Savage : 36. Plan To Be Happy Together

4.8K 845 215
                                    

Kejadian yang baru saja terjadi masih menyisakan rasa terkejut untuk Lisa. Dia tidak menyangka Jennie akan melakukan hal gila hanya untuk membujuknya. Apakah kakaknya itu tidak berpikir jika yang dia lakukan bisa berakibat fatal?

Bagaimana jika Dokter tidak segera datang? Bagaimana jika luka itu terlalu besar? Jennie mungkin akan mendahuluinya bertemu dengan Tuhan.

Saat ini ruang perawatannya terasa senyap dan sesak. Padahal disana hanya ada dia dan Rosé, karena anggota keluarga yang lain sedang menunggu Jennie mendapatkan penanganan di ruangan lain.

"Bagaimana rasanya merasa takut kehilangan seseorang, Lisa-ya?" Pertanyaan itu membuat Lisa tersentak.

Awalnya dia hanya memandangi bercak darah Jennie yang masih ada di ruangannya. Namun setelah sadar jika Rosé ada disana, ia menatap saudara kembarnya itu.

"Rasa takut yang kau miliki sekarang, adalah rasa takut yang kami punya untukmu belakangan ini." Jika yang Rosé bicarakan memang benar, bukankah mereka sangat tersiksa?

Perasaan itu seperti mencekiknya setiap saat. Bayang-bayang tentang hal buruk tidak bisa ia enyahkan begitu saja. Membuatnya terus gemetar ketakutan.

"Aku tidak membenarkan apa yang Jennie Unnie lakukan. Hanya saja, aku lega kau bisa tahu apa yang saat ini sedang kami rasakan." Rosé mendekat. Menggengang tangan Lisa yang terasa dingin, dan semakin kurus dari biasanya.

"Lisa-ya, maafkan aku. Jika bukan karena aku, mungkin kau tidak berakhir di tempat ini." Sampai saat ini, Rosé masih merasa bersalah.

Ucapan Jennie padanya memang benar. Rosé tidak seharusnya bertindak terlalu jauh untuk membuat teman-teman Lisa menjauhi adik kembarnya.

Karena hal itu, pertengkaran mereka tercipta. Membuat kesehatan jantung Lisa semakin menurun. Di tambah, adiknya itu harus mengorbankan diri untuk membawa dirinya yang pingsan di apartement Luda beberapa waktu lalu.

"Chaeyoung-ah, apa yang kau bicarakan?" Tapi Lisa tidak merasa seperyi itu. Sedikit pun dia tidak pernah menyalahkan Rosé. Karena dia sudah benar-benar menerima bahwa teman-teman Lisa pergi meninggalkannya.

"Aku terlalu lancang, Lisa. Jika saja aku---"

Lisa tidak ingin mendengar Rosé menyalahkan dirinya sendiri lagi. Dia menarik tubuh itu agar bisa ia dekap dengan erat.

Mulai sekarang, Lisa tidak ingin melakukan kesalahan lagi. Walaupun tidak bisa menjadi adik yang baik, Lisa akan berusaha untuk tidak menyakiti mereka.

"Chaeyoung-ah, bukan kau yang seharusnya meminta maaf. Tapi aku yang pernah menyakitimu." Lisa mengusap punggung Rosé saat dirasa gadis blonde itu menangis.

Lisa memang menyesal karena sempat narah dan melontarkan kata-kata kasar pada saudara kembarnya. Seharusnya ia paham sedari awal jika yang Rosé lakukan hanya demi dirinya.

"Lisa." Setelah berusaha meredakan tangisnya, Rosé melepaskan dekapan dari adiknya. Mulai merasakan bahwa tangan Lisa kini sedang menghapus sisa air matanya dengan lembut.

"Kau benar-benar tidak mau menganggapku sebagai kakakmu?" Pertanyaan Rosé itu membuat Lisa yakin jika saudara kembarnya masih mengingat perkataannya saat mereka bertengkar.

"Lisa-ya, mungkin permintaanku ini sepele. Tapi bisakah mulai sekarang panggil aku Unnie?" Lisa memang terkadang menganggap Rosé sebagai kakaknya. Tapi mereka ada pada umur yang sama. Lisa tidak bisa melakukan apa yang Rosé inginkan karena terasa aneh.

"Aku tidak ingin menjadi temanmu. Aku juga ingin menjadi orang yang sama pentingnya seperti Jisoo Unnie dan Jennie Unnie di matamu. Aku ingin berada di posisi yang sama dengan mereka, Lisa-ya." Rosé merasa, Lisa menganggap dirinya hanya sebagai teman bukan kakak.

Savage ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora