24 || Di Antara Sesal

170 46 44
                                    

㋛︎

Memang sepertinya sudah hukum alam,

Manusia harus kehilangan dulu untuk tahu betapa berartinya apa yang ia miliki.

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

㋛︎

Pemuda itu bisa merasakan tenggorokannya sakit akibat berteriak tak karuan kemarin. Kepalanya pening. Matanya panas karena banyak menangis. Yang ia lakukan adalah terus menggigiti kuku-kukunya mencoba mengusir perasaan gundah. Ia tidak tidur semalaman. Apakah ia bermimpi? Apakah semua yang terjadi beberapa jam ke belakang adalah sebuah halusinasi? Netranya menatap depan, lantas menelisik tak tentu arah, sepertinya jiwanya masih belum kembali pada raga.

Sesak itu masih Alfa rasakan, bahkan untuk sekedar bernapas yang sebelumnya adalah hal mudah menjadi berat saat ini. Ia kehilangan separuh semangat dalam hidupnya. Bagaimana menjelaskan bahwa kehilangan membuat dadanya seolah berlubang, dan akan semakin pedih ketika bersentuhan dengan memori yang berputar terus di dalam otaknya. Lakuna menyerang Alfa setelah kepergian Gata.

"Gata ..., maafin Mamah, sayang."

Netra Alfa mendadak fokus. Menatap seorang wanita yang seumuran dengan Bundanya terus meraung di depan makam yang bertuliskan Ananda Gata Sugira. Ada sosok pria dewasa yang setia berada di samping wanita itu untuk sekedar memeluk dan mengusap bahu sang wanita berkali-kali mencoba mentransfer kekuatan.

"Udah, San. Ayok kita pulang," ucap si pria itu.

Wanita itu tak menggubris ucapan sang Pria. Ia malah menepis pria itu kasar. "AKU MASIH MAU BICARA SAMA GATA!"

Teriakan itu sedikit membuat Alfa takut. Dapat ia lihat beberapa orang yang hendak meninggalkan pemakaman hanya menggeleng pelan sembari berbisik kasian melihat kelakuan sang wanita.

"Gata, anak Mamah," lirih Sandra sembari mengusap nisan baru bertuliskan nama anaknya itu. Hatinya hancur, dunianya runtuh. Ia kehilangan banyak hal dalam hidup dan satu-satunya alasan untuk bertahan hidup pun sudah pergi. Apa alasannya masih ada di sini? Matanya sudah membengkak, bahkan hidungnya sudah tak mampu bernapas akibat menangis dari semalam. Tangannya kembali mengusap pelan nisan itu, semakin sakit yang ia rasakan di dadanya. Teriris, bersama perasaan sesal yang mulai masuk pada celah-celah paru-parunya. Menghancurkan tiap-tiap napas yang Sandra berusaha hela sebisa mungkin. "Pulang, nak! Ayo kita pulang sama-sama ke rumah. Nanti Mamah masakin makanan kesukaan kamu."

Kemudian tersenyum miris, air matanya tak dapat berhenti mengalir meskipun Sandra paksa berhenti. Sesekali ia ingin terlihat tangguh di depan Gata. Tapi ia selalu dikalahkan egonya sendiri. "Mamah jahat, ya? Bahkan Mamah gak tau makanan kesukaan kamu. Makanan kesukaan anak Mamah."

Alfa menunduk secara tiba-tiba. Tirta bening itu ikut jatuh pada pipinya yang dingin dan cepat-cepat ia hapus dengan kasar. Apa Mamah Gata tahu anaknya tidak menyukai timun? Apa Mamah Gata tahu batagor adalah jajanan wajibnya di sekolah? Alfa sempat bertanya-tanya, apa ada makanan kesukaan Gata selain jajanan sederhana itu? Atau makanan di antara masakan Mamahnya yang menjadi favorit Gata?

RECAKAWhere stories live. Discover now