14 || Hidup

201 49 87
                                    

㋛︎

"Hidup kita berarti karena akan segera berakhir. Jadi, hidup hari ini, berbuat baik hari ini. Karena besok belum tentu bisa."

- January Candramawa.


-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

㋛︎

Dersik kala sore begitu menenangkan. Daunnya yang terseret angin menimbulkan bunyi gesekan pada lapangan sekolah yang sudah sepi. Pepohonan rindang di sekitar terlihat begitu teduh. Pandangan pemuda itu kosong, jauh menerawang ke depan menikmati semilir angin yang menyapu wajah. Rambut hitamnya berkibar terkena angin tapi tak membuat pemuda itu terusik.

Janu menyukai semua ketenangan ini. Tubuh tinggi tegapnya bersandar pada tiang bendera menikmati lapangan sekolah yang sepi tanpa keramaian. Tak ada bising manusia yang memujinya, tak ada suara yang akan memanggil namanya, dan tak akan ada yang mengganggu kedamaian ini.

Bibirnya tersenyum kecil, meski begitu masih terlihat aura lembut yang terpancar dari sana. Janu memang tampan, dengan segala prestasi yang ia raih ditambah wajahnya yang manis ketika tersenyum hangat membuat seantero sekolah kagum pada sosok Janu. Hidupnya nyaris sempurna!

Tak ada celah kata buruk yang tepat untuk pemuda itu. Janu pintar. Janu tampan. Janu kaya. Dan tentu saja Janu adalah anak baik. Pemuda berhati lembut yang perhatian pada orang-orang di sekelilingnya.

Tapi Janu muak. Ia muak dengan tatapan kagum mereka seolah Janu bukan manusia. Apakah mereka yang berlagak baik dan manis di hadapan Janu adalah jati diri mereka sesungguhnya atau hanya topeng belaka? Karena setidaknya setiap manusia pasti memiliki satu atau dua topeng kebohongan untuk menutupi dirinya.

Bunyi denting pada ponselnya menghentikan lamunan Janu. Pemuda itu menatap layar pipih yang menyala, menampilkan pesan dari Cio.

Ke atap aja.

Janu menghela napasnya. Cio benar-benar merusak suasana hati Janu yang tadinya tentram menjadi sebaliknya. Pemuda itu mengangkat tangan kiri dan menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Jam menunjukkan pukul 17.35, hal penting apa yang membuat Cio ingin membicarakannya di sekolah di jam seperti ini? Tak sengaja Janu memutar pergelangan tangannya, netranya menemukan bekas jahitan tepat pada bagian urat nadi. Mendadak matanya terpejam, mengingat pertanyaan Alfa beberapa hari lalu yang tiba-tiba terus terdengar di dalam kepalanya.

Pernah gak lo berpikir buat ngakhirin hidup lo?

Netra Janu kembali terbuka. Keinginan lama yang sudah ia kubur dalam-dalam tiba-tiba kembali menyeruak, kali ini lebih dominan.

Dengan langkah berat pemuda itu berjalan menyusuri sepinya sekolah menuju atap, menemui Cio yang entah ingin membicarakan perihal apa.

-𖧷-

RECAKADär berättelser lever. Upptäck nu