Savage : 9. A Friends Who's Always There

8.9K 1.4K 203
                                    

Malam ini bentuk bulan di atas sana sempurna. Lisa bisa melihat itu dari balik jendela restaurant kecil yang dikelola oleh Taeyong sejak beberapa tahun lalu. Satu-satunya peninggalan orang tua lelaki itu sebelum meninggal akibat kecelakaan.

Hidup di dunia memang rumit. Tapi Lisa tak pernah merasakan itu, hingga hari ini dirinya baru saja tertimpa masalah yang membuat dia tak tahu harus bagaimana.

Sedari kecil, Lisa tak pernah menghadapi masalah yang cukup membuat kepalanya pusing. Berbeda dengan teman-temannya yang memang memiliki segudang masalah di hidup mereka.

Lisa tidak terlatih untuk tegar. Lisa tidak terlatih untuk bisa menghadapi masalahnya. Gadis itu kehilangan arah, dan memilih berkutat dengan beberapa botol beer dan soju yang tersedia di rumah makan sederhana itu.

Dia butuh ketenangan, bar yang biasa ia kunjungi sungguh berisik. Berbeda dengan rumah makan milik Taeyong yang bahkan sering sepi pengunjung, seperti malam ini.

Beberapa jam lalu, operasi yang dijalani Rosé sudah selesai. Tapi saudara kembarnya itu masih dalam keadaan kritis dan dipindahkan ke ICU.

Semua anggota keluarganya ada disana, tapi Lisa memilih pergi karena suruhan orang tuanya yang memaksa ia istirahat di rumah. Kepalanya pusing, dan gadis itu membutuhkan alkohol untuk menghilangkannya, bukan pulang ke rumah seperti keinginan kedua orang tuanya.

"Tidak apa jika membiarkannya terus seperti itu?" Mino berbisik pada Taeyong. Saat ini, hanya ada mereka yang menemani Lisa. Walau dari jarak yang tidak dekat.

"Dia pasti butuh waktu untuk berpikir sendiri. Aku dengar mereka sempat bertengkar." Yang Taeyong maksud adalah Lisa dan saudari-saudarinya.

Taeyong tahu karena Lisa sempat mengatakan keluh-kesahnya saat tiba disana. Walau tidak semua, Taeyong tahu saat ini Lisa sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu perlu berpikir sendiri tentang permasalahannya.

"Dari pada menggunjingku disana, lebih baik bawakan aku beer lagi." Suara datar Lisa terdengar, membuat Mino tersedak salivanya sendiri.

Sedangkan Taeyong mulai berjalan cepat menuju lemari pendingin dan mengambil satu-satunya botol beer yang tersisa disana.

"Ini yang terakhir. Kau sudah menghabiskan persediaan beerku." Lisa mendesis mendengar kalimat Taeyong.

"Aku akan membayarnya. Kau tau aku tak suka gratisan." Lisa menuangkan beer ke dalam gelasnya yang kosong. Meneguknya hingga setengah, lalu mulai menyalakan satu batang rokok.

"Ini sudah pukul tiga pagi. Mau sampai kapan kau ada disini?" Bukan Taeyong tak suka akan keberadaan Lisa. Dia bahkan rela tidak tidur untuk terus menemani sahabatnya itu. Tapi Taeyong pikir, Lisa butuh istirahat.

Lagi pula, Taeyong sudah tidak tahan melihat seberapa banyak rokok dan alkohol yang sudah Lisa konsumsi malam ini. Andai dia memiliki keberanian untuk melarang Lisa, hal itu sudah ia lakukan sedari tadi.

"Sampai perasaanku baik-baik saja," jawab Lisa sembari menyesap rokoknya.

Taeyong mengalah saja. Dia kembali menuju meja yang ada di pojok ruangan. Bergabung dengan Mino yang sedang memakan tteokbokki buatannya.

Jam terus berputar. Wajah kantuk Mino dan Taeyong tak bisa disembunyikan lagi. Hingga pukul empat pagi, keduanya hampir saja memejam sebelum akhirnya kembali terjaga karena tiba-tiba Lisa berteriak sambil melempar salah satu botol beer di hadapannya.

"Arrhh! Brengsek!"

Prang!

Mino terlebih dahulu bangkit dan berlari kepada Lisa yang kini tengah menangis terisak. Pria itu menarik Lisa ke dalam dekapannya. Membiarkan air mata Lisa membasahi kemaja merahnya.

Savage ✔Where stories live. Discover now