Twenty Eight : You Complete Me

646 91 18
                                    

Upacara kelulusan universitas akhirnya telah terlewati. Semua orang terlarut dalam kebahagiaan dan rasa haru. Namun tak sedikit ada yang tenggelam dalam rasa sedih karena beberapa alasan, salah satu alasannya adalah ketidak lengkapan anggota keluarga yang hadir. Entah itu karena telah ditinggal mati atau sebuah perpisahan secara status. Begitupun dengan Jinhwan, Jaewon dan Jiwon. Namun hal tersebut sama sekali tak menyurutkan rasa bahagia dan syukur mereka. Karena bagi mereka, lengkap ataupun tidak anggota keluarga yang hadir sama saja. Ada banyak yang mengucapkan selamat pada mereka, terlebih lagi dengan kehadiran sahabat-sahabat yang sejak awal selalu menemani mereka dalam suka dan duka. Itu sudah lebih dari cukup.

Setelah acara wisuda selesai, Hanbin, Jinhwan, Jaewon dan Jiwon datang berkunjung ke makam Mino. Untuk menunjukan  bukti kelulusan mereka dan memberikannya bunga yang telah didapatkan dari orang-orang sebagai ucapan selamat. Bunga-bunga itu bagi mereka berempat lebih layak diberikan kepada Mino. Karena selama ini Mino telah menjadi bagian dari diri keempat pemuda itu, mendorong semangat mereka untuk mencapai apapun target dan keinginan mereka. Meskipun secara fisik, Mino sudah tidak lagi ada di sekitar keempatnya, namun bagi mereka Mino selalu ada. Entah itu di hati ataupun dalam bayang-bayang yang tak terlihat. Tersenyum dan memberi dukungan penuh dari tempat yang jauh.

Setelah memberi penghormatan dan berbicara di depan pusara yang dipenuhi bunga itu, keeempatnya seperti biasa akan duduk-duduk santai di rerumputan sambil berbincang. Menghadap ke tempat dimana pepohonan dengan rindang memenuhi daratan di bawah sana. Hari sudah sore saat itu, sinar matahari dari barat merubah warna awan menjadi oranye. Keempat pemuda itu merenungi kehidupan yang telah mereka jalani selama ini dan tengah memikirkan nasib masa depan mereka sendiri. Yang paling larut dalam lamunannya adalah Jinhwan. Entah itu tentang masa lalu yang telah menjadi kenangan atau tentang masa depan yang masih berupa angan. Terutama soal masa depan hubungannya bersama Hanbin. Apakah mereka akan berakhir bahagia bersama ataukah terpisah karena ketidak lumrahan? Jinhwan tahu, bahwa cintanya bersama Hanbin telah menyalahi adat. Namun dia benar-benar berpikir, apakah kebahagiaan benar-benar harus dibatasi oleh adat? Apakah orang-orang macam dia benar-benar tak diberikan kesempatan untuk berbahagia dengan cara mereka sendiri? Hatinya gelisah memikirkan tentang perjodohan yang akan dihadapi Hanbin. Sejauh ini, pria itu sama sekali tidak membahas hal yang berkaitan tentang perjodohan. Apakah ibunya belum memberitahunya? Ataukah dia hanya tidak ingin membahas soal itu bersama Jinhwan karena tak ingin menyakitinya? Entah itu yang pertama atau yang kedua, bagi Jinhwan tetaplah sama-sama menyakitkan.

Hanbin merasakan keresahan Jinhwan di sampingnya, jadi dia meraih tangan yang lebih kecil dan melingkupinya dengan tangan miliknya yang lebih besar. Membawa tangan dalam genggaman itu ke depan dadanya. Lantas Jinhwaan menoleh untuk menatap wajah tampan kekasihnya yang bak pangeran dari dunia lain itu saat sinar senja menyinari wajahnya yang sempurna. Angin bertiup perlahan, membuat rambut-rambut sehitam tintanya bergerak-gerak secara acak. Membuat Jinhwan dalam benaknya hanya bisa mengatakan satu kata, ‘sempurna’.

“Apa yang sedang kau pikirkan?”

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat kepala Jinhwan seketika menjadi kosong.

Apa yang sedang dia pikirkan?

Apakah dia harus menjawab dengan, “Aku sedang memikirkan tentang dirimu dan masa depan kita. Apakah kita benar-benar bisa bersama?”

Itu terlalu canggung saat masih ada Jaewon dan Jiwon di sekitar mereka. Lagipula, Jinhwan benar-benar tak ingin membahas soal masa depan. Karena saat memikirkan masa depan hubungan mereka, dia seolah-olah sedang melihat tali pengikat antara dirinya dan Hanbin yang telah terjalin begitu erat selama ini tengah dipotong oleh seseorang. Untuk dipisahkan selamanya.

“Ada apa?” Hanbin bertanya lagi dengan nada cemas. “Kau tampak kurang baik. Apa kau sakit?”

Hati Jinhwan hanya bisa merasakan kehangatan dari kata-kata Hanbin, namun bersamaan dengan itu seolah-olah ada belati tajam nan dingin yang tengah mengorek hatinya. Rasanya begitu menyakitkan. Dia menurunkan bulu matanya lalu tersenyum dengan ringan.

Let You FlyWhere stories live. Discover now