27 || Benang Kusut

166 37 35
                                    

㋛︎

Setiap manusia memiliki topeng. Setiap dari mereka memiliki bohong yang mereka ciptakan, alasan lain dari bertahan hidup.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

㋛︎

Semilir angin menerbangkan setiap helai rambut hitam legam milik pemuda yang baru saja keluar dari bangunan megah itu, seolah memberi sambutan karena telah keluar dari bangunan penuh sesak. Rumah Sakit Jiwa.

Berhenti sebentar untuk menghela napas. Netra Janu menatap hamparan sang langit yang tak berujung dengan beberapa awan cerah menghiasi. Dua sudut bibir itu kembali tertarik ke atas membentuk sebuah lengkungan hangat bernama senyuman, berharap hari cerah seperti ini akan tetap bertahan selamanya di kehidupan Janu. Sejujurnya, segala senyum yang Janu tunjukan pada dunia tidak pernah bohong, meski terlihat sedikit palsu karena ia merasa tidak bahagia saat tersenyum. Namun setiap kali ia melakukan hal itu, itu adalah bentuk tulus yang Janu tunjukkan pada keadaan.

Ia tidak perlu bahagia dulu hanya untuk menarik dua sudut bibirnya.

Netranya kembali bergulir dan menemukan sosok wanita yang ia kenal, membuat tungkainya perlahan mendekat. Wanita berumur awal 40an itu terkejut melihat kedatangan Janu.

Janu sedikit membungkukkan badannya dengan senyuman lebar. "Sore, Tante. Apa kabar?"

Sandra menatap pemuda yang lebih tinggi di hadapannya dari kaki hingga atas, menatap Janu nanar. Membeku beberapa detik sampai akhirnya tersadar dari lamunan. "Kamu temannya Gata?"

Janu mengangguk sekali. "Tante masih ingat saya ternyata."

"Kamu mengingatkan saya dengan anak saya. Kalian mirip, mungkin karena kalian dekat." Sandra tersenyum kecil, meski begitu tatapan yang ia lemparkan pada Janu begitu sulit diartikan. Ada gerimis di sana meski cuaca sebenarnya sedang cerah. "Kamu ngapain di sini?"

Janu menatap gedung rumah sakit yang barusan ia masuki, kilasan percakapannya dengan Dokter Dewi masih terlihat jelas dalam pandangan Janu.

"Saya harus memberitahu orangtua kamu tentang penyakit kamu. Kamu harus rehabilitasi sebelum semakin parah, Janu." Dokter Dewi berbicara dengan sangat tegas meski masih terdengar lembut di indra pendengaran Janu.

"Tapi saya gak bisa ninggalin sekolah, Dokter. Kasih saya satu musim lagi, sampai saat itu jangan bilang apa-apa dulu ke mereka."

"Kamu yakin?" tanya Dokter Dewi.

Janu mengangguk. "Jangan sampai orangtua saya tau."

Dokter Dewi tersenyum simpul meski jauh di dalam lubuk hati wanita itu, ia menatap kasihan Janu yang berusaha mengemban semua luka dan resahnya sendiri. "Kamu tahu kenapa saya tersenyum?"

RECAKAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin