Thirthy Three : Lost Memory

229 40 8
                                    


Seketika Hanbin merasa bahwa dia sedang terjatuh ke dalam mimpi terburuk yang paling ditakutkannya.

Berakhir? Apa yang Jinhwan maksud dengan 'berakhir' itu? Apa maksudnya dia mau mengakhiri tinggal disini dan pindah apartemen karena sudah tidak nyaman? Lalu, kenapa tidak membicarakannya terlebih dahulu dengan Hanbin? Kenapa tiba-tiba mengangkut barang-barangnya sampai hanya menyisakan barang milik Hanbin?

"Jinanie, kau sedang bercanda?" Suara Hanbin jelas bergetar, dia berusaha tersenyum, mengira jika Jinhwan sedang mengerjainya.

Namun, tidak ada senyuman jahil apapun di wajah itu. Bibirnya memang tersenyum, namun sorot matanya sangat berlawanan. Sorot mata itu tidak menampakkan sedikit pun kebahagiaan.

Hanbin ketakutan. Dia melangkah mendekati Jinhwan, mengulurkan tangan padanya untuk meraihnya.

"Apa maksudmu, Jinanie? Berakhir apa?"

Kemudian tanpa sedikit pun keraguan, Jinhwan berkata, "Hubungan kita. Kita cukupkan sampai disini."

Detik itu juga, Hanbin tidak tahu sedang berada dimana. Seolah-olah seluruh jiwanya telah direnggut begitu saja oleh kalimat itu.

"Jinanie, apa yang kau katakan? Apa kau sedang bercanda? Kau tidak mengatakannya dengan sungguh-sungguh, kan?" Hanbin berjalan semakin dekat dan meraih kedua bahunya. Dia mencari-cari mata Jinhwan untuk menemukan jawaban disana.

"Apa maksudmu mengakhiri hubungan ini?!" teriak Hanbin tiba-tiba. "Katakan, Jinanie! Apa aku melakukan kesalahan? Kau cukup mengatakannya, maka aku akan memperbaikinya dan berjanji tidak akan mengulanginya. Ayo, katakan. Kita tidak perlu mengakhiri hubungan ini, aku akan memperbaiki kesalahnku. Aku janji. Jadi, katakan dimana letak kesalahanku!"

Jinhwan kali ini tidak ssnggup lagi menatap wajah Hanbin. Jika sedikit saja dia menatap pria itu, pertahanannya pasti akan runtuh. Selama ini dia selalu menahan diri di depan Hanbin untuk tidak bersedih sampai menangis. Suara Hanbin yang penuh ketakutan itu benar-benar menyakiti hatinya.

"Jinanie, kumohon... Hanya jelaskan dimana letak kesalahanku. Aku butuh alasan yang jelas. Jika sudah mengetahuinya, aku akan memperbaiki semua. Tolong, Jinanie... Kau juga tidak ingin hubungan kita berakhir, kan?" Hanbin memohon, wajahnya sudah tak bisa lagi mempertahankan ketenangan. Dia kalut dan takut.

Hal yang paling dia takutkan selama ini adalah berakhirnya hubungan mereka.

Jinhwan mencoba untuk mengatur nafasnya yang terasa sesak sejak tadi dan memberanikan diri menatap ke arah Hanbin, hanya tidak pada obsidian kelam yang dia sukai itu.

"Hanbin, apa selama ini kau tidak memikirkan kondisi ibumu?"

Kedua mata Hanbin sedikit melebar. Tangannya yang memegang kedua bahu Jinhwan mengerat. "Apa yang eomma katakan padamu? Apa dia tahu hubungan kita? Cepat, katakan."

"Eomma tahu. Tapi, bukan karena itu aku ingin mengakhirinya." Jinhwan kini menatap tepat ke mata Hanbin. "Hanbin, seharusnya kau mengerti apa yang paling diinginkannya saat ini. Dan seharusnya kau mengerti jika eomma tidak akan lama lagi-"

"Jangan katakan itu," potong Hanbin tegas. "Tidak akan ada yang mati. Eomma akan sembuh, aku dan appa akan mengusahakan kesembuhannya." Dia ketakutan.

Jinhwan menatap sedih. "Hanbin, jangan buat dirimu menolak kenyataan. Aku tidak bermaksud mengatakan hal jahat. Hanya saja, baik aku, ibu maupun ayahmu sudah bisa menerima keputusan medis itu. Disini hanya kau yang mencoba menutup mata dan telinga dari kenyataan i-"

"Cukup!" bentak Hanbin membuat Jinhwan terkesiap.

Hanbin melihat Jinhwan yang agak ketakutan dan hatinya dipenuhi rasa bersalah. Dia segera meraih tubuh yang lebih kecil dan mendekapnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let You FlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang