Twenty Nine : A Different Dinner

659 96 35
                                    

Setelah dua bulan sejak kelulusan universitas, empat sekawan kini lebih sibuk dengan kegiatan baru mereka masing-masing. Jinhwan masih mempelajari banyak dokumen-dokumen penting perusahaan milik keluarganya sebelum benar-benar resmi menjadi bagian dari mereka, Hanbin sudah masuk di perusahaan keluarganya juga dan memulai karir dari karyawan biasa sebagai bentuk pelatihan dan adaptasi, Jiwon masuk ke salah satu agensi hiburan dari tiga agensi terbesar di Korea Selatan sebagai produser musik, sementara Jaewon masih harus menjalani magang di rumah sakit hingga tahun depan. Semuanya kini sudah benar-benar sibuk, tidak lagi bisa bermain sesuka hati seperti sebelumnya. Karena kesibukan itu, mereka sangat jarang bertemu. Jika memiliki kesempatan, biasanya formasi tidak lengkap karena jadwal yang bertabrakan. Karena Hanbin dan Jinhwan tinggal bersama, mereka pasti akan selalu hadir berbarengan. Sedangkan Jaewon dan Jiwon terkadang bergantian hadir. Namun itu tidak membuat komunikasi mereka terputus begitu saja. Mereka masih saling mengobrol dan bercanda lewat group chat, itupun jika mereka memang ada waktu luang.

Suatu hari di akhir pekan, Jinhwan yang sedang menguburkan diri di tengah dokumen-dokumen serta buku-buku tentang bisnis di ruang baca melihat Hanbin masuk, pria itu sudah berpakaian rapi seperti hendak pergi. Dia menurunkan kacamata bacanya saat Hanbin berjalan menghampirinya. Memberi sebuah kecupan hangat di kepala.

"Kau tidak lelah seharian berkutat dengan kertas-kertas ini?" Hanbin bertanya dengan lembut sambil membelai rambut Jinhwan.

Jinhwan yang lelah menyandarkan kepala pada Hanbin yang tengah berdiri di samping kursinya. "Tidak manusiawi jika aku tidak lelah. Tapi mau bagaimana lagi?" Dia menengadahkan kepala untuk menatap wajah kekasihnya.

"Kalau begitu istirahatlah dulu. Jangan terlalu memaksakan diri. Selama beberapa hari ini jika tak kuingatkan atau tak kupaksa, mungkin kau akan melewatkan makan siang juga makan malammu." Raut muka Hanbin tampak begitu khawatir.

Jinhwan tersenyum lembut kemudian melepas kacamatanya dan meletakkannya diatas meja. Dia mengulurkan tangan. "Kemarilah, beri aku pelukan." Ucapnya dengan nada manja.

Hanbin tersenyum dan segera memeluk pria kecil itu, membawanya ke dalam gendongan ala koala dan pergi dari ruang baca. Hanbin berjalan ke arah ruang bersantai, menjatuhkan dirinya dan Jinhwan dalam gendongannya ke atas kasur kecil di dekat sofa. Jinhwan tertawa karena ulah Hanbin, dia mengecupi wajah kekasihnya yang berada di bawahnya. Lalu setelahnya berbaring dengan sembarangan diatas tubuh yang kuat itu. Hanbin memeluk tubuhnya yang mungil dan mengecupi kepalanya tanpa henti. Mereka berdua larut dalam suasana harmonis dan menenangkan itu.

Setelah terdiam selama beberapa saat Hanbin pun membuka suara. "Aku akan pulang ke rumah dulu untuk sebuah urusan."

Jinhwan terdiam. Dia seolah-olah bisa menebak urusan apa yang dimiliki Hanbin di rumahnya. Biasanya jika salah satu dari mereka akan pulang karena hal penting atau sekedar ingin menemui orang tua di rumah, pasti akan saling mengajak satu sama lain agar pulang bersama. Namun saat ini, tidak ada kalimat ajakan dari Hanbin dan itu membuat Jinhwan yakin bahwa urusan yang dihadapi kekasihnya pasti berkaitan dengan keinginan ibunya. Dan itu membuat dada Jinhwan tiba-tiba menjadi sesak. Pria mungil itu melesakan wajahnya di dada sang kekasih. Selama beberapa saat dia hanya membisu dengan wajah yang terbenam itu. Kemudian dia mengangkat kepala dan tersenyum ke arah pria di bawahnya.

"Kalau begitu cepatlah pergi, jangan sampai terlambat." Ucapnya seraya menepuk pipi Hanbin dengan lembut.

Hanbin tersenyum dan mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Jinhwan. "Tapi aku masih merindukanmu." Nadanya dibuat semanja mungkin.

Jinhwan mendengus dan segera melepaskan diri dari rengkuhan pria itu, bangkit dari atas tubuh kuatnya dan mendudukan diri diatas kasur. "Aku juga harus menyelesaikan dokumen-dokumen itu nanti malam. Besok dokumen lain akan segera datang."

Let You FlyWhere stories live. Discover now