Twenty Five : Four Years Later

1.7K 204 91
                                    




Kamar apartemen itu sudah tersorot sinar matahari pagi dari jendela yang gordennya sudah dibuka saat seseorang masih asyik bergelung dengan selimut tebalnya. Dia bahkan terlalu lelah untuk bangun pagi seperti biasa setelah semalam bercinta dengan kekasihnya yang tampan hingga dini hari. Maklum saja, akhir-akhir ini mereka cukup jarang menghabiskan waktu bersama bahkan untuk bercinta sekali pun. Karena tugas akhir semester delapan membuat keduanya sama-sama lebih sering bercumbu dengan buku dan laptop. Juga menyepi di perpustakaan atau bertemu profesor yang membimbing tugas akhir mereka. Membuat keduanya selalu kelelahan di penghujung hari, hingga pertemuan keduanya hanya sebatas di meja makan lalu pergi menjemput mimpi sambil berpelukan. Tidak ada percumbuan apapun karena tubuh dan otak mereka minta beristirahat.

Dan sekarang, semua tugas-tugas itu telah dirampungkan. Tinggal menunggu sidang dan pengumuman kelulusan untuk mengikuti wisuda nanti. Jadi mereka memiliki banyak waktu santai dan tenang sebelum hari sidang tiba. Sebenarnya dua pria ini tidak perlu terlalu mencemaskan masalah seperti ini. Karena toh dua-duanya adalah mahasiswa unggulan dari fakultas bisnis yang memiliki IQ diatas rata-rata. Selain itu, keduanya merupakan mahasiswa teladan yang menjadi panutan bagi mahasiswa lain di kampusnya.

Lalu dari kamar mandi yang masih terletak di dalam kamar, muncul sesosok pria bertubuh atletis yang hanya berbalut handuk sepinggang dengan penampilan segarnya. Bercermin sebentar untuk menatap hickey yang menghiasi dada hingga leher. Untung saja di bagian leher hanya ada dua tanda, mengingat hari ini ada schedule penting. Pria itu tersenyum puas dengan tanda kepemilikan yang diberikan oleh kekasihnya malam tadi.  Lalu segera berjalan ke arah ranjang dimana gulungan berisi manusia mungil itu belum bergerak sedikit pun. Membuatnya mendengus geli.

"Hei, pemalas. Bangunlah." Diusapnya kepala bersurai dark grey itu lembut, meskipun cara bicaranya tidak romantis sedikit pun. Tapi hal tersebut sudah biasa dilakukan. Saling mengejek adalah rutinitas harian yang tak bisa mereka lewatkan, bahkan sejak di high school pun.

Gulungan itu bergerak dan si manusia mungil yang masih terpejam pun menggeliat. Tidak merespon ucapan kekasihnya yang saat ini sudah merotasikan kedua netra kelamnya.

"Yak, Kim Jinhwan, bangun. Kau tidak lupa kan jika hari ini kita harus ke Yonghwa High School untuk perform?"

Tidak ada sahutan. Dan itu membuat si tampan menggeram kesal. Dia tahu kekasihnya ini pasti sangat kelelahan gara-gara permainan mereka semalam. Namun hari ini tidak seharusnya mereka bermalas-malasan karena ada jadwal perform grup band mereka di sekolah yang menjadi almamater keduanya itu. Tiga jam lagi jadwal perform, mereka harus menyiapkan banyak hal terlebih dahulu. Ditambah dengan jarak dari Gwanak ke Mapo tidaklah dekat.

"Baiklah, jika kau tak ingin bangun, aku terpaksa melakukan cara ini." Ujarnya lalu naik ke atas ranjang dan merangkak ke atas gulungan itu.

"Hei, mungil. Kau mau aku membangunkanku dengan cara yang sedikit panas, hm?"  Suaranya berada di oktaf terendah, mulutnya semakin mendekat ke arah telinga Jinhwan.

"Hei, aku sedang half-naked sekarang. Tinggal melepas handuk dan si junior akan beraksi lagi melanjutkan yang semalam. Bagaimana?"


Dugh.

Bruk.


"Yak! Kim Byuntae Bin!" Teriak Jinhwan yang dengan sekuat tenaga berhasil mendorong tubuh kekasihnya hingga terkapar diatas lantai.

"Yak, bocah kecil! Akh!" Hanbin meringis sakit karena bokong dan punggungnya benar-benar menghantam lantai sangat keras.

Sedangkan si mungil Saat ini tengah melesat ke arah kamar mandi dengan tubuh yang masih terbungkus selimut.

Let You FlyWhere stories live. Discover now