19 [Minta restu]

33.9K 3.2K 268
                                    

Suara teriakan Ily benar-benar membuat seorang Ali Kendra Alaskar melebarkan matanya, laki-laki itu memandangi pintu sebantar, melihat apakah Feni menyusul masuk atau tidak. Lalu saat tidak ada langkah apapun dia kembali menatap gadis di depannya. "Jangan teriak, nanti om di gebukin Bunda kamu."

"Bodo!"

"Ly.."

"Ily nggak mau ngomong sama om Ali, Ily lagi marah!"

Ali menganggukkan kepalanya, ia paham betul dengan gadis keras kepala yang apapun kemauannya harus selalu di turuti itu. Bahkan hanya sekedar ingin mogok bicara, dia tetap harus menurutinya.

"Iya udah nggak apa-apa marah, tapi nanti malam tidur di kamar om, kan? Udah dua hari loh om tidur sendiri Ly, nggak ada yang di kelonin," ujar Ali dengan wajah memelas. "Gak ada yang pegang susu om, hehe," imbuhnya penuh harap.

Ily menggeleng kuat, benar-benar marah dan menolak apapun hal yang bersangkutan dengan laki-laki itu. Ily tahu dia sendiri sebenarnya tidak bisa seharipun tanpa bertemu atau memantau laki-laki ini, tapi kali ini dia bertekad menahan jiwa budak cinta dalam dirinya sendiri agar Ali tahu kalau dia juga bisa marah.

Agar Ali tidak seenaknya lagi berpacaran dengan perempuan lain sementara dia adalah pacar resmi laki-laki itu, bahkan semenjak Ily masih bayi.

"Ly, om kangen kamu. Emang kamu nggak kangen om Ali, ya?" Laki-laki itu memajukan langkahnya, Ily segera mundur menghindar dengan cepat.

"Bundaaaaa! Om Ali nakalin Ily!"

Ali melotot lagi saat Ily kembali berteriak mengadu, ia meletakkan jari telunjuknya di depan mulut, memberi isyarat agar Ily diam. "Ssstt!"

"Om Ali pegang-pegang perut Ily!"

"WOI ALI! TANGAN KAMU!"

Dan suara Feni yang berteriak dari luar membuat laki-laki itu makin panik, dengan gerakan cepat tanpa aba-aba dia menarik wajah Ily, mencium sekilas hidung runcing dan bibir tipisnya, lalu Ali mengambil toples garam dan segera berlari keluar dengan kecepatan melebihi setan.

"Jangan ngadu!" Ujar Ali dari ambang pintu sebelum akhirnya menghilang dari pandangan.

Ily tertawa pelan, merasa lucu dengan ekspresi Ali yang panik karena dia mengadu pada Bundanya. Lagian om om itu sendiri yang nakal, Ily kan hanya anak remaja yang sudah tercemar otaknya karena ulah om Alinya itu.

"Besok aja kali ya maafin om Ali, biar sekalian minta beliin skincare," gumamnya dengan serius, lagian kalau minta pada Ayah atau Bundanya pasti harus menunggu nilai ulangan keluar, itupun jika nilai Ily bagus baru akan di belikan apa yang dia mau. Sedangkan jelas-jelas kalau pada Ali semua apa yang dia mau tinggal di ucapkan satu kali maka semua akan terkabul dengan mudah.

Benar-benar beruntung punya om tetangga yang baik, jadi bisa di simpulkan Ily makin tidak mau berbagi Ali dengan siapapun.

"Kenapa sih teriak-teriak?" Tanya Bunda, wanita itu masuk sambil membawa Davin dalam gendongannya. "Om Alinya juga kenapa lari barusan? Kamu di apain?"

Ily menggeleng dan menyengir. "Nggak di apa-apain."

"Ck kamu Ly, jangan biasaan teriak anak gadis," kata Bunda lalu menurunkan Davin di kursi.

"Avin mau mi!" Bocah itu langsung berteriak menunjuk mie instan yang baru saja Ily buat, si pemilik tentu saja langsung melotot galak.

"Nggak boleh, ini beracun! Davin gak boleh makan," Ily langsung mengambil mangkuk itu dan menyembunyikan di balik punggung. Tatapannya makin tajam pada adik laki-lakinya itu.

Bibir Davin bergetar, lalu air matanya jatuh dan bocah itu mulai menangis. "Avin mau mi bundaaaaaaaaa!"

"Ily kasih dulu, gak bakal di habisin sama adiknya juga," ujar Bunda meminta dengan tatapan tidak terbantahkan.

OM Tetangga [PART LENGKAP]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ