5 || Rumah Tanpa Hangat

337 81 122
                                    

㋛︎

Kenapa kata pulang selalu berhubungan dengan rumah?

Aku lelah, ingin istirahat sebentar. Tapi tak ada rumah yang hangat untuk tempat pulang.

-R E C A K A-

.
.
.

㋛︎

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


㋛︎

Hidup adalah hal yang paling rumit dalam semesta. Terkadang segala tindakan beralasan atau tidak selalu memicu banyak reaksi. Ada yang terlihat peduli, ada juga yang tidak. Ada yang menganggap hidupmu buruk, ada juga yang menganggap tak apa menjadi buruk karena di dunia ini tak selamanya kata baik dalam perjalanan hidup selalu mengiringi langkahmu.

Tapi manusia selalu mencetuskan standar hidup baik dalam pikiran mereka masing-masing sehingga muncul stigma judge a book by it's cover, karena memang lebih mudah menilai sesuatu dengan apa yang dilihat. Sejatinya, manusia sama rumitnya dengan hidup di dunia. Tak akan pernah bisa dipahami oleh akal mereka sendiri.

Sayangnya, manusia dianggap baik ketika hidupnya berguna untuk kepentingan orang lain.

"Kalo gede susah nusuknya, anjir," celetuk Gata.

"Paksain, gak punya tenaga lo?" tanya Alfa dan menusukkan sedotan pada cup es kopi di tangannya.

"Gue tetep suka sedotan aqua, kecil tajem dan tegak, gak gampang meleyot," sahut Gata lagi dan menusuk cup es kopinya dengan gagang garpu.

"Muka lo tuh meleyot. Enakan juga yang gede kali daripada yang kecil."

"Yang gede tuh kadang suka letoy."

"Ada yang keras."

"Gila lo pada!" Janu datang dengan ransel hitam di punggungnya menghentikan pertengkaran antara Gata dan Alfa. Laki-laki itu berjalan menghampiri dua temannya dan duduk di sebelah Alfa. "Pagi-pagi udah di kantin, minum es kopi pula."

"Biar gak ngantuk, Nu. Hari ini ada pelajaran Bu Wiji. Aduh sejarah tuh bikin ngantuk banget," kata Alfa beralasan.

Gata mendecih sebentar. "Hobi lo kan emang tidur. Suara Bu Wiji cempreng banget gitu mirip toa musholla, tapi bisa-bisanya lo tidur di jam pelajaran dia?"

"Untung lo pinter," sahut Janu dan mengedipkan sebelah matanya pada Alfa.

Alfa yang dipuji Janu hanya tersenyum sombong dan memainkan dua alisnya naik turun.

Suara sirine mengusik ketiganya. Gerombolan siswa-siswi yang berada di kantin pun mulai berlarian hendak melihat tamu mana lagi yang berkunjung ke sekolah pagi-pagi.

RECAKAWhere stories live. Discover now