Nine : Empty

2.2K 271 60
                                    

Sore itu Jinhwan yang baru sampai di rumah segera membersihkan diri di kamar mandi, mengganti pakaian dan turun ke lantai dasar menuju dapur. Perutnya benar-benar sakit karena lapar. Tadi di sekolah dia hanya makan sedikit karena para gadis menyerbu tempat duduknya di kantin. Terpaksa mengabaikan makanannya yang baru dimakan setengahnya. Karena harus menanggapi berbagai pertanyaan dari gadis-gadis itu.

Pemuda manis itu tidak menemukan ibunya saat sudah sampai di dapur. Disana hanya ada seorang pelayan yang sedang membersihkan pantry. Karena haus, Jinhwan menghampiri lemari es dan mengambil sebotol air mineral dingin untuk ditenggaknya sampai habis tak bersisa.

"Dimana eomma?" Jinhwan menatap pelayan yang kini sedang mencuci piring di wastafel.

Pelayan itu berbalik dan tersenyum. "Nyonya sedang keluar mengantar makanan ke-" Tiba-tiba dia menghentikan ucapannya lalu menutup mulut.

Jinhwan memicing, menatap curiga pada pelayan yang seperti sedang merahasiakan sesuatu itu.

"Mengantar makanan kemana?" Jinhwan bertanya lagi.

"Emm.. Maksudku, Nyonya sedang keluar sebentar, Tuan Muda." Pelayan itu tampak gugup.

Jinhwan bisa merasakan bahwa pelayan itu berbohong. Dia pun pergi meninggalkan dapur menuju pintu depan. Jinhwan menduga jika ibunya mengantar makanan ke rumah Hanbin secara sembunyi-sembunyi agar tak diketahui olehnya. Hatinya memanas dan dadanya berpacu dengan cepat karena marah.

Baru sampai teras, pagar dibuka dan wanita yang hendak disusulnya itu muncul. Terkejut saat melihat puteranya berdiri di teras dengan tatapan datar. Dia berusaha terlihat biasa-biasa saja. Tersenyum dengan lebar seraya berjalan dengan cepat menuju teras rumah.

"Sudah pulang ternyata. Kau lapar, hm?" Nyonya Kim mencium pipi Jinhwan yang hanya terdiam itu.

"Eomma darimana?" Jinhwan bertanya dengan nada dingin.

Nyonya Kim menelan ludah, dia tak ingin membohongi puteranya. Namun, Jinhwan pasti akan marah besar jika dia memberitahu kemana dirinya pergi tadi.

"Eomma keluar sebentar untuk jalan-jalan, sayang." Dia mengusap lengan Jinhwan lembut. "Ayo, kita masuk dan bantu eomma menyiapkan makan malam. Jinanie sudah lapar?" Tangan halusnya mengelus sayang rambut Jinhwan.

"Eomma mengantar makanan kemana?" Jinhwan menatap datar ibunya.

Nyonya Kim menghela nafas, menggigit bibir sebelum menjawab.

"Eomma hanya ingin berbagi sedikit makanan kita kepada Hanbin, sayang."

"Jangan sebut namanya!!" Bentak Jinhwan membuat Nyonya Kim terkesiap.

Jinhwan mengepalkan kedua tangannya kuat, dadanya berdegup kencang karena emosi. "Iblis sepertinya tak pantas mendapatkan kebaikan kita!!"

"Jinanie!" Mata sipit wanita cantik itu melebar dengan apa yang diucapkan puteranya.

Jinhwan tersenyum sinis. "Sekarang eomma berani membentakku, hm? Hanya karena si keparat itu?" Suara Jinhwan bergetar dan kini kedua matanya berkaca-kaca.

"Sayang.. Dengarkan eomma.. Mari kita bicara." Nyonya Kim meraih tangan Jinhwan yang sedetik kemudian dihempaskan.

Jinhwan berbalik dan masuk ke dalam rumah yang dengan cepat disusul oleh ibunya. Kaki-kaki kecil pemuda itu melangkah dengan lebar menuju lantai dua.

"Sayang.."

"Eomma tahu aku membencinya!!" Jinhwan yang sudah berada di tangga berbalik menatap ibunya dengan pipi yang sudah basah oleh air mata.

Let You FlyWhere stories live. Discover now