi perkataannya. Kemudian ia bangkit setelah menghela napas kasar. "Jangan ada yang ikut campur masalah ini. Tugas kalian belajar, jangan menyimpulkan hal yang belum tentu benar adanya." Setelah mengatakan kalimat pengingat Pak Agus segera melangkah pergi meninggalkan ruangan juga tiga anak laki-laki tersebut.

Alfa bergeming, bahkan saat Pak Agus belum meninggalkan mereka bertiga di ruangannya Alfa hanya diam menatap kosong lantai dingin yang ia pijak. Tak yakin apakah laki-laki itu mendengar perkataan Pak Agus atau tidak.

Sama halnya dengan Gata, anak itu hanya diam seribu bahasa tanpa ada hasrat untuk sekadar menganggukkan kepalanya. Sedikit ada rasa penyesalan karena tidak bisa mengerem mulutnya tadi.

Janu menoleh dan menatap satu per satu temannya bergantian. Tidak ada tanda-tanda dari mereka yang akan memulai percakapan. Akhirnya ia menghela napas lelah, laki-laki itu menyisir rambutnya ke belakang karena frustrasi. "Gak ada yang mau minta maaf?"

"Buat apa?" Alfa melirik sinis. Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan keluar begitu saja. Janu hanya menatap kepergian Alfa dalam diam, ia tahu, Alfa benar-benar terganggu dengan perkataan yang Gata lontarkan barusan. Laki-laki itu terlihat kuat dari luar. Tapi sebenarnya banyak bagian dari dalam dirinya yang retak tak beraturan karena masa lalu.

"Gue minta maaf," ucap Gata memecah hening.

Sementara Janu memijat pelan bahu Gata. "Jangan sama gue. Harusnya lo bilang kayak gitu sama Alfa."

Gata menggerakkan bahunya agar tangan Janu terlepas. "Enggak. Gengsi."

Janu berdecak. "Kalian temenan udah lama. Gue gak mau kalian jadi ngejauh gara-gara masalah kayak gini."

"Tapi gue gak sepenuhnya salah, Nu. Bisa-bisanya dia curiga sama gue kalo gue yang bunuh Kara. Gila kali!" kata Gata kesal. "Lo percaya gue gak mungkin lakuin hal itu, kan?"

"Iya, gue percaya sama lo," jawab Janu.

"Dan lo percaya kalo semua ini kasus bunuh diri, kan?" tanya Gata lagi, tak ada respon dari Janu.

Pemuda itu terdiam menatap Gata cukup lama. "Kenapa lo ngotot banget ini kasus bunuh diri?"

Gata mendesah pelan. Laki-laki itu mengalihkan tatapannya dari Janu enggan mempertahankan.

RECAKAWhere stories live. Discover now