32 || Tentang Maaf

159 34 28
                                    


Mulmed play a song;
If I Could Fly by One Direction

㋛︎

Aku menyukai kesendirian. Tapi membenci kesepian. Dua hal itu terlihat sama namun berbeda makna.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

㋛︎

Pemuda itu menurunkan tangannya yang tengah menggenggam ponsel. Sambungan dari wali kelasnya terpaksa ia putuskan secara sepihak. Lantas menghela napas lelah, mengedarkan daya lihatnya ke segala penjuru. Terlihat ramai.

Hari ini adalah acara perlombaan antar sekolah daerah di sekolahnya. Sayang sekali, hampir seluruh calon peserta yang dipilih dari kelas unggulan tak ada yang bisa hadir. Entah itu Maureen, atau Janu. Mereka semua hilang, ditelan bumi juga kenyataan.

Harusnya Maureen dan Janu mengikuti cerdas cermat untuk perwakilan putra dan putri. Rizky dengan sketsanya. Kara untuk perwakilan lomba artikel. Gata sang jenius Matematika. Yuna dengan keterampilannya menarikan tarian daerah. Perlombaan basket tanpa sang kapten Cio. Juga Alfa yang dipilih sebagai perwakilan karate dan taekwondo. Anindita hancur seketika, membuat para guru kelimpungan. Untung saja bukan tuan rumah.

Ada lapangan sedikit luas yang dipenuhi banyak orang mengantri sembari menutupi pucuk kepalanya dari terik matahari. Beberapa di antaranya ada yang membawa anak kecil. Mereka orang tua, dewasa, dan bahkan ada yang masih remaja, mungkin seumurannya. Tak perlu bertanya, Alfa sudah mengerti alasan mengapa orang-orang itu mengantri di sana. Mereka ingin menjenguk seseorang.

Menjenguk orang-orang yang ada di dalam sana. Penjara.

Alfa berjengit dari lamunannya, sontak membungkukkan sedikit badannya dan tersenyum samar ketika melihat Andin-- Mamah Janu-- menghampirinya tiba-tiba.

"Kamu mau ketemu Janu?" tanyanya spontan. Meski begitu tak lupa senyum manis terpatri di sana, seperti biasa. Mengingatkan Alfa pada Janu.

Alfa mengangguk kikuk. Meskipun tak yakin apakah ia harus menemui Janu atau tidak, ditambah kedatangan Andin yang tiba-tiba bersamaan pertanyaan spontan yang tak Alfa duga.

"Saya tadinya juga mau ketemu anak saya. Tapi." Andin menghentikan kalimatnya, ia mengulum bibir sembari mengelus perut ratanya pelan. "Saya lihat kamu. Saya pikir Janu lebih butuh kamu."

"Eh, enggak Tante! Justru Janu lebih butuhin Tante sekarang." Alfa berkata cepat.

Senyuman itu kembali mengembang di bibir tipis Andin. Menggeleng pelan. Sepertinya atmosfer sekitar berubah begitu saja tanpa mereka sadari. "Saya yang belum siap ketemu dengan anak yang saya tahu selama ini, anak itu tidak pernah percaya dengan saya."

Alfa mengerutkan kening sedikit. Terlihat bingung dengan perkataan Andin yang sedikit ambigu.

"Ari. Orangtua kandungnya manggil Janu dengan sebutan Ari." Jeda sebentar, menikmati embusan angin yang menerbangkan surai hitam milik Andin. Terpaku pada lamunan sebentar, lantas mendongakkan kepala kembali menatap netra Alfa. Wanita itu masih terlihat anggun. "Januari. Saya suka nama itu. Saya manggil Ari dengan nama Janu karena bagi saya Janu mempunyai banyak arti yang bagus. Salah satunya ...."

RECAKAWhere stories live. Discover now