31 || Titik Untuk Berhenti

184 40 45
                                    

㋛︎

Jika kita bisa membiarkan diri kita terluka. Maka biarkan juga untuk sembuh.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

㋛︎

Seringkali orang meminta semangat. Tapi sesering itu pula kata semangat menjadi transparan bagai angin yang hanya membelai sebentar lalu hilang, meninggalkan jejak dingin. Karena kenyataannya yang kita butuhkan adalah hadir, bukan sebatas kata.

Laki-laki itu merotasikan kedua bola matanya, pelan, berpikir, kemudian menghela napas lelah. Ia merasa membutuhkan secuil harap dan kata semangat. Tapi baginya itu hanya keinginan tak berarti, Janu anggap dirinya tak butuh. Ia bisa menyemangati dirinya sendiri.

Diam sembari menunggu pria tua di depannya berbicara menggunakan walkie talkie. Kemudian tak lama beberapa orang yang menggunakan seragam serupa memasuki ruangan, mengapit Janu dan memborgol kedua tangan laki-laki itu. Janu tersenyum miring, hidup sungguh lucu, bukan?

Dua Polisi di kanan-kirinya menuntun Janu keluar ruangan tanpa banyak bicara, laki-laki itu mengikuti dengan berjalan santai. Sama sekali tak mengisyaratkan rasa takut untuk anak seusia Janu, karena terus terang--Janu lebih takut hidup. Dan mati hatinya mungkin untuk sekedar ketakutan pada situasi yang telah ia buat sendiri.

Netra lembut Janu terpaku pada sosok laki-laki berusia sama dengannya tengah berbicara dengan petugas ketika ia keluar dari ruangan gelap tadi. Bibir itu menarik senyuman tipis, terlihat samar. Sampai tungkainya semakin dekat dengannya.  Dua pasang netra mereka bertemu. Tapi tak sepatah kata yang keluar dari bibir keduanya.

Alfa menatap borgol di tangan Janu, kemudian menatap Janu yang hanya diam dengan senyuman tipis miliknya. Sejenak laki-laki itu melengos untuk sekedar mengumpat. Lantas kembali menatap Janu, bahkan menghadang dua Polisi yang tengah menggiring Janu entah ke mana.

"Nu, gue kehilangan Yuna."

Dua Polisi yang mengapit Janu berhenti, membuat Janu mau tak mau ikut diam di tempat. Ia sudah lebih dari tahu bahwa Yuna tak akan mampu bertahan. Tapi dibanding dengan korban Janu sebelumnya, Yuna sedikit lebih pintar. Ia merekam semua percakapannya saat kejadian untuk dijadikan barang bukti. Dan Janu yang menemukan ponsel itu sendiri karena ponselnya terus bergetar di dalam vas bunga lusuh di ruangan pengap itu.

"Nu, semuanya gak bener, kan?" tanya Alfa lagi yang masih belum mendapat respon apa pun dari Janu. "Jawab gue, Nu! Bukan lo pelakunya, kan?"

"Gue." Sejenak Janu berhenti berbicara untuk menikmati sakit di tiap rongga dadanya yang seperti diiris perlahan tiba-tiba. Menatap Alfa lekat, mengisyaratkan maaf yang mungkin tak akan keluar dari dua bibirnya karena Janu paham, maaf tak akan mengubah segalanya. Tak akan mengembalikan hidup seseorang. "Gue yang nyerahin diri. Karena emang itu kenyataannya."

RECAKAWhere stories live. Discover now