Prolog

138K 8.3K 618
                                    

"Itu siapa Bi, tetangga baru ya?"

Bi Diah yang sedang sibuk menyiram tanaman menoleh, ia ikut melihat kearah rumah depan yang awalnya rumah kosong kini sepertinya akan mendapatkan penghuni.

Lalu bi Diah beralih melihat kearah majikannya, laki laki berseragam SMA yang baru saja pulang sekolah dan tengah melepas sepatunya. "Kayaknya iya Den, bibi juga nggak tau sih," balas bi Diah seraya mengangkat kedua bahunya.

"Kira kira punya anak cantik gak ya Bi?" Tanyanya dengan wajah tengil.

Bi Diah melirik sebentar, lalu terkekeh dan setelah selesai menyiram tanaman dia langsung berjalan masuk. "Den inget, udah punya pacar non Megan," ujar bi Diah sebelum benar benar masuk, laki laki itu tertawa pelan.

"Ah bibi mah! Pakai ngingetin segala!" Teriak kesal Ali Kendra Alaskar, nama laki laki yang kini menyipitkan matanya melihat tetangga barunya.

"Lah itu kak Feni?" Ali segera berdiri, melempar asal tas sekolahnya ke arah teras. "Anjir! Kok udah nikah aja sih, harga diri gue sebagai brondong elit turun nih kalau mantan udah nikah aja, ck! Aelah."

Feni adalah mantannya ketika dia SMP, jangan heran. Tengil tengil begitu mantannya banyak.

Ketika anak SMP biasanya masih sibuk dengan bagaimana cara mendapat rangking 1. Maka lain halnya dengan seorang Ali Kendra Alaskar, dia sibuk berpacaran dengan kakak kelas atau bahkan memacari anak SMA yang umurnya jauh lebih tua darinya.

Dan si Feni ini termasuk mantan yang susah Ali lupakan, karena dia adalah anak kuliahan pertama yang mau pacaran dengan anak kelas 2 SMP.

Sialan! Jiwa play boy nya terluka melihat mantan sudah bahagia seperti ini.

"Bi! Ali ke tetangga bentar ya!" Teriaknya, lalu tanpa repot repot mau mendengar jawaban bi Diah, dia langsung berlari menuju rumah yang kini terlihat ramai dengan orang orang yang membantu mengangkat angkat barang.

Setelah sampai, Ali langsung mendekati seorang perempuan yang tengah menggedong anak kecil, laki laki itu tersenyum lalu menepuk bahu Feni. "Kak!"

"Eh?" Feni terlihat terkejut, dia membalikkan badannya lalu mengernyit menatap laki laki di depannya. "Kayak kenal deh, siapa ya?" Tanya Feni.

Ali langsung cemberut, jurus buayanya akan segera keluar. "Iya deh tau, aku mah gak good looking jadi gampang di lupain," katanya sok sedih.

Feni makin kebingungan. "Serius dek, aku lupa loh."

"Aku Ali, tapi panggilan sayang kakak ke aku Alaskar. Masa udah lupa sih?"

Dalam waktu tiga detik mulut Feni sempat terbuka, dia benar benar terkejut melihat perubahan laki laki di depannya. Padahal seingatnya dulu, Alaskar itu tidak seganteng sekarang, kulitnya juga tidak terlalu putih dan alisnya belum setebal ini, apalagi sekarang laki laki itu sangat tinggi. Dia benar benar berubah total.

"Kita ngobrol berdua kayak gini, ada yang marah gak sih?" Tanya Ali, seperti halnya sifat laki laki pada umumnya.

Feni tertawa, lalu dia menunjuk anak kecil perempuan yang dia gendong. "Udah punya pawang, nih buntutnya sekarang udah ada," balas Feni.

"Yaah.. telat dong aku," katanya terlihat sedih dan kecewa, padahal memang sudah makanan sehari harinya bersikap seperti ini.

"Sayang! Bantu aku letakin meja meja yuk!"

Seorang laki laki dengan kumis tipis muncul dari pintu, dia memanggil Feni. Sepertinya itu suami yang Feni bilang.

"Iya, bentar!" Balas Feni, suaminya mengangguk dan masuk lagi.

"Rumah kamu dimana dek?" Tanya Feni, dia melihat lihat komplek barunya.

"Tuh! Rumah kita hadap hadapan," kata Ali menunjuk rumahnya sendiri.

Feni mengangguk, lalu dia tersenyum. "Aku lagi sibuk beres beres, boleh minta bantuan gak?"

Alis Ali terangkat. "Kalau buat mantan yang susah di lupakan, boleh boleh aja sih."

"Titip anak ku ya dek, namanya Alefani Ilya Adira, panggil aja Ily," Fani langsung memindahkan anak kecil yang setengah mengantuk itu dari gendongannya ke pada Ali.

Ali gelagapan menerimanya, padahal konsep awalnya bukan seperti ini. Kenapa dia jadi di titipi anak sih. "Eh, gimana ini?"

"Titip ya! Makasih!"

Feni segera masuk menyusul suaminya, dia meninggalkan anaknya pada Ali yang bahkan niat awalnya hanya ingin menggoda ibunya, malah sial mendapat amanat menjaga anaknya.

"Om!" Suara kecil itu membuat Ali menunduk.

"Hai! Aku om Ali, kamu siapa?" Tanya Ali dengan suara ceria.

Anak perempuan itu terlihat bete. "Ily," katanya dengan pelan dan cuek.

"Oooh," Ali mengangguk bingung, tidak tahu harus berientaraksi apa lagi.

"Om cuka kucing?" Tanya Ily dengan matanya yang mulai terbuka, sepertinya hawa mengantuknya sudah hilang.

Dia terlihat manis ketika matanya yang coklat terbuka sempurna, bibir tipis berwarna merah mudanya begitu menggemaskan apalagi alisnya yang cukup tebal untuk ukuran balita seperti dia. "Nggak, om nggak suka kucing," kata Ali dengan bibir di gigit menahan gemas.

Mata Ily berbinar, dia menatap Ali seperti takjub. "Pacayan yuk om?"

"Hah?"

"Ily gak cuka kucing, om juga. Ayo pacayan nanti lopyu lopyuan kayak Bunda cama Ayah."

"Eh?" Ali bingung tidak tahu harus menjawab apa.

"Lopyu om Ayiiii!"

"Lah?"

"Yey! Ily pacay om Ayiiii! Kayak Bunda pacay Ayah."

Ali menggaruk kepalanya dengan ekspresi bodoh, bisa bisanya dia di tembak oleh bayi yang dia perkirakan umurnya masih tiga tahunan.

Lagi pula, belajar dari mana anak ini kosa kata seperti itu.

Padahal Ali rasa, dia yang mulai pacaran dari kelas 6 SD sudah sangat anak kecil untuk mengenal dunia pacaran. Tapi sekarang? Dia bertemu dengan suhu yang membuat dia yang awalnya sombong menjadi cupu.

"Ayo pacayaaaaaan!"

"Ily lopyu om Ayiiiii!"

"Pacayyy!

Next?

Lagi dalam mode pengen genre baru, dan dari pada kesimpan di otak terus lama lama hilang mending di tuang ajakan jadi cerita😆😆

OM Tetangga [PART LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang